Copyright by tettytanoyo. Powered by Blogger.
Showing posts with label Perkembangan Anak. Show all posts

Review Buku Anti Stres Hadapi Tantrum Pada Anak

 
cara mengatasi tantrum pada anak


“Anak itu dititipkan kepada kita tanpa manual booknya, maka dari itu orang tua harus senantiasa belajar bagaimana cara mengasuh dan mendidik anak-anaknya tanpa putus asa.”


Kenapa saya menyelipkan kata ‘Putus Asa’ pada kutipan di atas? Karena saya pernah merasakan berada di titik terendah mengasuh anak, bisa dibilang hampir ‘putus asa’.


Mengapa demikian? Penyebabnya adalah tantrum pada anak yang tidak kunjung usai. Tantrum yang menyita dan menguras seluruh energi, emosi, waktu, pikiran, dan lain sebagainya.


“Ulangi!”

“Buang!”

“Bikin lagi!”


Begitulah jeritan Kifah saat masih berusia 2 sampai 3 tahun ketika apa yang saya lakukan itu ‘Salah Prosedur” di matanya.


Misalkan saya membuatkan segelas susu. Entah apa yang salah, saya pun tidak paham. Ia kemudian menjerit dan memerintahkan untuk “Buang!” “Ulangi!” yakni meminta saya membuat ulang susunya tersebut. Entah takarannya yang salah, gelasnya yang salah, atau tingkat kehangatan airnya yang salah, sampai sekarang pun masih menjadi misteri bagi saya dan suami.


Sedihnya lagi, kejadian seperti ini sering terjadi di malam hari, bahkan tengah malam. 


Saya pernah bercerita di blog ini, ketika saya tinggal di daerah Parung Bogor, tetangga berdatangan ke rumah. Membawa air do’a, kacang hijau, garam, dan lain lain. Mereka mendengar teriakan Kifah dan menyangka kalau Kifah diganggu ‘penunggu rumah’ karena rumah yang saya tempati sudah lama kosong sambil menunggu penyewa datang oleh pemiliknya.


Tentunya saya merasa rumah itu baik baik saja, tidak ada masalah. Yang bermasalah adalah tantrumnya Kifah yang menjadi jadi jika malam telah jiwa. Membuat saya stres dan ketakutan jika malam datang, karena ia pasti akan menjerit jerit mengingingkan sesuatu.


cara mengatasi tantrum pada anak
Kakak Kifah yang dulu pernah tantrum ketika batita



Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tantrum didefinisikan sebagai kemarahan dengan amukan karena ketidakmampuan mengungkapkan keinginan atau kebutuhan dengan kata kata. Dari definisi tersebut, terlihat bahwa tantrum umumnya terjadi pada anak anak. 


Tantrum paling sering dialami oleh anak anak yang berusia dua tahun. Mengapa demikian? Sebab, pada usia tersebut, seorang anak sedang mengembangkan kemampuan berbahasa. 


Anak balita belum bisa mengungkapkan perasaan, keinginan dan kebutuhannya secara tepat. Ia merasa kesal dan frustasi saat orang dewasa terutama orang tua tidak mengerti sesuatu yang dimaksud. Rasa kesal dan frustasi inilah yang pada akhirnya menyebabkan tantrum. 


(Buku Anti Stres Hadapi Tantrum Pada Anak, Dian Farida Ismyama, Hal. 16)


Memiliki anak yang sering sekali mengalami tantrum, alias emosi yang meledak tidak terkontrol dengan baik tentu menyebabkan orang tua menjadi frustasi, minder, dan malu jika tantrum yang dilakukan oleh anak terjadi ketika berada di ranah publik. Atau minimal sedang bersama rekan atau keluarga orang tua. Kesannya, “Kok gak bisa sih mengontrol tingkah laku anak? Sampai jerit jerit ngga karuan begitu?”


Saya pernah berada di posisi tersebut. Dimana anak orang lain jauh lebih ‘kalem’ dibandingkan Kifah pada saat itu. Hingga kerap kali nyinyiran pun terlontar kepada saya dari para Ibu yang menurut saya kurang empati terhadap permasalahan yang dialami oleh keluarga yang lain. 


Maka dari itu hingga sekarang, saya dan suami sangat paham betul, ketika ada anak yang tantrum di depan umum. Bagaimana perasaan orang tuanya, sehingga berusaha tidak men-judge atau malah menghakimi orang tua tersebut tidak bisa mendidik anak.


