Copyright by tettytanoyo. Powered by Blogger.
Showing posts with label Book of The Month. Show all posts

Review Buku Anti Stres Hadapi Tantrum Pada Anak

 
cara mengatasi tantrum pada anak


“Anak itu dititipkan kepada kita tanpa manual booknya, maka dari itu orang tua harus senantiasa belajar bagaimana cara mengasuh dan mendidik anak-anaknya tanpa putus asa.”


Kenapa saya menyelipkan kata ‘Putus Asa’ pada kutipan di atas? Karena saya pernah merasakan berada di titik terendah mengasuh anak, bisa dibilang hampir ‘putus asa’.


Mengapa demikian? Penyebabnya adalah tantrum pada anak yang tidak kunjung usai. Tantrum yang menyita dan menguras seluruh energi, emosi, waktu, pikiran, dan lain sebagainya.


“Ulangi!”

“Buang!”

“Bikin lagi!”


Begitulah jeritan Kifah saat masih berusia 2 sampai 3 tahun ketika apa yang saya lakukan itu ‘Salah Prosedur” di matanya.


Misalkan saya membuatkan segelas susu. Entah apa yang salah, saya pun tidak paham. Ia kemudian menjerit dan memerintahkan untuk “Buang!” “Ulangi!” yakni meminta saya membuat ulang susunya tersebut. Entah takarannya yang salah, gelasnya yang salah, atau tingkat kehangatan airnya yang salah, sampai sekarang pun masih menjadi misteri bagi saya dan suami.


Sedihnya lagi, kejadian seperti ini sering terjadi di malam hari, bahkan tengah malam. 


Saya pernah bercerita di blog ini, ketika saya tinggal di daerah Parung Bogor, tetangga berdatangan ke rumah. Membawa air do’a, kacang hijau, garam, dan lain lain. Mereka mendengar teriakan Kifah dan menyangka kalau Kifah diganggu ‘penunggu rumah’ karena rumah yang saya tempati sudah lama kosong sambil menunggu penyewa datang oleh pemiliknya.


Tentunya saya merasa rumah itu baik baik saja, tidak ada masalah. Yang bermasalah adalah tantrumnya Kifah yang menjadi jadi jika malam telah jiwa. Membuat saya stres dan ketakutan jika malam datang, karena ia pasti akan menjerit jerit mengingingkan sesuatu.


cara mengatasi tantrum pada anak
Kakak Kifah yang dulu pernah tantrum ketika batita



Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tantrum didefinisikan sebagai kemarahan dengan amukan karena ketidakmampuan mengungkapkan keinginan atau kebutuhan dengan kata kata. Dari definisi tersebut, terlihat bahwa tantrum umumnya terjadi pada anak anak. 


Tantrum paling sering dialami oleh anak anak yang berusia dua tahun. Mengapa demikian? Sebab, pada usia tersebut, seorang anak sedang mengembangkan kemampuan berbahasa. 


Anak balita belum bisa mengungkapkan perasaan, keinginan dan kebutuhannya secara tepat. Ia merasa kesal dan frustasi saat orang dewasa terutama orang tua tidak mengerti sesuatu yang dimaksud. Rasa kesal dan frustasi inilah yang pada akhirnya menyebabkan tantrum. 


(Buku Anti Stres Hadapi Tantrum Pada Anak, Dian Farida Ismyama, Hal. 16)


Memiliki anak yang sering sekali mengalami tantrum, alias emosi yang meledak tidak terkontrol dengan baik tentu menyebabkan orang tua menjadi frustasi, minder, dan malu jika tantrum yang dilakukan oleh anak terjadi ketika berada di ranah publik. Atau minimal sedang bersama rekan atau keluarga orang tua. Kesannya, “Kok gak bisa sih mengontrol tingkah laku anak? Sampai jerit jerit ngga karuan begitu?”


Saya pernah berada di posisi tersebut. Dimana anak orang lain jauh lebih ‘kalem’ dibandingkan Kifah pada saat itu. Hingga kerap kali nyinyiran pun terlontar kepada saya dari para Ibu yang menurut saya kurang empati terhadap permasalahan yang dialami oleh keluarga yang lain. 


