Copyright by tettytanoyo. Powered by Blogger.
Showing posts with label Kurikulum. Show all posts

Merancang Kurikulum Pembelajaran Sendiri di Rumah untuk Anak



Assalau’alaikum sahabat onlineku. Apa kabarnya hari ini? Semoga sehat dan bahagia selalu ya. Iya dong, jadi ibu harus selalu bahagia, karena ibu yang bahagia akan mencetak generasi yang bahagia pula.


Sebenarnya, topik ini sudah saya bahas semenjak pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Hanya saja, saya lebih sering membahsanya di Instagram, dan belum saya tuliskan kembali di blog ini. Maka dari itu, hari ini, saya akan menjelaskan bagaimana cara membuat Kurikulum Pembelajaran sendiri di rumah bagi anak-anak.


Pertama-tama, saya ingin memberitahu apa sih sebenarnya kurikulum itu?


Kurikulum pada awalnya tidak berkaitan dengan proses pembelajaran atau pendidikan, lho! Kurikulum berasal dari Bahasa Yunani, yaitu ‘Curir’ yang artinya Pelari, dan ‘Curere’ yang artinya ‘Tempat Berpacu’.


Istilah kurikulum ini justru berasal dari dunia olah raga, terutama dalam bidang Atletik pada zaman Yunani Kuno. Dalam Bahasa Perancis, Kurikulum berasal dari kata ‘Courier’ yang berarti ‘to run’ atau berlari.





Jadi penjelasannya adalah bahwa kurikulum adalah sebuah tempat atau lintasan yang memiliki tujuan tertentu. Ketika seorang pelari berlari, ia berlari pada tempat/landasan pacu, kemudian ia melakukan proses berlari menuju suatu tempat tujuan yakni garis finish.


Kemudian, istilah kurikulum ini diserap menjadi istilah dalam dunia pendidikan dan pembelajaran yang bermakna sebuah proses atau kegiatan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dan di dalam proses tersebut tentu banyak sekali komponen yang harus ada, agar tujuan pembelajaran tercapai dengan optimal.


Bicara soal komponen kurikulum, mari kita bahas satu persatu ya, karena ini lah yang akan menjadi pilar dalam membuat pembelajaran di rumah.


  1. Tujuan Pembelajaran




Sesuai dengan istilah awal kurikulum ini berasal, bahwa seorang pelari memiliki tujuan untuk sampai ke garis finish, maka begitu pun dengan pembelajaran. Kita sebagai orang tua, yang akan merancang kurikulum untuk anak-anak kita, harus memiliki tujuan atau garis finish yang terukur.


Kenapa harus terukur? Agar mudah dilihat dan dievaluasi keberhasilannya.


Bagaimana membuat tujuan pembelajaran untuk anak-anak di rumah?

Caranya bisa dengan melihat atau menurunkannya dari visi dan misi rumah tangga atau keluarga yang kita miliki.


Misalkan, visi dan misi keluarga kita adalah mencetak generasi soleh dan salihah, berkarakter baik dan menjadi anak yang bermanfaat bagi masyarakat.


Kita bisa menurunkannya menjadi beberapa tujuan pembelajaran, contoh:


‘Anak melakukan shalat di rumah, minimal tiga waktu shalat’ (untuk usia 5 tahun misalnya)

‘Anak mampu membereskan tempat tidur setiap hari, minimal melipat selimut dan menumpuk bantal’ (untuk usia 5-7 tahun misalnya)


Semua bisa menyesuaikan usia anak, panduan keterampilan motorik, kognitif, bahasa, dll bisa kita unduh di website Kemendikbud ataupun dalam artikel-artikel seputar pendidikan atau pengasuhan anak.


Rumus menuliskan tujuan pembelajaran yang tepat





Ada cara untuk menuliskan rumus tujuan pembelajaran dengan tepat namun cukup sederhana. Yakni rumus ABCD (Audience+Behaviour+Condition+Degree). 


Audience (Anak/siswa/orang/peserta didik)


Behaviour (Kemampuan/sikap yang diinginkan)


Condition (Bagaimana anak/siswa bisa melakukan sikap tersebut, seperti dengan lancar, dengan urut, dengan menggunakan bantuan alat, dll)


Degree (Seberapa tinggi, seberapa banyak, kemampuan tersebut harus dicapai oleh anak, biasanya menggunakan batas minimal kemampuan yang dilakukan).