Pengalaman Tak Terlupakan


Menghadapi tantrum pada anak, apalagi saat itu anak pertama, saya dan suami masih belum memiliki banyak ilmu, tentunya membuat hal tersebut menjadi pengalaman yang tidak terlupakan. Dimana setiap hari terasa sangat lelah sekali karena emosi yang terus menerus terkuras untuk menghadapi tantrum yang terjadi pada anak.


Pengalaman orang tua yang menghadapi tantrum pada anak, tentunya menjadi sebuah pelajaran bagi orang tua lainnya. Agar mampu mengetahui DO and DON’T ketika anak kita memiliki gejolak emosi yang hampir serupa.


Review Buku: Anti Stres Menghadapi Tantrum Pada Anak


cara mengatasi tantrum pada anak
Buku anti stres hadapi tantrum pada anak karya Mbak Dian Farida Ismyama


Bicara masalah tantrum pada anak, Mbak Dian Farida Ismyama, seorang Parenting Blogger yang saya kenal dengan baik,  menuliskan pengalamannya menghadapi tantrum putrinya dengan sangat baik pada sebuah buku yang berjudul ‘Anti Stres Hadapi Tantrum Pada Anak’.


Di buku anti stres hadapi tantrum pada anak ini, Mbak Dian menceritakan bagaimana ia berjuang menghadapi tantrum pada anaknya yang berlangsung cukup lama. Bahkan Mbak Dian mengikuti berbagai macam pelatihan untuk menghadapi situasi tantrum pada anaknya hingga konsultasi dari satu psikolog ke psikolog lainnya.


Sungguh saya salut dengan perjuangan Mbak Dian yang mampu sabar, tegar, hingga jatuh bangun belajar mengenai tantrum pada anak. Belajar dan belajar terus, agar masalah tantrum tersebut bisa diatasi dengan baik.


Menurut saya, sharing pengalaman sebagai orang tua seperti ini sangatlah penting. Karena menurut pengalaman saya dulu, dunia terasa sangat gelap, saya kebingungan harus bagaimana, lingkungan tidak mendukung, justru malah menghakimi, ketika tantrum pada anak tak kunjung berlalu.


Dengan membaca kegigihan Mbak Dian dalam mencari jawaban dan solusi atas masalah tantrum ini, saya merasa bahwa ternyata saya tidak sendiri. 


Banyak sekali orang tua berada pada ujian yang sama, namun tidak tahu harus kemana dan berbuat apa. Menurut saya, sharing pengalaman dari Mbak Dian ini sangat mencerahkan, untuk para orang tua yang sedang ‘terjebak’ situasi tantrum pada anak.


Selain itu, yang saya suka dari Buku Anti Stres Hadapi Tantrum Pada Anak karya Mbak Dian ini adalah cerita yang sangat relate dengan keseharian kita sebagai orang tua ketika terjebak dalam situasi tantrum anak. 


Contohnya ketika Mbak Dian menceritakan anaknya yang terus merengek, sedangkan Mbak Dian dalam kondisi yang sangat lelah. Emosi jadi tidak terkendali, dan BOOM! Pecahlah tantrum pada putrinya. 


Jujur saya sering sekali dalam kondisi tersebut, dan ujung ujungnya malah ikutan stres, bingung mau ngapain. 


Satu lagi. Buku ini sangat aplikatif! Tak hanya sekedar teori. Mbak Dian menceritakan bagaimana ia belajar menerapkan pola-pola komunikasi yang efektif, agar ia dan putrinya yang sedang tantrum, bisa berkomunikasi dengan baik dan mencari solusi atas masalah yang sedang terjadi. 


Contohnya, mendengar dan menerima perasaan anak dengan cara mengucapkan, “Saat main tadi, kamu kesal, ya?”  Orang tua harus bisa membuka saluran negatif pada anak/memvalidasi emosi anak, agar emosinya kembali stabil dan kekecewaannya terobati. 


Bahasa tubuh yang positif, juga diperlukan. Seperti kontak mata, anggukan persetujuan, posisi lengan terbuka, dan bahasa tubuh positif lainnya juga dituliskan pada buku ini. Mbak Dian menuliskan cara mempraktekannya di buku ini, lho. 


Cara-cara, trik, tips itulah yang wajib diketahui orang tua, agar tantrum pada anak tidak berkelanjutan hingga dewasa, karena emosi anak yang tidak stabil dan orang tua pun bisa stres berkepanjangan jika tantrum pada anak ini tidak segera diatasi.


