Copyright by tettytanoyo. Powered by Blogger.

Ibu Rumah Tangga Bisa Terjebak Toxic Productivity?

 



"Kok aku ga produktif banget, ya?"

"Ibu rumah tangga lain kok bisa sih, bikin konten terus? Bikin blog, vlog, postingan instagram?"

"Apa aku males, ya?"

"Apa aku gak bisa atur waktu, ya?"

Familiar dengan kata-kata seperti di atas? Merasa gagal produktif setiap hari, merasa gak bisa atur waktu? seakan orang lain bisa menghasilkan banyak karya sedangkan kita ngga?


Mungkin saja, kamu (sebagai ibu rumah tangga) terjebak dalam toxic produktivity. Akhir-akhir ini, saya sering mendengar istilah ini di media sosial, karena penasaran, saya cari informasinya di google dan media sosial.




Apa itu Toxic Productivity?

“Toxic productivity adalah keinginan tidak normal untuk menjadi produktif setiap saat. Namun, produktivitas yang berlebihan justru bisa menyebabkan burnout dan mengganggu kesehatan mental yang malah membuat kamu menjadi kurang produktif. Dengan mengenali tanda-tandanya dan berusaha untuk meluangkan waktu untuk beristirahat, toxic productivity bisa diatasi.”


Toxic productivity sebenarnya adalah istilah lain untuk workaholic atau kecanduan kerja. Istilah tersebut untuk menggambarkan keinginan tidak sehat yang dimiliki seseorang untuk menjadi produktif setiap saat dengan segala cara. Orang yang mengalaminya merasa butuh untuk bekerja lebih keras, baik di tempat kerja maupun di rumah, bahkan ketika mereka sebenarnya tidak perlu melakukan hal itu.

Keinginan untuk menjadi produktif tidak berhenti begitu pekerjaan selesai. Setelah pengidap toxic productivity selesai melakukan suatu pekerjaan atau proyek, mereka mungkin akan merasa bersalah karena tidak mengerjakannya dengan lebih baik atau lebih banyak. Bagi pengidap, tidak pernah ada kata cukup.

Simone Milasas, pelatih bisnis dan penulis Joy of Business mengungkapkan bahwa toxic productivity akan membuat seseorang merasa gagal ketika ia tidak bisa terus-menerus menjadi produktif. Pengidap lebih berfokus pada apa yang belum ia lakukan ketimbang melihat apa saja yang sudah ia kerjakan atau capai.

(Sumber: Halodoc).


Sebagai ibu rumah tangga, terkadang saya pun merasa tidak produktif lantaran melihat orang lain bisa lebih menghasilkan sesuatu setiap harinya. Saya penasaran bagaimana mereka mengelola waktu di rumah. Mereka bisa, kenapa saya tidak bisa?


Kemudian pada suatu saat, ketika saya membuat konten di blog atau di media sosial, saya merasa tidak cukup, merasa harus membuat lebih banyak (agar bisa merasa produktif), dan merasa bersalah jika seharian saya 'tidak ngapa-ngapain', namun nyatanya semua itu bukan lah sesuatu yang baik.


Baca juga: Ketika Ibu Kelelahan


Jika di atas Toxic Productivity disebut workaholic atau kecanduan kerja, ada juga yang membedakan antara Toxic Productivity, Workaholic, dan Hustle Culture.


Ikhsan Bella Persada, M.Psi., Psikolog mengatakan bahwa ketiganya memiliki perbedaan.

“Orang yang terjebak di situasi toxic productivity punya pikiran yang keliru bahwa ia harus terus mengembangkan diri. Jika tidak produktif, ia akan merasa bersalah,” kata Ikhsan.

“Sedangkan orang yang workaholic, mereka hanya suka bekerja melebihi batas waktu yang ditetapkan sehingga aspek lain di dalam hidupnya terbengkalai,” sambungnya.

Bagaimana dengan hustle culture? Menurut Ikhsan, hustle culture adalah budaya yang diyakini individu bahwa aspek terpenting dalam hidup adalah bekerja keras.

Ketiganya memang mirip dan berhubungan. Akan tetapi, orang yang berada dalam situasi toxic productivity biasanya langsung merasa tidak berguna ketika lebih dari 1 atau 2 jam tidak melakukan apa pun.

(Sumber: Klik Dokter).


Baca juga: Post Power Syndrom


Dududu, sedih ya rasanya jadi orang zaman sekarang, banyak sekali penyakit yang menyerang kesehatan mental. Saya jadi membayangkan apakah orang zaman dulu hidupnya se-rusuh sekarang? apa kehidupan zaman dulu bisa lebih lambat?


Beberapa Hal yang Bisa Dilakukan


Jika kita merasa 'ngga ngapa-ngapain' itu ngga produktif, lebih baik kita atur kembali mind set kita, apalagi ibu rumah tangga, kayaknya gak mungkin banget di rumah itu ngga ngapa-ngapain, ya, gaes.


1. Membuat to do list Harian

To do list berguna untuk melihat kegiatan apa saja yang akan dan sudah kita lakukan. Terkadang ibu rumah tangga merasa tidak melakukan apapun, dikarenakan lupa atau hal lain, padahal ia sudah melakukan banyak hal yang positif setiap harinya.