Maka dari itu hingga sekarang, saya dan suami sangat paham betul, ketika ada anak yang tantrum di depan umum. Bagaimana perasaan orang tuanya, sehingga berusaha tidak men-judge atau malah menghakimi orang tua tersebut tidak bisa mendidik anak.


Pengalaman Tak Terlupakan


Menghadapi tantrum pada anak, apalagi saat itu anak pertama, saya dan suami masih belum memiliki banyak ilmu, tentunya membuat hal tersebut menjadi pengalaman yang tidak terlupakan. Dimana setiap hari terasa sangat lelah sekali karena emosi yang terus menerus terkuras untuk menghadapi tantrum yang terjadi pada anak.


Pengalaman orang tua yang menghadapi tantrum pada anak, tentunya menjadi sebuah pelajaran bagi orang tua lainnya. Agar mampu mengetahui DO and DON’T ketika anak kita memiliki gejolak emosi yang hampir serupa.


Review Buku: Anti Stres Menghadapi Tantrum Pada Anak


cara mengatasi tantrum pada anak
Buku anti stres hadapi tantrum pada anak karya Mbak Dian Farida Ismyama


Bicara masalah tantrum pada anak, Mbak Dian Farida Ismyama, seorang Parenting Blogger yang saya kenal dengan baik,  menuliskan pengalamannya menghadapi tantrum putrinya dengan sangat baik pada sebuah buku yang berjudul ‘Anti Stres Hadapi Tantrum Pada Anak’.


Di buku anti stres hadapi tantrum pada anak ini, Mbak Dian menceritakan bagaimana ia berjuang menghadapi tantrum pada anaknya yang berlangsung cukup lama. Bahkan Mbak Dian mengikuti berbagai macam pelatihan untuk menghadapi situasi tantrum pada anaknya hingga konsultasi dari satu psikolog ke psikolog lainnya.


Sungguh saya salut dengan perjuangan Mbak Dian yang mampu sabar, tegar, hingga jatuh bangun belajar mengenai tantrum pada anak. Belajar dan belajar terus, agar masalah tantrum tersebut bisa diatasi dengan baik.


Menurut saya, sharing pengalaman sebagai orang tua seperti ini sangatlah penting. Karena menurut pengalaman saya dulu, dunia terasa sangat gelap, saya kebingungan harus bagaimana, lingkungan tidak mendukung, justru malah menghakimi, ketika tantrum pada anak tak kunjung berlalu.


Dengan membaca kegigihan Mbak Dian dalam mencari jawaban dan solusi atas masalah tantrum ini, saya merasa bahwa ternyata saya tidak sendiri. 


Banyak sekali orang tua berada pada ujian yang sama, namun tidak tahu harus kemana dan berbuat apa. Menurut saya, sharing pengalaman dari Mbak Dian ini sangat mencerahkan, untuk para orang tua yang sedang ‘terjebak’ situasi tantrum pada anak.


Selain itu, yang saya suka dari Buku Anti Stres Hadapi Tantrum Pada Anak karya Mbak Dian ini adalah cerita yang sangat relate dengan keseharian kita sebagai orang tua ketika terjebak dalam situasi tantrum anak. 


Contohnya ketika Mbak Dian menceritakan anaknya yang terus merengek, sedangkan Mbak Dian dalam kondisi yang sangat lelah. Emosi jadi tidak terkendali, dan BOOM! Pecahlah tantrum pada putrinya. 


Jujur saya sering sekali dalam kondisi tersebut, dan ujung ujungnya malah ikutan stres, bingung mau ngapain. 


Satu lagi. Buku ini sangat aplikatif! Tak hanya sekedar teori. Mbak Dian menceritakan bagaimana ia belajar menerapkan pola-pola komunikasi yang efektif, agar ia dan putrinya yang sedang tantrum, bisa berkomunikasi dengan baik dan mencari solusi atas masalah yang sedang terjadi. 


