Copyright by tettytanoyo. Powered by Blogger.

Tentang Ibu Mertuaku

 
Foto Ibu, Kifah, Abbiy

Adalah hal unik untuk menceritakan tentang ibu mertua. Biasanya, kita sering menceritakan dan mengulang-ngulang kisah mengenai ibu kandung sendiri. Jarang-jarang ada menantu yang ‘membahas’ tentang mertuanya, kecuali memang ada ‘bahasan-bahasan’ tertentu. Ahaha. 

Saya punya “ibu baru” ketika usia saya belum genap 20 tahun, karena saya memang menikah di usia muda yakni pada saat kuliah. Cerita tentang menikah saat kuliah pernah saya tulis disini. Kebayang dong ya, umur segitu harus ‘berhadapan’ dengan ibunya suami, yang sama sekali belum pernah ketemu dan kenal sebelumnya kecuali sebelum nikah (waktu lamaran) dan persiapan menjelang pernikahan. 


Ibu mertua saya orang Bandung asli. Orang Cicarita, Ciwaruga, Kabupaten Bandung Barat. Yang juga menikah di usia muda dengan Bapak yang juga orang Bandung asli yaitu dari Geger Kalong Girang. Orangnya kalem, gak banyak omong, tapi kalau udah akrab suka cerita-cerita juga, malah kalau udah ngedenger cerita bodor gak bisa berhenti ketawa. 

Ibu orangnya kreatif dan telaten, kalau ada saudara atau tetangga yang nikahan pasti ke rumah untuk minta dibikinin hantaran buat nikah. Ibu gak pernah bisa nolak orangnya, walaupun lagi sakit sekalipun, ibu suka maksain buat bantuin bikin hantaran, katanya gak enak kalau gak dibantuin. 

Ibu juga paling seneng bersih-bersih rumah, malah kalau lagi bad mood, larinya malah ke bersih-bersih rumah. Semua sudut rumah dibersihin dan diberesin maksimal. Kadang sampe ngangkat-ngangkat meja, kursi, lemari, rak, dan lain-lain. Kalau kata orang sunda sih, ibu orang nya ‘kaluman’ yang artinya kalau liat ada yang pabalatak atau gak rapih dikit bawaannya pengen ngeberesin terus, gatel gitu tangannya kalau ga buru-buru dibersihin. 

Selain hal diatas, ada hal-hal yang sangat saya suka dari Ibu mertua saya. Banyak pelajaran yang bisa saya ambil, untuk jadi perempuan, istri, dan juga ibu dalam sebuah bangunan yang bernama rumah tangga. 

Mengijinkan anak bungsunya menikah ketika kuliah 

Sebelumnya, saya sudah menceritakan, kenapa saya bisa menikah saat kuliah. Salah satu dukungan terbesar untuk kami saat itu adalah dari ibu mertua. Ibu yang mengijinkan kami untuk menikah pada kondisi yang sebagian orang menganggapnya tidak mungkin. Walaupun waktu itu ibu sempat memberi lampu kuning untuk kami, belum memberikan lampu hijau seratus persen, tidak ada perubahan sikap apapun kepada kami (terutama kepada saya) setelah kami menikah. Ibu tetap baik dan menerima saya sebagai menantunya tanpa bersikap yang aneh-aneh kayak di sinetron-sinetron. 

Kebayang kan ya, namanya anak laki-laki bungsu, yang biasa manja sama ibu tiba-tiba minta nikah. Bahkan waktu itu, kakak laki-laki kedua pun belum menikah. Ibu hanya sangat khawatir, tidak sama sekali bermaksud menghalang-halangi. Dan saya pun menjadi mengerti benar ketika sekarang saya sudah menjadi seorang ibu dari seorang anak laki-laki. Alhamdulillah, begitu murah hatinya ibu akhirnya mengijinkan kami untuk menikah. 

Mertua pun pernah menjadi menantu 

Ibu pernah cerita, dulu waktu awal-awal menikah sama bapak, ibu dimarahin sama emak (ibunya ibu mertua). 

“kenapa bu, Kok di marahin?” 