Giveaway Spesial untuk Pembaca Blog tettytanoyo.com di Instagram


cara mengatasi tantrum pada anak


Nah, ada GIVEAWAY SPESIAL untuk pembaca setia blog ini. Saya akan mengadakan Giveaway tanggal 19 Maret sd 23 Maret 2021 di akun instagram @tettytanoyo


Syarat dan Ketentuan Giveaway Buku 'Anti Stres Hadapi Tantrum pada Anak"


1. Follow akun instagram @dian_ismyama @tettytanoyo @momopururu @syarifani89 @ayuna.family @anisa.ae @vitarinda @penerbitdivapress

2. Share artikel ini, di IG STORIES atau FACEBOOK teman-teman ya, pilih saja salah satu.

3. Dan jangan lupa jawab pertanyaan, "Kenapa ingin memiliki buku ini? tuliskan alasannya ya"


Peserta Giveaway yang beruntung akan mendapatkan Buku Anti Stres Hadapi Tantrum pada Anak karya Mbak Dian ini, dan jangan lupa, ulas bukunya di media sosial setelah mendapatkan buku ini yaa.


cara mengatasi tantrum pada anak
Semangat ya, Buk! Tantrum pasti akan berlalu



Saya sendiri sangat menyukai buku ini, ah andai saya buku ini terbit ketika saya menghadapi 'kelamnya' berada ditengah-tengah tantrum pada anak yang saya alami setiap hari.


Sekali lagi, buku ini saya rekomendasikan untuk para ibu, calon ibu, bahkan calon pengantin. Agar nanti, pada saatnya ada gejala tantrum pada anak, kita tidak gagap lagi menghadapinya, karena sudah memiliki ilmu pengetahuan tentang tantrum pada anak.


Jangan lupa ikutan Giveaway-nya, ya!  






Lahirnya Generasi Maju, Berawal dari Peran Ibu


"Banyak dari kita yang disiapkan untuk menjadi ahli, tapi tidak disiapkan untuk menjadi orang tua" Elly Risman, Psikolog.

Peran orang tua, khususnya Ibu, bagi pertumbuhan dan perkembangan anak tidak dapat dinafikan lagi. Banyak cerita yang saya dapatkan, ketidakhadiran peran ibu, amat sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak.

Sebut saja Mawar, ia ditinggal pergi oleh ibunya begitu saja ketika kecil, ayahnya seorang tukang ojeg, dan ia memiliki satu orang kakak laki-laki berusia sekolah.

Setiap hari, karena setiap hari ayahnya sibuk mencari nafkah, Mawar tak terurus dengan baik. Hampir setiap hari, ia makan dengan lauk mie instan saja.

Hingga suatu hari, Mawar terlihat sakit dan makin kurus, dan ternyata dokter memvonisnya menderita gizi buruk.

Hal itu tentu menggegerkan warga di desanya, karena baru pertama ada kejadian seperti ini. Akhirnya, para tetangga dan warga sekitar bahu membahu merawat Mawar yang menderita gizi buruk, hingga akhirnya Mawar kembali sembuh seperti sedia kala, walau membutuhkan waktu yang cukup lama. Karena Mawar memiliki berat badan yang sangat kurang sehingga anggota tubuhnya pun tidak bisa digerakkan/lumpuh.

Lain Mawar, lain Melati.

Melati adalah seorang anak yang ditinggalkan oleh orang tuanya (meninggal dunia) sejak kecil. 

Karena orang tuanya meninggal, ia dirawat oleh neneknya sendirian. Hingga ia tumbuh dewasa dan menikah dengan seorang laki-laki.

Namun, ternyata, ditengah perjalanan rumah tangganya, suaminya kerap mengeluhkan bahwa Melati kurang bisa berkomunikasi dengan orang tua suami, sehingga banyak sekali terjadi kesalahpahaman antara ia dan ibu mertuanya.

Melati nampak kurang luwes berkomunikasi dengan sosok orang tua barunya (Mertua) karena memang kurang mendapatkan roles model orang tua di kehidupannya, dan kurangnya mendapatkan cerminan sosok Ibu, karena memang sudah ditinggalkan sang ibu semenjak kecil.

Cerita tentang Mawar dan Melati ini bukan untuk membuka aib, atau menjudge bahwa Melati bukanlah menantu yang baik.

Kisah ini semata untuk kita gali hikmahnya, bahwa peran seorang ibu benar-benar vital dalam kehidupan seseorang. Bahkan hingga ia tumbuh dewasa.

Kadang, kita sendiri yang tidak menyadari bahwa ketidakhadiran sosok seorang ibu, bisa berdampak signifikan bagi kehidupan seseorang.

Bahkan Saya sendiri, kerapkali menyepelekan kehadiran sosok Ibu di dalam hidup Saya, padahal ibu lah yang semenjak Saya lahir mengorbankan tenaga, waktu, pikiran, uang, dan segalanya untuk saya. Hiks.

Bagaimana Menjadi Seorang Ibu yang Baik?