Contohnya, mendengar dan menerima perasaan anak dengan cara mengucapkan, “Saat main tadi, kamu kesal, ya?”  Orang tua harus bisa membuka saluran negatif pada anak/memvalidasi emosi anak, agar emosinya kembali stabil dan kekecewaannya terobati. 


Bahasa tubuh yang positif, juga diperlukan. Seperti kontak mata, anggukan persetujuan, posisi lengan terbuka, dan bahasa tubuh positif lainnya juga dituliskan pada buku ini. Mbak Dian menuliskan cara mempraktekannya di buku ini, lho. 


Cara-cara, trik, tips itulah yang wajib diketahui orang tua, agar tantrum pada anak tidak berkelanjutan hingga dewasa, karena emosi anak yang tidak stabil dan orang tua pun bisa stres berkepanjangan jika tantrum pada anak ini tidak segera diatasi.


Giveaway Spesial untuk Pembaca Blog tettytanoyo.com di Instagram


cara mengatasi tantrum pada anak


Nah, ada GIVEAWAY SPESIAL untuk pembaca setia blog ini. Saya akan mengadakan Giveaway tanggal 19 Maret sd 23 Maret 2021 di akun instagram @tettytanoyo


Syarat dan Ketentuan Giveaway Buku 'Anti Stres Hadapi Tantrum pada Anak"


1. Follow akun instagram @dian_ismyama @tettytanoyo @momopururu @syarifani89 @ayuna.family @anisa.ae @vitarinda @penerbitdivapress

2. Share artikel ini, di IG STORIES atau FACEBOOK teman-teman ya, pilih saja salah satu.

3. Dan jangan lupa jawab pertanyaan, "Kenapa ingin memiliki buku ini? tuliskan alasannya ya"


Peserta Giveaway yang beruntung akan mendapatkan Buku Anti Stres Hadapi Tantrum pada Anak karya Mbak Dian ini, dan jangan lupa, ulas bukunya di media sosial setelah mendapatkan buku ini yaa.


cara mengatasi tantrum pada anak
Semangat ya, Buk! Tantrum pasti akan berlalu



Saya sendiri sangat menyukai buku ini, ah andai saya buku ini terbit ketika saya menghadapi 'kelamnya' berada ditengah-tengah tantrum pada anak yang saya alami setiap hari.


Sekali lagi, buku ini saya rekomendasikan untuk para ibu, calon ibu, bahkan calon pengantin. Agar nanti, pada saatnya ada gejala tantrum pada anak, kita tidak gagap lagi menghadapinya, karena sudah memiliki ilmu pengetahuan tentang tantrum pada anak.


Jangan lupa ikutan Giveaway-nya, ya!  






Book of The Month: Mengapa Anak Saya Suka Melawan dan Susah Diatur?

Buku kenapa anakku suka melawan karya ayah edy

Jadi, selain resolusi keuangan di tahun 2018 ini. Aku punya resolusi lain yang gak kalah briliant. 

Yaitu baca buku minimal 1 bulan 1 buku. 

Brilianttt dari mananyaaa cobaaaaa. Yaelah, udah anak dua rempong mah begini juga udah keren kelesss ah. Orang semenjak lahiran anak pertama tiap hari megangnya diapers, cucian, piring, bantal sama selimut doang. 

Wekekek, dari tuh anak dua masih bayi, emaknya ke kamar mandi aja digedor-gedor. Emaknya mau sholat aja nangis kejer kayak mau ditinggal jihad ke Palestina.

Eia, sih tapi pahala seorang ibu itu ada yang setara sama jihad deng. *jembreng daster.



Nyetatus

Penting ya gaes nyetatus dulu kalo mau ngapa-ngapain? YA PENTING LAH. Update status itu penting demi terjaganya stabilitas mood selama seharian, haha ngarang aja.

Eia beneran sih, aku kalo gak nyetatus atau nulis random di blog ini rasa-rasanya agak aneh aja, merasa hidupku kurang berkualitas.