Contoh:


Anak (A) + mampu mewarnai (B) + tanpa keluar garis (C) + sebuah gambar berukuran A4 (D)


Anak (A) + mampu menghafal (B) + dengan lancar (C) + minimal 3 surat pendek di juz 30 (D)


Anak (A) + mampu melompati tali (B) + tanpa terjatuh (C) + dengan ketinggian tali minimal 10 cm dari tanah (D)


Contoh di atas merupakan cara menulis tujuan pembelajaran untuk anak. Tidak perlu dengan kata atau kalimat yang sulit, yang terpenting tergambar jelas tujuan tersebut, dan ketika anak mampu atau tidak mampu mengerjakannya bisa dengan mudah kita ketahui dan amati.


Tujuan pembelajaran ini layaknya peta. Misalkan kita ingin pergi ke Bandung, jika kita sudah tahu tujuan kita, maka dengan cara apapun, kita akan bisa sampai ke sana. Mau naik motor, angkot, mobil, kereta, pesawat, banyak cara untuk pergi ke sana. 


Namun sebaliknya, jika kita tidak memiliki tujuan, sebagus apapun kendaraan yang kita gunakan, maka kita tidak akan pernah sampai kemanapun atau akan asal pergi ke suatu tempat tanpa tujuan saja. Kira-kira begitulah fungsi dari tujuan pembelajaran ini.



  1. Menyiapkan Media dan Metode Pembelajaran


Mungkin kita sudah ‘horor’ mendengar kata media dan metode pembelajaran. Padahal, hal ini sangat mudah kita lakukan bahkan kita buat sendiri dengan apa yang ada di sekitar kita ataupun dengan kemampuan yang kita miliki.


Namun, yang sangat saya sayangkan saat ini adalah ketika begitu banyak media dan metode pembelajaran yang tersedia (apalagi di internet), mainan edukasi, buku edukasi, tetapi kita sendiri tidak tahu apa arah dan tujuan pembelajarannya. 


Kita banyak mencari berbagai macam kit untuk belajar, buku untuk belajar, mainan edukasi, hingga pusing sendiri untuk memilih dan menggunakannya.


Yang benar adalah kita tahu dan paham dulu tujuan pembelajarannya, baru kita memilih dan memilah media dan metode belajarnya.  Jadi, jangan kebalik ya ibu-ibu. Menumpuk berbagai media untuk belajar, namun tidak jelas peruntukannya.


Media pembelajaran ini bisa kita cari atau buat bahkan dengan sederhana, mudah, dan sesuai dengan kemampuan kita sendiri sebagai orang tua.


Contoh, ketika mengenalkan Aldebaran tentang indera penciuman dan peraba, saya membawanya ke dapur, untuk mencium berbagai aroma rempah dan bahan makanan di dapur. Sedangkan untuk belajar indera peraba, saya mengajaknya untuk menyentuh berbagai benda yang ada di sekelilingnya, seperti batu, plastik, kayu, kain, dsb.


Belajar mengenal rasa dengan bahan yang ada di dapur



Jadi sebenarnya, ketika kita sudah tau apa yang menjadi tujuan pembelajaran, maka kita akan dengan mudah berkreasi dengan apapun yang ada di sekitar kita, semuanya mudah, murah, dan menyenangkan.


Media pembelajaran yang digunakan bisa dengan media cetak visual (Buku, poster, gambar, foto, dll), media audio, media audio visual. Metode yang digunakan bisa dengan demonstrasi, praktek langsung, melakukan pengalaman langsung, dll. 


Buku adalah salah satu media atau sumber belajar yang mudah dan murah untuk didapatkan


Dan untuk anak yang sudah lebih besar, bisa mengakses internet di rumah, semuanya akan serba mudah lagi. Media dan sumber belajar begitu melimpah saat sekarang ini, bahkan anak juga bisa melakukan bimbingan belajar online jika ada materi yang memang harus anak kuasai.


Ketika Pandemi berlangsung, saya juga melakukannya untuk Kifah. Selain belajar secara mandiri di rumah, mengacu pada kurikulum yang saya dapat dari Kurikulum Nasional. Dia juga mengakses pembelajaran secara online.


Salah satu kelas atau pembelajaran online yang bisa diakses adalah Kelaspintar.id Kelas Pintar adalah sebuah solusi belajar online dengan menggunakan metode pintar, personal, dan terintegrasi yang didesain untuk meningkatkan minat belajar dan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran.


Kelas Pintar percaya bahwa setiap anak atau siswa memiliki gaya dan cara belajar yang berbeda - beda.





