Copyright by tettytanoyo. Powered by Blogger.

Sekolah Favorit Untuk Siapa?

Dok Pribadi


"Jangan lupa, salah satu tujuan negara kita adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa"



Walaupun tidak terlibat dan merasakan secara langsung, tapi gemes juga liat berbagai status yang berseliweran di facebook dan postingan blog tentang penyelenggaraan penerimaan peserta didik baru, khususnya di kota Bandung.

Beberapa emak melayangkan protes lewat akun facebook masing-masing, bahwa penyelenggaraan PPDB tahun ini banyak menuai masalah dan kontroversi. 

Salah satunya masalah mengenai peserta didik yang mendaftar dari jalur non akademis dengan menggunakan SKTM alias Surat Keterangan Tidak Mampu. Disinilah banyak terjadi kecurangan dan kontroversi hati di kalangan masyarakat.

Berikut saya kutip status akun Facebook dari Walikota Bandung Kang Ridwan Kamil.

SETELAH polisi bergerak, Sudah 1000 orang warga mampu/mapan yang ngaku miskin dan pake SKTM (Surat keterangan tidak mampu) mengundurkan diri. Kami beri waktu sampai hari Jumat untuk mundur. Jika tidak, tim polisi akan cek satu-satu rumah tiap pendaftar via SKTM. Setelah ini Polisi akan proses hukum para orang tua yang berbohong dan memanipulasi data dan merugikan mereka yang berhak. Awas ya. Omat.

status berikutnya:

Ada warga miskin pintar dan tidak pintar. Ada warga mapan pintar dan tidak pintar. Yang miskin diurus oleh negara, sekolahnya digratiskan karena tidak mampu. Jika yang miskin ke swasta, rata-rata tidak mampu dan terbukti banyak yang putus sekolah. Yang mapan pintar pasti masuk negeri yang ia mau, karena angkanya baik. Yang mapan tidak pintar/pas-pasan bisa negeri selama bangku ada atau ke swasta yang juga bagus kualitasnya. Itu semangat PPDB tahun ini.

Bukan sistem PPDB nya yang bermasalah, karena sudah berusaha seadil mungkin dalam keterbatasan bangku sekolah negeri. Dan Sistem ini sudah diputuskan secara kolektif oleh Pemkot, Dewan Pendidikan, Forum Peduli Pendidikan, Muspida dll.


Yang jadi masalah adalah: MENTAL para oknum orang tua yang mengajari anak-anaknya, bahwa berbohong adalah biasa, INI adalah bahaya bagi masa depan bangsa ini. Mau dibawa kemana peradaban Indonesia jika generasi mudanya dilatih berbohong. KARENANYA Pemkot akan bertindak tegas agar pelanggar aturan ini tidak menjdi budaya.

Kepolisian minggu ini sudah bergerak menyelidki. jika terbukti orang tuanya mapan mengaku miskin, pasti akan dituntut hukum dan anaknya dicabut dari sekolah yg diminati. Para RT/RW/Lurah dan guru/Kepsek yang terlibat dalam persengkongkolan juga akan ditindak. Besok Kamis, semua kepala sekolah dan Lurah2 akan dipanggil Polrestabes untuk mempertanggungjawabkan.

Oke, saya tidak akan menyoroti tentang kasus kecurangan penggunaan SKTM atau apalah itu. Yang saya ingin bahas kali ini adalah tentang adanya kata Siswa Miskin, Siswa Kaya, Siswa Pintar, Siswa Tidak Pintar.
--------
Pada PPDB sebelumnya, saya bertemu dengan seorang orang tua murid yang berhasil memasukkan kedua anaknya (SMP dan SMA) ke sekolah yang dianggap favorit atau unggul di Bandung. 

Sang ibu senang luar biasa, kedua anaknya berhasil masuk ke sekolah unggulan. Yang katanya proses pembelajarannya unggul, tenaga pendidiknya unggul, sarana dan pra sarana juga unggul. Dan memang ia merasa layak karena anak-anaknya memiliki otak yang cemerlang alias pinter-pinter.