Pertanyaan ini tentunya menjadi pertanyaan yang sangat mendasar bagi saya, bagi kita, seorang ibu. Bagaimana caranya menjadi ibu yang baik?

Apakah dengan menyekolahkan anak di sekolah paling mahal? Memberikan mainan mahal? atau mengajak liburan ke luar negeri? atau seperti apa sih?

Menurut Firesta Farizal M.Psi,  psikolog anak dan keluarga, pada saat sesi talkshow perayaan Hari Ibu bersama SGM Eksplor, Jum'at 20 Desember 2019 kemarin mengatakan bahwa seorang ibu adalah care giver pertama bagi anaknya.

Sehingga, Ibu sangat berperan dalam kehidupan sang anak dalam hal sekecil apapun.

Misalkan, ketika anak sakit. Orang yang pertama memberikan perawatan adalah ibunya. Atau ketika anak terjatuh, hingga menangis, Ibu lah orang yang pertama kali menolong, mengusap-usap dan mengobati lukanya, hingga membujuk anak agar tidak menangis lagi.

Sehingga, peran ibu sangat bisa dirasakan jika anak dan ibu saling terkoneksi dengan baik. Apapun suasananya, apapun keadaannya, ibu adalah orang yang pertama kali dibutuhkan oleh sang anak.


Kedua, Ibu adalah sosok yang paling berpengaruh atau mempengaruhi kepribadian sang anak. Untuk itu, ada baiknya, seorang Ibu berhati-hati dalam berucap. Katakan hal yang positif saja, jangan sampai menyampaikan atau melakukan hal negatif kepada anak.

Sebisa mungkin, input yang didapatkan oleh anak sehari-hari adalah input yang positif. Karena sekecil apapun input yang diterima oleh anak, maka akan memiliki dampak, bahkan hingga ia dewasa.

Ketiga, menjaga kualitas interaksi. Nah, ini merupakan jawaban "Bagaimana menjadi Ibu yang baik?"

Memberikan yang terbaik untuk anak bukan berarti memberikan sesuatu yang selalu mahal, selalu mewah dan kekinian.

Puzzle dari stik es krim yang bisa dibuat sendiri di rumah

Memberikan yang terbaik untuk anak adalah memberikan kualitas waktu, kualitas interaksi kita bersama anak. 

Mainan dengan harga mahal, tidak akan bermakna apa-apa, jika hanya dimainkan anak seorang diri. Mungkin ada dampaknya, tetapi tidak banyak.

Berbeda dengan mainan sederhana (bahkan bisa membuat sendiri) Jika dimainkan bersama, ada interaksi dengan anak, Ibu terlibat dalam permainan, Ibu ikut memberikan stimulasi, justru itu lah yang terbaik.

Memberikan waktu kita, perhatian kita, kualitas diri kita, full 100% untuk anak. Ibu benar-benar hadir dalam berkegiatan dengan anak.

Jangan sampai, raga kita ada bersama anak, tetapi pikiran kita ada di media sosial, di gadget, dsb.

*Ini juga jadi PR tersendiri buat saya, supaya makin fokus ketika berinteraksi dengan anak-anak di rumah.

Keempat, jadilah Ibu yang bahagia

Terima kasih SGM Eksplor atas hadiah dan apresiasinya di Hari Ibu


Ternyata, menjadi Ibu yang bahagia, lebih penting dibandingkan sekedar menjadi ibu yang baik.

Ketika kita punya banyak "goals" untuk berperan menjadi Ibu yang baik, jangan lupa bahwa sebagai ibu kita pun memiliki hak untuk menjadi seorang individu yang bahagia.

Menjadi ibu yang bahagia tentunya akan relatif bagi setiap orang.

Ada yang bahagia jika bisa memiliki me time sendiri. Ada yang bahagia jika bisa istirahat dengan cukup. Ada yang bahagia jika membeli barang-barang favoritnya, dan lainnya.

Jadi, jangan sampai salah kaprah, bahwa untuk jadi Ibu yang baik kita harus berkorban mati-matian untuk anak, tetapi mengesampingkan kebutuhan psikologis kita sebagai ibu. Terutama kebutuhan untuk berbahagia. Karena pada dasarnya Happy Mom will raise Happy Kids, right?

Menyiapkan Gizi dan Nutrisi Terbaik


Pertanyaan mendasar kembali muncul ke permukaan, apakah gizi yang baik itu harus mahal? 

Jawabannya pun relatif sebenernya.

Tapiiii, menurut saya pribadi, ibu sekarang adalah ibu yang sangat smart dan cenderung kreatif.