Ya elah, Tetty, gayanya ketinggian.

Gak apa lah, bagus merasa hidup tuh harus berkualitas, dari pada hidup gak punya trigger, hayoooooo. Mending mana? 

Maka kupilih menulis apapun yang aku pikirkan di blog ini. Salah satunya adalah mikirin buku dan hobi baca yang sudah lama kutinggalkan, hiks.

Oleh karena itu, untuk mengembalikan semangat membaca buku, aku nulis status ini di facebook.





Terima kasih ibu-ibu jamaah majlis facebukiyah yang sudah memberikan banyak masukkan buat diriku yang kurang baca ini.

Banyak inspirasi baru yang aku dapet, seperti bawa buku kemanapun pergi, masukkin ke dalem tas, biar kalau sambil nunggu KRL, nunggu ojek, bisa sambil baca buku.

Duh, padahal dulu ini pas SMP SMA aku anaknya pecinta buku banget, yah kok gegara urusan anak, jadi lupa kalau aku dulu ini hobi baca.

Hiks, menangis pilu.

Dulu kalau jalan kaki ke sekolah, bisa jalan sambil baca loh aku, wkwkwk. Asal pelan aja biar gak nabrak, dan kalau lagi di angkot pun baca buku juga.

Yes, waktu SMP, jalan ke sekolah bisa sampe satu jam, naik angkot 5 menit.

Waktu SMA, naik angkot 1 jam, jalan kaki 15 menit. 

Jadi, buku itu temen perjalanan banget. Kayaknya kalau baca buku sejarah kemerdekaan RI juga aku mah bakal khatam, jauh begitu sekolahnya, hahaha. Ah tapi dulu mah seneng aja sih ya sekolah jalan kaki, gak ngeluh apa gimana. JABANIN.

*Pamer otot abang becak.

Oke, back to the book. Aku putuskan untuk punya target sebulan minimal satu buku yang aku baca, dan kutulis di blog dengan label 'Book of The Month'  yeaaayy. Biar keliatan rajin baca buku dan kalau gak posting label ini ketauan orangnya lagi males.

Selain itu, baca buku juga menutrisi otak ini agar gak kering kerontang, dan kalau nulis gak ngacapruk-ngacapruk amat, rada ada isinya.

*Maaf ya pembacaku yang budiman, kalian menghabiskan beberapa menit waktu buat scroll blog minus manfaat.

**sungkem

Daaaannn, buku pertama yang sudah aku baca bulan Februari 2018 ini adalah:

MENGAPA ANAK SAYA SUKA MELAWAN DAN SUSAH DIATUR 

Karya Ayah Edy


Pasti udah ketauan deh motif saya membaca buku ini, mwahahaha.

Iyesss, karena Kifah mulai susah diatur. Bahkan aku aja sering debat sama dia perkara pake kaos kaki atau kaos dalem mana buat sekolah.

-__________-

Di usianya yang udah mau 7 tahun, Kifah adalah anak yang lumayan cukup 'keras', kalau punya pendapat susah dilunakkan, kalau punya kemauan, ngoceh terus sampe kuping emak bapaknya panas.


Terakhir kemaren dia ngadat pengen tempat pensil yang ada kode rahasianya, katanya temen kelasnya punya. Dia pun merasa harus beli biar kekinian.



Bocah sekarang, kelakuannya.

Padahal Kifah juga bawa tempat pensil yang gak kalah keren dari temennya, tapi tetep aja pengen yang ada kode rahasia segala, ampun deh tuh anak mau nyimpen apa coba di dalem situ. Tempat pensil anak SD kelas 1 kayak brangkas pengusaha batu bara aja.

Kifah juga udah mulai susah diatur, apalagi pasca khitanan dia dapet hadiah gadget baru, udah deh, tambah aja dia anteng sama gadgetnya.

Padahal sebelumnya, saya dan abbiy sepakat, Kifah gak boleh punya gadget sendiri, boleh pake tapi hanya minjem punya emak bapaknya aja.

