Copyright by tettytanoyo. Powered by Blogger.

Whatsapp Group antara Kebutuhan dan Pendidikan Karakter Anak #Opini



Halo! Assalamu'alaikum


Annyeong, yeorobun!

Bagaimana kabarnya teman-teman on line-ku? Mudah-mudahan kabarnya baik di hari Selasa ini. Jujur sekali, semenjak tahun ajaran baru dimulai, dengan dua anak bersekolah dasar, saya merasa sangat lelah dan over load informasi.


Karena apa? Karena Whatsapp Group bertambah lagi dua buah (Handphone semakin lambat, sering hang, dan mulai memanas, hahaha).


Setiap kelas, pasti memiliki dua grup. Satu grup bersama sekolah dan wali kelas, satu lagi grup yang berisi wali murid saja. Sejak tahun ajaran baru, otomatis ada dua Whatsapp Group sekolah, dua milik kelasnya Kifah dan dua lagi milik kelas Aldebaran.


Dengan dua grup memiliki logo yang sama (logo sekolah) kadang saya merasa 'pusing' membacanya, entah kadang tugas yang ada di grup kakak, malah saya lakukan untuk adik, atau pun sebaliknya. Ke-hectic-an ini benar-benar membuat saya lelah, notif yang terus menerus, pemberitahuan penyimpanan handphone yang penuh, membuat saya putar otak untuk menghapus berbagai aplikasi, foto, file, dll. Fiuhh.


Adakah yang merasakan yang sama dengan saya?


Bahkan ketika menulis ini pun, notifikasi merah di Whatsapp Group terus menerus bertambah. Huwaaa.


Mengapa saya memberikan judul 'antara Whatsapp Group antara Kebutuhan dan Pendidikan Karakter Anak?


Karena ini yang saya rasakan selama menjadi wali murid sekian tahun lamanya. Memang, di era digital,  teknologi komunikasi dan informasi yang makin berkembang, semua ini serba memudahkan. Komunikasi via Whatsapp Group tentunya sangat efektif untuk memberikan berbagai informasi, tugas, dll,


Namun pada kenyataannya, tetap saja, teknologi tidak hanya memiliki sisi positif, tetap saja ada sisi negatif dari sebuah teknologi (in my opinion).


"Bu, tolong simpankan buku anak saya yang ketinggalan."

"Bu, maaf tolong dampingi anak saya makan, karena belum bisa mandiri."

"Bu, tolong ini, tolong itu."

"Maaf Bunda, tolong bawakan crayon ananda yang ketinggalan."

"Maaf Bunda, tolong beri tahu ananda, hafalan surat dan PR harus dikumpulkan besok."

Dan lain sebagianya.


Familiar dengan kalimat di atas?


Apa yang saya lihat di dalam fenomena ini?


Tentunya ada komunikasi dua arah dalam Whatsapp Group ini. Yakni pihak orang tua dan pihak guru. 


Pertama, pihak orang tua, yang kadang suka meminta tolong kepada guru, melakukan hal A, melakukan hal B. Wali kelas/guru malah cenderung menjadi asisten pribadi bagi si anak. Kedua, orang tua, yakni pihak yang sering kali mendapat derasnya informasi dari sekolah, hingga kadang overload informasi, karena grup sekolah tertumpuk dengan grup yang lain, akhirnya informasi dari sekolah banyak yang tidak terbaca.


In My Opinion


Baik orang tua, maupun guru, harusnya memiliki batasan. Informasi mana yang bisa disampaikan kepada anak saja di sekolah, tidak perlu menggunakan grup whatsapp, dan informasi mana yang harus disampaikan kepada orang tua via grup whatsapp (informasi pembayaran uang sekolah misalnya).


Merujuk ke sekolah zaman saya dulu. Informasi tugas atau PR, harus dicatat di buku catatan, atau diberikan surat dari sekolah, atau menggunakan buku penghubung antara guru dan siswa.


Cara berkomunikasi antara guru dan orang tua zaman saya sekolah dulu


Orang tua pun sama, harus memiliki batasan, aktivitas apa yang perlu pendampingan atau bantuan gurunya, dan aktivitas mana yang menurut orang tua menjadi tanggung jawab anak itu sendiri (bukan tanggung jawab guru). Misalkan, penghapus atau buku yang hilang, biarkan anak yang mencari dan bertanggung jawab atas barangnya yang hilang. Tidak usah meminta tolong hal yang tidak perlu kepada guru, karena pasti menjadi 'beban' tersendiri bagi guru. 


Baca juga: PPDB Seleksi Usia, Mengatasi Masalah dengan Masalah


Apa Pengaruhnya dengan Karakter Anak?


Tentu banyak sekali pengaruhnya. Pertama tentang kemandirian anak. Kalau setiap barang yang hilang, orang tua harus terus menerus meminta tolong kepada guru, maka di dalam benak anak akan terbersit, 


"Ah, gak apa-apa hilang juga, nanti juga Mama bakal Whatsapp Bu Guru"


Begitupun sebaliknya, ketika guru memberikan tugas kepada anak, sebisa mungkin melalui anak saja, tidak perlu setiap tugas harus diumumkan di grup whatsapp sekolah.