Ibu zaman sekarang lebih banyak memiliki referensi untuk membuat hidangan kaya akan nutrisi dan gizi sesuai pedoman isi piringku, tanpa mengeluarkan budget yang berlebihan.

Banyak sekali menu makanan sehat dan bergizi tapi murah meriah yang bisa diakses via youtube, instagram, facebook, pokoknya asal ada kemauan, pasti bisa deh.

Beda ya sama Ibu zaman dulu yang harus beli majalah atau buku resep masakan untuk mengelola berbagai jenis makanan bergizi untuk keluarga.


Melengkapi Gizi Si Kecil dengan Segelas Susu Setiap Hari



Seperti yang sudah saya sampaikan di atas, bahwasanya peran ibu adalah untuk mendampingi, menstimulasi, dan juga memberikan nutrisi serta gizi seimbang dalam menu makanan keluarga khususnya untuk anak.

Karena peran ibu ini sangat penting untuk mencetak Generasi Maju untuk Indonesia Maju di masa depan.

Saya sendiri selalu mencoba memberdayakan diri untuk membuat menu bergizi di rumah, dengan segala keterbatasan yang saya miliki, guna mendukung anak-anak agar menjadi Generasi Maju.

Susu pertumbuhan juga saya berikan agar nutrisi mereka terlengkapi. Terutama Minyak Ikan dan Omega 3 & 6 yang sangat penting untuk dikonsumsi anak-anak.

Dan saya mempercayakan susu SGM Eksplor untuk melengkapi gizi anak-anak di rumah agar potensi prestasi mereka semakin terasah.


Ibu, Lahirnya Generasi Maju, Berawal dari Peran Ibu


Di moment hari Ibu ini tentunya saya sangat berharap Ibu Indonesia makin cerdas, makin berkualitas, makin bahagia tentunya.

Karena seperti yang kita ketahui, perempuan adalah laksana tiangnya negara, jika rusak perempuannya, makan runtuhlah negara tersebut.


Begitupun seorang Ibu, jika peran ibu semakin kuat, semakin baik, saya percaya, Indonesia akan menjadi Indonesia Maju karena Ibu-ibu hebat ini akan melahirkan keluarga yang hebat, dengan anak-anak yang cerdas, hebat, berkarakter baik, dan insya alloh bisa menjadi Generasi Maju di masa yang akan datang.

Bagaimana peran ibu terutama di zaman sekarang? Apa pendapat kamu? Yuk sharing di kolom komentar.

Beberapa Aktivitas Sederhana yang Bisa Menstimulasi Otak dan Motorik Anak di Rumah



Tahukah Mama, bahwa otak seorang bayi telah membentuk 1000 triliun jaringan aktif di akhir usia 3 tahun? Dua kali lebih aktif dari otak orang dewasa? dan dapat menyerap informasi baru lebih cepat dari otak orang dewasa?

Otak anak berkembang dengan sangat pesat di tahun-tahun pertama dalam kehidupannya. Inilah saatnya, kita sebagai ibu atau orang tuanya, membuka seluas dan selebar-lebarnya jendela pembelajaran yang tak akan pernah terulang di dalam hidupnya, hanya sekali, sekali seumur hidup, Ma.

"Mari kita ubah, Interaksi sehari-hari dengan anak menjadi interaksi yang memiliki kontribusi pada perkembangan anak sepanjang periode golden agenya" Jackie Silberg.

Ungkapan dari Jackie Silberg seorang pembicara populer, pemerhati anak usia dini, dan seorang penulis buku ini menggetarkan hati saya sekaligus membuat saya merenung. 

"Apakah kegiatan atau interaksi yang saya bangun dengan anak-anak selama ini berkontribusi untuk perkembangan otaknya? atau bahkan sebaliknya, tak ada makna apa-apa dibalik interaksi kami selama ini."

Padahal, periode emas tumbuh kembang anak hanya terjadi sebentar, hanya sekitar usia 0-5 tahun. Dan terjadi hanya satu kali, tak bisa terulang kembali.

Pertanyaannya, apakah masa golden age tersebut, sudah dimanfaatkan atau diisi dengan pembelajaran yang baik untuk anak?

Seringkali kita menyaksikan anak dibawah usia 5 tahun yang genius atau luar biasa perkembangannya, seperti hafal 30 juz Al-Qur'an, jago matematika, dance, olah raga, seni, dan lain sebagainya.

Hal ini menjadi bukti, bahwa otak anak memang memiliki sesuatu yang luar biasa jika dioptimalkan semaksimal mungkin. Baik dari segi kognitif maupun motorik.