To do list sangat penting agar kita bisa mengevaluasi dan mengapresiasi
apa saja yang sudah kita kerjakan


Saya juga sering menggunakan to do list melalui website online seperti https://milanote.com/




Aplikasinya sangat mudah digunakan, simpel, dengan desain yang minimalis

Silakan klik: 
https://www.milanote.com/refer/rcDXFA7lt8nwrAPypp

Untuk menggunakan aplikasi Milanote website juga, yaa.


Baca juga: Stop Multitasking!


2. Kesehatan Jiwa dan Raga Menjadi Prioritas

Banyak yang mengira bahwa produktif hanya berkaitan dengan pekerjaan saja, padahal, menjaga kesehatan mental dan fisik merupakan kegiatan yang tidak kalah prioritas. 

Misalkan, agendakan bersepeda atau berjalan kaki setiap hari, atau seminggu sekali. Minimal kita keluar rumah untuk merasakan hangatnya sinar matahari.


Baca Juga: Menjadi Ibu Minimalis dengan Tiara Pot dan Rice Cooker Donabe. Masak jadi Lebih Mudah!


3. Memiliki Jam Pekerjaan Terpisah 

Jika kita merasa ingin melakukan hal yang produktif, misalkan membuat konten, dll. Hal ini bisa kita pisahkan menjadi agenda mingguan atau bulanan. Sehingga, target yang kita lakukan adalah target mingguan atau bulanan saja. 


Gak usah ngoyo! Itu mungkin bahasa Jermannya, ya.


Sedangkan aktivitas harian sebagai ibu rumah tangga, ya sudah, menjadi aktivitas produktif yang dilakukan setiap hari. Beberes rumah, mengurus anak, menyiapkan bekal dan sarapan, mencuci baju, dll adalah sebuah kerja produktif, karena dengan kita melakukan itu, roda kehidupan keluarga kita terus berputar setiap harinya.


Baca juga: 5 Cara Rumah Selalu Rapi Ketika Bersama Anak


Target adalah hal yang bisa kita jadikan acuan atau gambaran
mengenai hal apa yang harus kita lakukan/persiapkan untuk mencapai
tujuan tersebut


4. Tidak Mengejar Dunia Berlebihan

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah tentang dunia yang kita kejar. Seperti kata pepatah, dunia itu bagai bayangan, semakin dikejar, ia akan lari. Dunia juga bak air laut, yang semakin diminum akan membuat kita semakin haus.

Sementara akhirat yang selamanya, tidak kita kejar dengan maksimal, justru kita cenderung bermalas-malasan dengan urusan akhirat.


5. Merasa Cukup

Merasa cukup memang salah satu hal yang sangat menantang bagi kita, ya. Apalagi ditengah gempurang media sosial dimana kita bisa melihat banyak orang yang memperlihatkan berbagai keberhasilannya.


But, stop merasa insecure, ya. Dirimu bukan untuk dibandingkan dengan orang lain. 


***


Ada kalanya memang bekerja itu menyenangkan, produktif itu membuat bahagia. Namun ketika sudah berlebihan dan malah membuat stress atau burn out, ada baiknya kita mengevaluasi kembali arah tujuan hidup kita.


Pernahkah kamu merasa terjebak dalam Toxic Productivity? Sharing yuk, di kolom komentar :D







5 comments

  1. Aku lagi nikmatin waktu-waktu santuy, jd ngelistnya yg santuy santuy, bener2 emak rumah tangga 😅

    Waktu masih kerja mah, kayanya kalo santai itu berasa berdosa krn kek ga ada yg dikerjain, huhu, holic, gak sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya kalau udah workaholic kayaknya stres banget ya kalau kerjaan ga buru2 diberesin, pikiran lelah sangat pasti kalau ga bisa bagi2 waktu sm prioritas

      Delete
  2. Iyaps workaholic yang lebih saya kenal, sering banget sih ngalami burnout karena ini. Biasanya karena sekali lancar nulis pengin nulis terus enggak berhenti jadi memburu pekerjaan dan kalau udah lelah banget kerasa tegangnya otak. Memang agak beda, sebagai ibu rumah tangga juga perlu bersantai karena pekerjaan rumah juga menanti. Terima kasih sharingnya!

    ReplyDelete
  3. kupikir toxic productivity itu workaholic ternyata beda walau mirip yaa
    akupun kadang begini nih apalagi lihat teman-teman update blog, medsos yang cakep-cakep sementara aku pegang HP terbatas banget waktunya, udah rebutan sama bocah, hahah. Memang kudu sadar diri dan buat to-do list it really works!
    btw, kangen collabs lagi, bahas mental health kayaknya seru.

    ReplyDelete
  4. Wah mba berdasarkan penjelasannya kayaknya aku lagi terkena toxic productivity ini. Persis seperti kalimat pembuka artikel ini. Aku merasa tidak berguna.

    ReplyDelete

Terima kasih telah berkunjung ke blog ini, silakan tinggalkan komentar yang baik dan positif ya :D