Hhmmm, komitmen yang terlupakan gegara euforia khitanan.


Alasan aku beli buku ini?

Udah jelas, lagi perlu input dan masukkan dari pakar parenting, salah satunya Ayah Edy ini, penggagas Indonesia Strong From Home.

Mudah-mudahan isi bukunya bisa segera aku aplikasiin di rumah.

Berapa harganya?

49 ribu.

Total halaman?

Cuma 120 halaman, kalau serius baca mah, satu jam juga kelar.

Isinya bahas apa aja?

Secara garis besar sih buku ini membahas alasan anak jadi suka melawan orang tuanya dan jadi susah diatur.

Ada 37 kebiasaan orang tua yang menghasilkan perilaku buruk anak. Dan 75% aku akui emang ada kesalahanku sebagai orang tua itu yang terpampang nyata di dalam pembahasan buku itu.

*Berasa diceramahin sama Ayah Edy.

Kalau aku jabarin, beberapa kesalahan yang mungkin aku lakukan di rumah dan jadi cikal bakal kenapa Kifah suka susah diaturnya, semisal:

1. Berbohong Kecil, walaupun Gak Sering

Kadang kalau kepepet ini gimana ya, haha. Misal, kalau Kifah ngerengek minta mainan ditempat makan atau lagi di tempat belanja, aku suka bilang:

"Ini gak dijual sama abangnya."

Kadang akunya juga nyengir sendiri sih, lah ngapain dipajang kalau gak dijual, buat bikin nangis anak doang gitu? Laporin polisi juga nih, nangisin anak orang itu kan salah satu bentuk perbuatan tidak menyenangkan, wekekekek.

2. Bicara Tidak Tepat Sasaran

"Ummi, gak suka Kifah kayak tadi deh waktu ada Om sama Tante main ke rumah."

Nah, ini. Kadang suka ambigu waktu jelasin ke anak juga berdampak anak jadi gak percaya alias gak nurut lagi sama orang tuanya.

Kata Ayah Edy, usahakan ngomong itu jelas S P O K nya, even itu sama anak kecil. 'Kayak tadi' itu merupakan kalimat yang tidak jelas. Maksudna naon?

Contoh:

"Ibu gak suka kalau kamu berjalan-jalan dan mengganggu orang yang sedang duduk di ruang tunggu rumah sakit tadi."

Emang sih ini kalau prakteknya mah pasti panjang dan belibet, apalagi emak-emak kalo udah nyerocos kan kecepatannya 1.342.575 km/jam. Yang ada anak dengernya cuman, wuzzz wuzzz wuzzz doang kayak angin lewat.

Ya, beqlah. 

Akan aku kurangi speed kalau ngomong, dan bicara sesuai S P O K dan ejaan yang baik dan benar.


3. Menakuti Anak

Ya ini lagi, kesalahanku terungkap sudah, hahaha.

Waktu kecil Kifah suka ditakut-takutin sama kecoa, dan sampe saat ini dia takut banget sama yang namanya kecoa. 

Abis dulu dia kan gak bisa diem anaknya, kalau dia udah mau lari ke dapur atau ke kamar mandi, reflect banget bilang:

"Ih, awas takut tuh ada kecoa."

Dan kalau dia nangis pun gitu, "tuh, ada kecoa tuh, nanti dimakan sama kecoa."

Anddd whaaattt, ternyata salah kan ya, adeuuhhh. Ternyata nakutin anak itu ada efeknya. Jadi, buat mamah newbie yang anaknya masih baby, coba nanti kalau anaknya 'aktif' atau rewel, agak kreatif dikit, jangan ditakut-takutin sama binatang, disuntik dokter, dibawa polisi, ditangkep KPK, atau di PHP in mantan.

Eeeaaaa.


4. Pendengar yang Buruk

Udahnya mah ngomong gak jelas, gak ngedengerin anak pula. Skak matt deh eyke. 

Gimana ya abisnya, kalau udah banyak pikiran atau capek akut, pasti deh rada 'males' kan tuh dengerin curhatan anak.