Saya sendiri memiliki 1 orang anak lelaki berusia 7 tahun, batita berusia 2,5 tahun, dan bayi berusia 2,5 bulan. Dua diantara anak laki-laki saya ini sedang berada di usia golden age mereka, dimana otak mereka sedang bekerja layaknya spons yang menyerap berbagai hal yang ada di sekitar mereka.

Aldebaran dalam periode Golden Age
Aldebaran, anak laki-laki saya nomor dua yang berusia 2,5 tahun tentunya sedang aktif-aktifnya mencerna berbagai informasi lewat interaksi yang ia lakukan bersama saya, abbiy-nya, kakak, adik, teman, tetangga, dan masyarakat di lingkungan sekitar rumah.
Apalagi ia sedang belajar berbicara dan berinteraksi, apa yang ia serap akan terlihat dan terucap dari ucapannya sekarang. Berbeda ketika ia belum bisa bicara, saya belum sepenuhnya paham apakah ia menyerap apa yang ia lihat, dengar, dan rasakan atau tidak.

Sebagai ibu yang tidak bekerja di luar rumah, tentunya interaksi anak-anak terutama Aldebaran, sebagian besar adalah bersama saya ibunya. 

Kakaknya, Kifah sudah sekolah dari pagi hingga sore hari, sedangkan adiknya masih bayi, belum bisa diajak berinteraksi.

Seperti yang dikatakan oleh Jackie Silberg di atas, apakah interaksi yang saya lakukan dengan Aldebaran sudah bermakna? Sudah berkontribusi untuk perkembangan otaknya? Saya merasa masih belum maksimal melakukakannya selama ini. 

Maka dari itu, saya sedang berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan interaksi yang lebih bermakna bagi perkembangan otak dan juga motorik Aldebaran yang sedang dalam periode Golden Age.

Senang sekali rasanya jika saya bisa mengisi ruang belajarnya Aldebaran dengan interaksi yang bermakna dikesehariannya.

Tak perlu dengan hal-hal yang rumit, hal yang sederhana pun bisa menstimulasi otak dan motoriknya. 

Ini dia beberapa interaksi sederhana yang saya lakukan bersama Aldebaran di rumah.


1. Bermain dan Membereskan Mainannya Sendiri

Aldebaran bermain block di rumah

Ada banyak orang tua yang mengetahui dan yakin bahwa bermain adalah salah satu cara anak untuk belajar.
Hasil riset otak:

Anak-anak memang suka bermain. Bermain adalah hal alamiah bagi mereka dan harus didorong. Karena bermain sangat penting bagi perkembangan anak. 

Motorik kasar, motorik halus, dan kemampuan berpikir, semuanya dipelajari melalui bermain.

Aldebaran sendiri termasuk anak yang senang bermain. Baik itu bermain sendiri atau pun bermain bersama anak yang lainnya.

Jika sedang di dalam rumah, seringnya saya mengajak Aldebaran bermain block/brick, pasir kinetik, dan lainnya.

Aldebaran bermain pasir kinetik

Bermain lompat warna

Selain melatih motoriknya, bermain juga bisa menstimulasi otak anak, yaitu dengan cara meminta anak membereskan mainannya sambil mengelompokkan mainannya berdasarkan warna, bentuk, ukuran, dan lainnya. Disinilah kemampuan berpikir anak akan semakin terasah.

2. Belajar Berpakaian Sendiri

Hal sederhana lainnya untuk menstimulasi kecerdasan otak dan motorik anak adalah dengan mengajaknya berpakaian sendiri. Kumpulkan macam-macam pakaian yang ingin ia kenakan seperti kaos, topi, celana, dan lain sebagainya.

Saat kita membicarakan macam-macam pakaian, secara tidak langsung kita sedang mengasah kecerdasannya dalam berbahasa dengan menambah kosakata baru.

Selain itu, kita juga bisa menstimulasi indera peraba anak juga lho. Misalkan dengan meminta anak memegang kaos, dan berkata "Kaosnya lembut, yaa." 

Hasil riset otak:

Banyaknya kosakata yang dimiliki anak berusia dua tahun sangat berkaitan dengan seberapa sering orang dewasa berbicara padanya. 

Di usia 20 bulan, kosakata anak dari ibu yang suka bicara rata-rata 131 lebih banyak dibandingkan anak dari ibu yang jarang bicara. 

Di usia dua tahun, perbedaannya meningkat 2 kali lipat hingga 295 kata.


Wah, ternyata ibu-ibu yang cerewet bermanfaat nih untuk perkembangan otak anak. Asal cerewetnya yang berfaedah ya buibuuu.