"Yah, nanti kalau anak saya lupa bagaimana?"


Yaitulah, anak justru diajarkan tentang tanggung jawab dan konsekuensi. Anak bertanggung jawab mengingat dan mencatat setiap tugas atau PR. Anak juga belajar menanggung konsekuensi jika tidak membawa tugas atau mengerjakan PR. Sehingga, anak tidak menganggap remeh setiap tugas dari guru, dan anak dengan mudahnya berfikir,


"Mah, tolong tanyain Bu Guru dong, tugasnya tadi apa aja?"


OMG! 

Saya benar-benar sedih melihat pola-pola seperti ini. Dimana orang tua dan juga guru, terus-terusan 'melayani anak-anak' sehingga kemandirian, tanggung jawab, kecerdasan memecahkan masalah, berpikir cepat dan kritis hanya menjadi angan-angan.


"Nanti juga udah gede, anak bisa ngerti sendiri, kok."


NOPE!!!


Karakter bukan sulap sim salabim abrakadabra, karakter adalah sebuah bentuk sikap yang dibiasakan, dan ditempa sedari kecil.  


Satu lagi, selain kemandirian dan kedisiplinan, anak-anak juga harus belajar berkomunikasi dengan yang orang yang lebih dewasa/tua. Ketika anak terbiasa berkomunikasi langsung dengan guru, bertanya tentang pelajaran atau apapun yang dia ingin tanyakan kepada gurunya, skill komunikasi mereka juga terasah.


Bukan hanya tentang berkomunikasi satu arah, anak-anak juga belajar merespon setiap emosi, mimik, atau pun sikap dari guru ketika memberikan respon. Karena suatu hari, hal-hal seperti ini hal yang akan menjadi skill utama yang membuat mereka survive.


Kebayang, dong, ah. Masa anak kita nanti mau menghubungi dosen pembimbing, profesor, atau bahkan siapapun, minta tolong sama ibunya?


Bu Elly Risman, Psikolog Anak dan Keluarga pernah berkata:


"Tugas setiap orang tua adalah mempersiapkan anaknya BERPISAH dengannya. Maka, mendidiknya agar manjadi DISPILIN dan MANDIRI adalah yang harus diupayakan oleh orang tuanya."


"Kita tidak pernah tahu, anak kita akan terlempar ke belahan Bumi Allah yang mana nanti. Maka izinkan lah, ia menyelesaikan masalahnya sendiri."

 

Memang benar, sulit bagi kita untuk menghindari perubahan dan kebutuhan akan teknologi. Kita harus beradaptasi, namun tetap kita harus memiliki batas dan 'kuasa' atas teknologi tersebut. Karena seperti yang kita tahu, teknologi bagai dua mata pisau yang bisa bersifat positif dan negatif, dan bagaimana kita menggunakannya.


Karena, satu hal yang memang tidak bisa tergantikan oleh teknologi, seperti apapun canggihnya, yakni mendidik atau membentuk karakter/akhlak seseorang seorang anak.


Bagaimana opini Mama tentang hal ini? 



***


Pada label opini ini, murni adalah opini saya pribadi. Tentu boleh memiliki opini yang tidak sama, namun tetap berkomentar dengan baik dan sopan ya, agar sama-sama bisa belajar saling menghargai dalam memaknai suatu fenomena. Trimikisi.

4 comments

  1. Kalau anak sudah mulai sekolah memang penting memantaunya dari jauh, mengingat guru juga orang tuanya di sekolah sedikit tenang kalau bisa berkomunikasi lewat whatsapp group begini. Banyak juga kemudahan yang diberikan dari sana, terima kasih sharingnya!

    ReplyDelete
    Replies
    1. yaps memang kemudahan teknologi itu ga bisa dipungkiri ya mba

      Delete
  2. HP ku ini udah sisa sedikit lagi memory-nya. Selalu ada notif perlu hapus file. hahaha ...
    kalau di sekolahnya anakku pakai platform Microsoft, bukan Google. Dari e-mail, tugas-tugas bisa baca di Ms Teams, lalu ada chat di Telegram tapi itu minim juga sih. Enakan buka Teams. Trafficnya gak ramai lah jadi masih bisa dipantau.

    ReplyDelete
    Replies
    1. sama banget, udah memori dikit, banyak banget chat. Suka banyak chat tenggelam gak kebaca. Entah emang WA paling mudah buat dibikin dan dipantau, tetapi ya paling crowded juga jadinya, buanyak banget yang dishare via WA yang bikin kunang2 kalau dibaca semua, wkwkwkw

      Delete

Terima kasih telah berkunjung ke blog ini, silakan tinggalkan komentar yang baik dan positif ya :D