*pembelaan

Apalagi kalau curhatnya, "Ummi, tadi di sekolah aku gak boleh main bola sama si XXXXX."

Iya sih, kasian juga mau cerita gak didengerin, dan efeknya jadi anak gak bisa diatur, duh. Kata Ayah Edy, kalau emang kita lagi capek banget, bisa istirahat dulu selama sejam di kamar tanpa diganggu (minta tolong sama suami supaya gantian dulu jaga anak), atau mandi pake air hangat biar badan dan kepala fresh lagi.

Penting loh bikin mood dan energi fit lagi, supaya apa? Supaya kita pun bisa mendengarkan cerita dari mulut anak-anak, dengan perasaan yang lebih baik dan gak akan memotong pembicaraan anak.

Dan masih kata Ayah Edy, ada baiknya ketika anak sedang bercerita, jangan dulu kita ikut bicara, apalagi memotong pembicaraan, sampai anak bilang, "Menurut ayah sama Ibu gimana?"


5. Mengharapkan Perubahan Instan

Kusempat kzl sama Kifah yang pernah dalam satu waktu itu bangun kesiangan terus, padahal mau sekolah.

Udah deh pas banget, tekanan pagi, plus dia bangunnya kesiangan, sepaket komplit bikin emaknya sewot.

Beberapa hari mencoba sabar sama Kifah, dan tetep cari cara supaya dia gak bangun kesiangan lagi.

Tapi ya gitu, biasa lah, emak-emak kurang sabar. Berharapnya anak berubah secara instan. Dan menurut Ayah Edy, hal itu juga gak boleh.

Kita sebagai orang tua harus sabar sesabar-sabarnya, karena mengubah perilaku buruk itu kan gak mudah ya.

Lah kita aja yang tua kadang susah buat berubah kalau emang ada karakter yang mendarah daging dari kecil, untuk itu, jangan juga berharap anak kita berubah hanya dalam waktu sehari dua hari. 

Sabar ya mak, sabar.

*ngomong sama kaca spion.

***

Hmmm, sebenenernya masih banyak lagi sih yang diceritain sama Ayah Edy dibuku ini. Kesalahan yang emang sering kita abaikan sebagai orang tua, seperti suka ngeledekin anak, membandingkan anak, meremehkan kemampuan anak, merasa paling benar aja, dan ternyata itu semua berpengaruh kepada tingkat kepercayaan anak terhadap kita.

Kalau anak udah gak percaya atau gak hormat, yaudin siap-siap aja deh anak jadi gak nurut dan suka melawan orang tua.

Aku percaya sih, gak ada orang tua yang sempurna di dunia ini. Dan kalau kita membandingkan diri kita dengan orang lain pasti deh yang ada perasaan sedih, kecewa terhadap diri sendiri, dan perasaan gagal menjadi orang tua.

Sebelumnya aku suka tuh punya perasaan begitu. Just like: aku mah gak kayak si Mbak A yang kayaknya sabar banget ya ngadepin anak. Aku mah gak kayak Mbak B yang bisa komunikasi sama anak dengan baik dan benar.


Sekarang juga sebenernya suka ada perasaan 'minder' kek gitu, tapi lagi-lagi aku yakin, setiap orang tua pasti punya 'ujian' masing-masing yang kitanya aja gak tau. 

Dari pada sibuk dan capek hati bandingin diri sendiri dan orang lain. Lebih baik sibuk sama 'Jawaban Ujian' masing-masing aja. Cari sampe ketemu jawabannya, dan kalau gagal terus cari cara sampe dapet, termasuk dalam ngurusin anak, fokus sama anak masing-masing yess, dan please don't be nyinyir terhadap anak orang lain.


***

Ok gaes, itu dia My First Book of The Month aku. Ingetin ya kalau misal aku gak update label ini dalam jangka waktu sebulah, boleh lah toyor virtual berjamaah. Mwahahaha.


Udah baca buku apa aja nih bulan