3. Menyiapkan Makanan untuk Snacking Time 

Menyiapkan snacking time dengan buah dan cookies

Selain Bermain dan belajar  memakai pakaian sendiri, aktivitas sederhana lainnya yang bisa menstimulasi otak dan motorik anak adalah mengajaknya menyiapkan makanan untuk snacking time.

Aktivitas menyiapkan makanan dapat mengajarkan banyak hal lho pada anak, yaitu:

Anak-anak belajar tentang rasa, tekstur, bau, makanan, berbicara bentuk dan ukuran, dan mengobrol tentang warna. 

Hasil riset otak: 

Dengan memberikan perhatian yang hangat pada saat anak membantu menyiapkan makanan, kita memperkuat sistem biologis anak yang membantu anak mengendalikan emosinya.

Setelah menyiapkan makanan untuk snacking time, saatnya kita mengajak anak untuk memakan makanan yang telah ia siapkan.

Snacking Time sambil Bermain dengan Tekstur.

Ternyata, sambil snacking time, kita juga bisa bermain dengan anak lho.

Yaitu bermain mengenal tekstur.

Permainan ini meningkatkan kepekaan perabaan dan kemampuan berbahasa anak.


Caranya adalah, letakkan benda dengan berbagai tekstur yang membuat anak tertarik dan ingin merabanya, seperti benda keras dan benda lunak.

Ketika snacking time kita bisa mengajak anak membandingkan tekstur makanan dan benda disekitarnya. 

Seperti, cookies, boneka, dan kardus.


Bermain sambil belajar pada saat snacking time

Letakkan tangan anak pada benda keras seperti "kardus keras", dan letakkan anak pada boneka sambil mengatakan "boneka empuk".

Lakukan beberapa kali, hingga anak-anak mengetahui tekstur suatu benda.

Kemudian ajak anak mengambil makanannya dan bertanya kepadanya, "Cookies ini empuk atau keras?" biarkan ia menjawab dengan proses berpikirnya sendiri.

Hasil Riset Otak:

Anak-anak yang tumbuh di lingkungan yang kaya akan bahasa, biasanya selalu lancar berbahasa pada usia 3 tahun.

Orang yang sewaktu kecil terisolasi darui bahasa, akan sulit menguasai bahasa pada saat dewasa meskipun mereka pintar dan dilatih dengan intensif.




***

Banyak cara dan aktivitas sederhana yang bisa dilakukan di rumah untuk menjadikan interaksi dengan anak menjadi lebih bermakna dan berpengaruh bagi masa depan mereka.

Jangan sampai interkasi dan aktivitas bersama anak tidak memiliki makna dan tidak memiliki kontribusi untuk kecerdasan dan masa depan mereka. Karena pada kenyataannya, masa golden age bagi anak hanya berlangsung sebentar saja dan tidak dapat diulangi kembali.

Selamat beraktivitas bersama si kecil di rumah ya, Ma. Jangan lupa tersenyum dan ceria selalu.

***

Sumber: 125 Brain Games for Toddler, Jackie Silberg

Tahap Perkembangan Anak Dimulai Dari Stimulasi Otak



“Jika kau sentuh aku dengan lemah lembut
Jika kau memandangku dan tersenyum
Jika kay berbicara dan mendengarkanku
Ku akan tumbuh,
Benar-benar tumbuh” –Anonim-

Assalamu’alaikum.

Aloha Mak, kali ini saya akan menulis post mengenai stimulasi untuk perkembangan anak. Bicara soal stimulasi, beberapa waktu yang lalu, saya sempat membaca artikel dan buku tumbuh kembang anak, yaitu mengenai cara menstimulasi otak anak, yang manfaatnya sungguh luar biasa.

Stimulasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk merangsang kemampuan dasar anak agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Stimulasi dapat diberikan oleh siapa saja yang berinteraksi dengan anak. Baik itu orang tua, guru, pengasuh, anggota keluarga, dan masyarakat lainnya di lingkungan rumah masing-masing.

Setiap anak perlu mendapatkan stimulasi yang rutin sedini mungkin dan terus menerus. Kurangnya stimulasi tentunya akan berdampak kurang baik terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak.

Kemampuan dasar anak yang dirangsang dengan stimulasi meliputi aspek perkembangan:

1.Perkembangan motorik anak (Motorik halus dan kasar)
2.Perkembangan bahasa anak
4.Perkembangan sosial anak dan kemandirian.

Sumber: klikdokter.com

Sementara itu, pada buku yang ditulis oleh Jackie Silberg mengenai Brain Games for Toddler, ia mengatakan bahwa saat memasuki perkembangan anak 3 tahun, otaknya telah membentuk sekitar 1.000 triliun jaringan koneksi. Jumlah tersebut dua kali lebih banyak dari yang dimiliki oleh orang dewasa. Otak bayi sangat padat, dan akan tetap seperti itu selama dasawarsa pertama hidupnya.