“Iya soalnya pas emak main ke rumah, banyak cucian numpuk” 

Jadi ceritanya emak marah gegara ngelihat kamar ibu yang penuh sama cucian yang udah bau karena belum dicuci. Seketika itu emak membawa ibu ka cai (sungai) untuk nyuci semua baju-baju yang kotor tadi. 

“Kalau jadi istri itu harus ngurus suami, nyuci bajunya, bersihin rumah” kata emak. 

Ibu cerita katanya ibu gak tau kalau jadi istri itu harus begini begitu, maklum waktu itu masih muda banget nikahnya, masih lugu-lugunya. 

Ibu ketawa sendiri kalau inget kejadian itu, dan emang waktu itu bener-bener gak ngerti sama sekali. Dan memang ibu orangnya fair banget, ibu selalu memposisikan dirinya sebagai menantu juga, apalagi kalau inget masa awal nikah dulu. Jadi ibu gak pernah nuntut apapun ke saya, karena ibu ngerti, ibu paham, apa yang saya alami, pun dulu ibu pernah mengalami. Malah awal nikah, baju saya sama baju suami dicuciin sama disetrikain sama ibu. *Hwaaa.. menantu macam apa ini* 

Ibu selalu pengertian dan tidak menuntut 

Saya sesekali denger cerita temen kalau ibu mertuanya banyak menuntut dan ‘ikut nimbrung’ urusan rumah tangganya. Alhamdulillah, saya ngga ngalamin. Ibu selalu memberikan kebebasan. Gak pernah meminta saya menjadi apa, siapa, dan harus bagaimana. Ibu menerima saya apa adanya, dan selalu mensupport apa yang kami kerjakan. 

Contohnya waktu kita wirausaha makanan, ibu bantuin masak, motong bahan makanan, bungkusin. Dan waktu kita jualan perlengkapan fashion muslimah, ibu gak segan buat nganter belanja kain, motong bahan, ngurus packaging, ikut ngelist orderan, pokoknya the best deh. 

Ibu sosok tegar dalam menghadapi badai rumah tangga 

Ujian terberat dalam hidup ibu adalah menghadapi badai rumah tangga yang seringkali ‘menakuti’ setiap perempuan. Badai yang tidak semua perempuan mampu menahannya, tidak semua istri kuat menanggungnya, tidak semua istri berlapang dada menerimanya. I think you know what

Tapi ibu selalu tegar dan sabar, bahkan sekarang, ibu enjoy menjalani rumah tangga yang sudah dibangun selama hampir 40 tahun. Dari situ saya banyak belajar, tentang kesabaran, tentang keikhlasan, tentang istri dan perempuan, dan lika-likunya dalam membangun istana cinta yang bernama rumah tangga. 

Umroh, kado terindah dari Allah buat Ibu. 

Semenjak menikah hingga sekarang sudah memiliki 4 orang cucu, ibu selalu di rumah. Tidak bekerja kantoran, tidak memiliki bisnis besar, ibu sibuk di rumah mengurus tiga orang anak laki-lakinya yang sekarang sudah memiliki ‘rumah’ nya masing-masing. Hanya pernah ibu memiliki warung kelontong yang sekarang sudah berubah menjadi kos-kosan mahasiswa. 

Dengan izin-Nya, Januari tahun 2015 lalu Ibu dipanggil ke tanah suci untuk menjalankan ibadah umroh. Menurut saya, itulah sebaik-baiknya hadiah dari Allah buat Ibu yang telah mendedikasikan setengah abad hidupnya untuk mengabdi menjadi ibu dan istri di rumah. 


---------------------- 


Terima kasih Ibu, atas apa yang telah diberikan dan didedikasikan untuk kami tanpa pamrih. Selamat hari Kartini, karena Ibu adalah sebenar-benar pejuang di hati kami semua. 





5 comments

  1. Subhanallah, hebat euy Ibu mertuanya Mak Tetty. Semoga beliau selalu diberi keberkahan oleh Allah, aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah, bersyukur atas segala kelebihan dan kekurangan beliau :)

      Delete
  2. kalimat terakhir membuat meleleh, ibu mertua yg menyenangkan ya mak... :)

    ReplyDelete
  3. Ibu mertua sudah gak ada Mak.. hiks

    ReplyDelete

Terima kasih telah berkunjung ke blog ini, silakan tinggalkan komentar yang baik dan positif ya :D