Untuk itu, Kelas Pintar menggunakan pendekatan PERSONAL melalui metode penyampaian materi yang disesuaikan dengan beragam karakter siswa, baik itu melalui Visual, Audio, maupun Kinesthetic (V.A.K).


Dan untuk memastikan kurikulum pendidikan di Indonesia bisa diserap oleh siswa, Kelas Pintar menggunakan metode pembelajaran PINTAR yang menggunakan pendekatan Learn, Practice, dan Test. Metode yang digunakan menggunakan video pembelajaran, latihan dan juga simulasi ujian. Fasilitas materi juga diberikan dengan animasi, video pembelajaran, audio, dan E-book.


Semua sudah tersedia dengan mudah ya, tinggal kita yang menyesuaikannya dengan kebutuhan pembelajaran anak. 


3. Evaluasi


Ketika tujuan pembelajaran dibuat seperti apa yang saya jelaskan di atas, maka dengan sangat mudah kita membuat evaluasinya. Karena semua terukur, maka kita bisa membuat daftar tujuan pembelajaran apa saja yang sudah dicapai anak dan yang belum tercapai.


Untuk tujuan pembelajaran yang sudah bisa dicapai, kita bisa menceklisnya dan untuk tujuan pembelajaran yang belum tercapai, kita bisa menganalisis apa yang membuat anak belum bisa mencapainya.


Kita juga bisa mengganti media dan metode pembelajarannya, bila dirasa kurang cocok untuk anak. dan berusaha untuk terus menggali dan menemukan cara agar anak mencapai tujuan pembelajaran tersebut.



Evaluasi ini tentunya sangat penting ya, untuk mengetahui sejauh mana anak-anak mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang kita inginkan. Baik tujuan pembelajaran yang bersifat kognitif, afektif, motorik, mental spiritual, bahasa, dan yang lainnya.



Mudah, kan membuat kurikulum pembelajaran sendiri untuk anak di rumah? Mau mencoba membuatnya untuk anak-anak di rumah?


Bersama BNI Memajukan Pendidikan Indonesia



"Di depan menjadi pemimpin, di tengah mampu memimbing dan mengarahkan, di belakang memberikan dorongan yang kuat" -Ki Hajar Dewantara-

Begitulah bunyi petuah yang diberikan oleh Ki Hajar Dewantara kepada seluruh pendidik di Indonesia. Petuah bijak yang saya dengar dan kemudian saya pelajari dengan sungguh-sungguh tujuh tahun lalu di Universitas Pendidikan Indonesia.

Petuah yang sederhana dan sarat makna yang menjadi landasan oleh para pendidik Indonesia dalam mengemban tugasnya untuk mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

Singkat, jelas, dan padat. Namun pada kenyataanya, petuah bijak ini sangat sulit dan perlu 'keahlian' khusus dalam mengaplikasikannya di dunia pendidikan.

Universitas Pendidikan Indonesia adalah salah satu universitas milik pemerintah yang secara khusus mencetak tenaga pendidik dan kependidikan yang mumpuni, cerdas, dan berkualitas baik secara lahir maupun batin. 

Tenaga pendidik dan kependidikan ini seringkali disebut guru, dosen, pengawas, pengembang kurikulum, widyaiswara/trainner di lembaga Diklat, pustakawan, dan lain sebagainya. 

UPI dengan motto "Leading and Outstanding University" memiliki tanggung jawab yang besar untuk mencetak tenaga pendidikan dan kependidikan yang mampu memajukan pendidikan Indonesia ke arah yang lebih baik.

Menjadi Mahasiswa UPI

Awalnya saya tidak menyangka sama sekali akan kuliah di kota kembang Bandung, Jawa Barat. Dan menjadi salah satu mahasiswa di kampus yang seringkali disebut ex. IKIP Bandung.

Pertama kali saya menginjakan kaki di kampus UPI Bumi Siliwangi Bandung, hal yang pertama kali saya lakukan adalah melakukan registrasi mahasiswa baru. Dan disitulah awal mula saya mengenal Bank BNI.

Antrian mahasiswa baru saat itu mengular di gedung BAAK kampus UPI Bumi Siliwangi Bandung. Ribuan mahasiswa dari berbagai daerah membuat antrian dari pagi hingga sore hari dengan dilayani oleh para petugas Bank BNI.