Mulai usia 11 tahun, otak anak memangkas jaringan hubungan dan secara bertahap mulai membentuk susunan teratur dari sekumpulan jaringan hubungan yang begitu rumit.

Bagaimana otak menentukan jaringan hubungan mana yang harus dipertahankan?

Disinilah pengalaman awal yang diperoleh oleh si kecil berperan penting. Melalui pengulangan, jaringan hubungan otak menjadi permanen. Sebaliknya jaringan yang tidak digunakan sama sekali, atau tidak cukup sering digunakan, kemungkinan tidak akan bertahan.

Misalkan, seorang anak yang sejak lahir diajak berbicara, tentunya akan menstimulasi perkembangan bahasa anak dengan baik. Anak yang sering diajak bermain bersama, akan mudah bersosialisasi dengan orang lain. Sinaps-sinaps yang tidak digunakan berulang kali akan mati, sedangkan yang lainnya akan bertahan.

“Anak yang belajar bermain piano akan membentuk jaringan hubungan tersebut, dan 20 tahun kemudian, akan belajar bermain lagi dengan lebih mudah dibanding orang yang tidak pernah belajar sama sekali.” Kata Harry Chugani, ahli neuron di Children’s Hospital and Wayne State University. Detroits.

Sumber: Jackie Silberg, 125 Brain Games for Toddler. Permainan Sederhana untuk Menunjang Perkembangan Awal Otak pada Anak Balita.

Menstimulasi Otak Anak di Rumah

Anak saya ada dua, dua-duanya berjenis kelamin laki-laki. Kifah yang bersusia 6 tahun, dan Aldebaran berusia 23 bulan.


Dua-duanya tentunya memiliki kecenderungan yang berbeda dan tahapan usia yang berbeda pula, disinilah tantangan saya untuk menstimulasi otak mereka sesuai dengan usia dan minat serta bakat mereka masing-masing. Tahapan perkembangan anak yang saya stimulasi pun berbeda antara Kifah dan Aldebaran.


Kifah lebih dominan kinestetik, tidak bisa diam, maunya geraaakk terus. Untuk itu, saya biasanya memberikannya lebih banyak aktivitas fisik, seperti bermain bola, sepeda, dan di sekolah pun Kifah mengikuti ekstrakulikuler Karate dan Marawis. Saya yakin, dengan memberikannya aktivitas fisik, maka perkembangan motorik anak pun akan makin terlatih.

Sedangkan adiknya, Aldebaran, lebih cenderung senang belajar dengan gambar visual, lebih mudah fokus, lebih suka membaca buku bergambar. Maka dari itu, untuk Aldebaran, saya lebih suka membelikannya buku cerita anak, atau buku mengenai kosa kata, karena Aldebaran memang sedang belajar bicara. Dan bagi saya, membacakan buku bergambar seperti ini adalah salah satu cara mengajari anak bicara yang cukup efektif.

Unntuk menstimulasi kecerdasan sosial, daya tanggap, dan rasa pedulinya sendiri. Biasanya saya suka meminta tolong kepada Kifah untuk memberikan makanan ataupun barang kepada tetangga atau temannya. Ia merasa senang sekali jika dimintai tolong untuk membagikan makanan kepada teman-temannya itu.

Sampai pernah loh, hampir aja seisi kulkas Kifah bagikan ke teman-temannya, hehehe. Selain itu, saya juga menstimulasi kecerdasan sosial anak dengan cara sharing mainan, bermain bergantian, dan lainnya. Terutama Aldebaran, yang ‘Ego’nya masih tinggi sekali. Kifah sendiri alhamdulillah, sudah mulai mengerti pentingnya berbagi dengan orang lain.


Apalagi sebentar lagi mau Ramadhan ya, insya alloh menjadi moment yang tepat untuk mengajarkan pentingnya berbagi dan menstimulasi kecerdasan sosial anak.

Stimulasi dari Ibu dan Gizi yang Lengkap adalah Paduan yang Sempurna

Setelah menstimulasi otak anak dengan berbagai permainan ataupun kegiatan, nutrisi otak untuk anak sendiri jangan sampai dilupakan ya, Mak. Apa saja sih nutrisi otak? Cari tahu di Pentingnya Omega 3 dan 6 Sebagai NutrisiOtak Anak. Mak juga bisa loh mendapatkan lebih banyak lagi pengetahuan mengenai tumbuh kembang anak dengan tanggap yang lengkap dengan berkunjung ke website Bebelac.