Kemudian muncul lintasan pikiran di benak saya, kalau sekolah favorit hanya untuk siswa yang sudah memiliki otak yang cerdas luar biasa, lalu bagaimana nasib siswa yang memiliki otak pas-pasan, gak cerdas-cerdas amat *nunjuk diri sendiri*

Jawabannya: ya kan masih ada sekolah yang lain, *tapi ngga favorit.

Iya sih memang, masih bisa sekolah yang bukan termasuk sekolah favorit atau semi favorit, tapi bukankah itu sudah membuat sistem KASTA bagi para peserta didik.

Jujur saja, dari lubuk hati yang paling dalam saya kurang setuju. Karena yang saya pahami, hakikatnya sekolah itu justru untuk mendidik anak yang kurang pintar menjadi lebih pintar. Kalau input sekolah sudah bagus dari awal, ya bisa diprediksi outputnya pun tidak akan jauh berbeda.

Lagian, menurut logika saya yang cetek ini, sekolah yang berprestasi adalah sekolah yang banyak memberikan perubahan bagi anak didiknya, dari yang tidak bisa menjadi bisa, yang tidak berprestasi jadi berprestasi, yang tadinya tidak unggul menjadi unggul.

Kalau dari awal sekolah sudah menerima yang bagus-bagus saja, ya sulit juga untuk mengatakan sekolah itu berprestasi atau tidak. 

Fungsi sekolah akhirnya menjadi kabur, karena diawali dengan label favorit dan tidak favorit. 

Teman saya pernah mengeluh, bahwa ia pernah merasa jadi 'anak buangan' ketika tidak diterima di sekolah yang memiliki label favorit dan terpaksa sekolah di sekolah yang biasa-biasa saja. Ujung-ujungnya ya jadi minder.

Dan untuk anak yang bisa sekolah di sekolah favorit akhirnya bisa memiliki prestise atau kebanggaan tersendiri. Inilah yang saya sebut KASTA.

Solusinya gimana?

Di Korea Selatan, anak-anak bersekolah berdasarkan wilayah tempat tinggalnya masing-masing. Jadi, anak-anak yang tinggal di daerah A wajib mendaftar di daerah A, dan nanti pemerintah daerah yang menentukan anak tersebut akan ditempatkan di sekolah yang mana di wilayah A.

Namun, cara seperti ini tidak serta merta menghilangkan kecurangan, ada beberapa orang tua yang sengaja memalsukan alamat rumah agar bisa masuk ke sekolah di wilayah yang diinginkan (karena dianggap sekolah tersebut lebih baik).

Di Finlandia, di sana tidak ada sekolah unggulan. Karena semua sekolah dibuat menjadi unggulan. Jadi, tidak ada perbedaan yang signifikan antara sekolah yang satu dengan yang lainnya. Sehingga para orang tua bebas memilih sekolah yang diinginkan, karena kualitasnya sama rata.

Bahkan, sekolah swasta pun diberikan monitoring khusus, tidak boleh memiliki 'perbedaan' yang mencolok dengan sekolah yang lain.
-------
Menurut saya, cara di Korea Selatan ataupun di Finlandia akhirnya mampu meminimalisir segala bentuk 'pengkastaan' yang dialami oleh para peserta didik. Karena pada hakikatnya sekolah adalah sebuah lembaga yang didirikan untuk mendidik dan mempersiapkan peserta didik untuk hidup di masyarakat.

Sedih juga kalau anak kita atau bahkan kita para orang tua dimasukan kedalam kelas-kelas, miskin pintar, miskin tidak pintar, kaya pintar, kaya tidak pintar. Padahal, secara undang-undang kita memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pencerdasan.

Kalau lah saya boleh berkomentar, walikota Bandung memang sedang melakukan pembenahan-pembenahan agar akses pendidikan makin merata bagi semua kalangan di Kota Bandung.

Namun, pada pelaksanaannya, kecurangan dan manipulasi data masih dilakukan oleh para oknum orang tua dengan menggunakan SKTM. 