Kami melakukan pengisian data diri, pengarahan dan juga melakukan sesi 'pemotretan' untuk membuat Kartu Tanda Mahasiswa (KTM). Semuanya dilayani dengan sabar oleh petugas Bank BNI bersama staff administrasi kampus.



csr Bank BNI
Buku Tabungan BNI-ku

csr Bank BNI
KTM pertama ku disponsori Bank BNI *So Happy*

Perjalanan kuliah saya di Bandung diawali dari sini, senang sekali saatnya ketika bocah yang baru saja lulus SMA mendapatkan Kartu Tanda Mahasiswa yang disponsori oleh Bank BNI. 

Yang membuat saya salut adalah ketika melakukan registrasi, antrean yang sangat panjang sepanjang hari tidak membuat petugas BNI lelah melayani kami. Mereka masih tersenyum walaupun saya tahu kami semua (baik mahasiswa baru dan petugas Bank BNI) sudah sangat kelelahan.

Saya sendiri berdiri di gedung BAAK sejak pukul 10 pagi hingga jam 5 sore. 

KTM Pertamaku

Seperti yang saya bilang sebelumnya, memiliki KTM pertama itu benar-benar suatu hal yang luar biasa. Saya simpan baik-baik di dompet hijau kesukaan saya. Walaupun suatu hari dompet saya raib kena copet.

Awalnya saya sangat sedih dan bingung ketika KTM saya hilang dan buru-buru saya membuat laporan ke Customer Service Bank BNI. Alhamdulillah, pelayanan yang nyaman membuat saya tenang, dan selang seminggu kemudian saya memiliki KTM yang baru.

Selain sebagai kartu identitas mahasiswa, KTM BNI bisa digunakan untuk menarik tunai di ATM. Sebagai mahasiswa rantau seperti saya, mempunyai kartu 'ajaib' yang bisa menerima uang transfer dari orang tua sangat penting. 

Designed by Me, Icon by www,freepik.com


Sekolah Favorit Untuk Siapa?

Dok Pribadi


"Jangan lupa, salah satu tujuan negara kita adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa"



Walaupun tidak terlibat dan merasakan secara langsung, tapi gemes juga liat berbagai status yang berseliweran di facebook dan postingan blog tentang penyelenggaraan penerimaan peserta didik baru, khususnya di kota Bandung.

Beberapa emak melayangkan protes lewat akun facebook masing-masing, bahwa penyelenggaraan PPDB tahun ini banyak menuai masalah dan kontroversi. 

Salah satunya masalah mengenai peserta didik yang mendaftar dari jalur non akademis dengan menggunakan SKTM alias Surat Keterangan Tidak Mampu. Disinilah banyak terjadi kecurangan dan kontroversi hati di kalangan masyarakat.

Berikut saya kutip status akun Facebook dari Walikota Bandung Kang Ridwan Kamil.

SETELAH polisi bergerak, Sudah 1000 orang warga mampu/mapan yang ngaku miskin dan pake SKTM (Surat keterangan tidak mampu) mengundurkan diri. Kami beri waktu sampai hari Jumat untuk mundur. Jika tidak, tim polisi akan cek satu-satu rumah tiap pendaftar via SKTM. Setelah ini Polisi akan proses hukum para orang tua yang berbohong dan memanipulasi data dan merugikan mereka yang berhak. Awas ya. Omat.

status berikutnya:

Ada warga miskin pintar dan tidak pintar. Ada warga mapan pintar dan tidak pintar. Yang miskin diurus oleh negara, sekolahnya digratiskan karena tidak mampu. Jika yang miskin ke swasta, rata-rata tidak mampu dan terbukti banyak yang putus sekolah. Yang mapan pintar pasti masuk negeri yang ia mau, karena angkanya baik. Yang mapan tidak pintar/pas-pasan bisa negeri selama bangku ada atau ke swasta yang juga bagus kualitasnya. Itu semangat PPDB tahun ini.

Bukan sistem PPDB nya yang bermasalah, karena sudah berusaha seadil mungkin dalam keterbatasan bangku sekolah negeri. Dan Sistem ini sudah diputuskan secara kolektif oleh Pemkot, Dewan Pendidikan, Forum Peduli Pendidikan, Muspida dll.


Yang jadi masalah adalah: MENTAL para oknum orang tua yang mengajari anak-anaknya, bahwa berbohong adalah biasa, INI adalah bahaya bagi masa depan bangsa ini. Mau dibawa kemana peradaban Indonesia jika generasi mudanya dilatih berbohong. KARENANYA Pemkot akan bertindak tegas agar pelanggar aturan ini tidak menjdi budaya.

Kepolisian minggu ini sudah bergerak menyelidki. jika terbukti orang tuanya mapan mengaku miskin, pasti akan dituntut hukum dan anaknya dicabut dari sekolah yg diminati. Para RT/RW/Lurah dan guru/Kepsek yang terlibat dalam persengkongkolan juga akan ditindak. Besok Kamis, semua kepala sekolah dan Lurah2 akan dipanggil Polrestabes untuk mempertanggungjawabkan.

Orang Tua Instan

tentang tumbuh kembang anak
Kifah dan Teteh Zitta

"Tempat bermain, berteman banyak, itulah taman kami, taman kanak-kanak"
-Penggalan lagu Taman Kanak-Kanak-


Suatu hari di sebuah PAUD.

Ibu A mengeluh:

"Aduh gimana sih, anak saya belum bisa baca. Sekolah disini kok belum bisa baca. Di sekolah lain, anak-anaknya udah pada bisa baca umur segini"


Ibu B pun mengeluh:

"Anak saya pemalu, gak mau ikut baris sama anak-anak lain, katanya gurunya lulusan psikologi, kok gak bisa ngebujuk anak saya"

Ibu C tidak mau ketinggalan ngeluh:

"Anak saya gak mau ditinggal. Ibunya harus ikut ke dalam kelas. Beda banget sama kakaknya dulu. Mending di sekolah X. Disana mah gurunya bisa maksa anak buat mandiri, malah sampe nangis jerit-jerit pun gak apa-apa, anak gak boleh ditemani orang tua"


Itulah sekelumit keluhan para ibu yang riweuh nganter anaknya ke PAUD. Banyak yang mengeluh karena anaknya tidak mandiri, pemalu, tidak bisa baca, dan lain sebagainya.

Dan inti sari keluhan mereka adalah "menyalahkan institusi sekolah"


Komik Digital untuk Pembelajaran yang Menyenangkan

Komik hasil karya suamiku tercintaahh

Mengapa Komik Digital?

Definisi komik sendiri adalah bentuk seni yang menggunakan gambar-gambar yang tidak bergerak dan disusun sedemikian rupa sehingga membuat suatu alur cerita. Biasanya komik diproduksi dalam bentuk cetak seperti koran, majalah, atau berbentuk buku tersendiri. Sedangkan definisi digital sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesi  adalah berhubungan dengan angka-angka untuk sistem perhitungan tertentu; berhubungan dengan penomoran.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa komik digital adalah komik yang dibuat tidak menggunakan printed material, yaitu dengan menggunakan angka-angka untuk sistem perhitungan tertentu. Dalam hal ini biasanya dilakukan oleh si mesin pintar komputer, gadget, smartphone dan sejenisnya.

Perkembangan Anak Usia 4-5 Tahun

Background By Freepik

Sebelumnya saya telah memposting tentang alasan saya memasukkan Kifah ke TK A (baca tulisannya disini). Sekarang saya mau lanjut dulu ke apa saja kompetensi yang harus dapat dilakukan oleh anak berumur 4-5 tahun. 

Parameter ini saya dapatkan dari buku Slow and Steady Get Me Ready oleh June R. Oberlander dalam Buku Pintar Home Schooling karya Jamal  Ma'mur Asmani.

Silakan isi setiap pernyataan dengan nilai A, B, atau C. Dimana A berarti Sering, B berarti jarang, dan C berarti hampir tidak pernah.

Cara memberikan nilainya adalah:

1. Jika ada 20 atau kurang aktivitas yang jarang atau tidak pernah dilakukan, perkembangan terlambat.

2. Jika ada 20 atau lebih aktivitas yang sering dilakukan, perkembangan anak agak terlambat.

3. Jika ada 30 sampai 36 aktivitas yang sering dilakukan, perkembangan memuaskan


Mempertimbangkan Anak Masuk TK

Muhammad Kifah Abdullah Sidik, 4 tahun
Sekarang Kifah hampir 4 tahun dan mau masuk ke TK A tahun ini.

***

Kenapa saya berencana mendaftarkan Kifah masuk TK A tahun ini karena memang ini sudah merupakan keinginannya sendiri. Kifah sudah kepingin sekolah karena melihat teman-temannya yang setiap hari ke sekolah setiap pagi dan Kifah sering minta untuk nyusul temen-temennya ke sekolah. *lengkap dengan tasnya*

Saya gak pernah maksa Kifah untuk sekolah. Sementara ibu-ibu zaman sekarang ada yang cenderung berlomba-lomba untuk memasukkan anak ke sekolah sedini mungkin. Bahkan saya pernah melihat banner sebuah sekolah yang pendidikannya dimulai sejak usia 0 tahun. *tepuk jidat*