Saya sendiri pernah 'bermasalah' dengan SKTM (lah jadi beda bahasan? gapapa lah sekalian). Penggunaan SKTM ini masih rancu di masyarakat. Saya sendiri pernah dipaksa membuat SKTM oleh kampus karena saya mendapatkan beasiswa prestasi. 

Padahal saya merasa tidak layak untuk membuat SKTM, tapi pihak kampus beralasan "gak apa-apa kok, cuman buat syarat administrasi"

Lah, ini kan fatal, SKTM bisa dibuat HANYA untuk persyaratan administrasi, bukan karena kita benar-benar tidak mampu. 

Koreksi lagi bagi pemerintah.

-------

Semoga ke depan, wajah pendidikan Indonesia menjadi lebih baik lagi. Tak perlu lagi saling sikut untuk mendapatkan kualitas pendidikan terbaik. Tak perlu lagi memanipulasi data untuk bisa sekolah di tempat yang terbaik. Tak perlu lagi mengajarkan kepada anak bahwa kebohongan itu legal. 

Mudah-mudahan, Indonesia memang sedang menuju kesana.

Semoga Bermanfaat :)

9 comments

  1. iya sedih banget, teteh dulu pas di kampus akhirnya ga dapat beasiswa karena ga mau bikin SKTM karena di keluarga merasa cukup.. miris liat orang yang mampu tapi bikin SKTM untuk meloloskan keinginannya.. masuknya subhat bukan yaa klo gt.. ckckck

    ReplyDelete
  2. itulah fenomena yang sedang berkembang sekarang, sekolah menjadi ajang perbedaan status sosial di masyarakat. padahal, seharusnya bukan the best input yang menjadi yg utama, the best process yang seharusnya diutamakan, bagaimana menjadikan anak-anak yang nggak ngerti menjadi ngerti dsb. :9

    ReplyDelete
  3. Kebohongan seperti sudah dilazimkan di semua lini masyarakat :(

    ReplyDelete
  4. hmmm... seandainya semua sekolah negeri mempunyai kualitas yg sama...

    ReplyDelete
  5. Sekolah dengan rayon seperti itu sudah diterapkan juga di Kendari sini.. Yang masalah SKTM itu saya juga gemas, dukung banget..

    ReplyDelete
  6. Iya nih, banyak banget yang pake SKTM palsu. Kasian yang seharusnya nerima tapi gak mau ngurus karena ribet. Hmmm sejak zaman aku sekolah suda begitu. Eh, zaman udah berubah, masih aja ada yang begitu. :(

    ReplyDelete
  7. maunya kaya di Finlad, semua sekolah adalah unggulan :)

    ReplyDelete
  8. @Alya: Iya semoga yang benar diberikan yang baik, yang salah bisa menerima konsekuensinya

    @Sri: ihhh aku akhirnya bikinn teteh T_________T dipaksa bikin sama akademik fakultas.. fufufu

    @Putri: kadang mental gratisan jadi masalah, dan kita ga bisa liat keadaan orang lain yang sebenarnya lebih butuh dibanding kita yaa.. hiksss

    @Arian: iya, lagian kalo anaknya udah pinter-pinter mah sekolah juga enak ngajarinnya, yang susah itu justru bikin sekolah yang bisa membuat anak didik yang inputnya kurang bagus hasilnya jadi bagus setelah lulus sekolah

    @Zahra: semoga kita gak ikut-ikutan melegalkan ya, kita berani bersuara untuk kebenaran

    @Nathalia: Harusnya begitu ya Mbak, Indonesia moga makin cepat pemerataan kualitas pendidikannya, sampe ke pelosok. Aamiin

    @Irly: oh bgtu mbak, boleh dijadikan contoh tuh Kendari

    @Nia; gimana ya mbak, masyarakat kita kynya susah buat jujur, hadeuuuhhhh

    @Kania: iya makkk aku juga mau banget, ga rebutan sekolah da semuanya udah bagusss

    ReplyDelete

Terima kasih telah berkunjung ke blog ini, silakan tinggalkan komentar yang baik dan positif ya :D