“Bumi beserta isinya mampu memenuhi segala kebutuhan manusia, tapi tidak keinginannya.” Albert Einsten.
Pernah dengar istilah biar tekor atau kesohor?
Kalau pernah, selamat! Berarti
umur kita gak jauh-jauh amat sebenernya. Hahaha. Lah apa hubungannya?
Hubungannya adalah, istilah biar tekor asal kesohor adalah istilah masyarakat
terdahulu (((TERDAHULU))) mengistilahkan orang yang ‘gayanya selangit’ tapi sebenernya
kemampuannya masih dibawah personal
branding yang ia ciptakan tersebut.
Nah, yang begini ini, istilah
gaulnya, atau istilah zaman sekarangnya adalah Middle Income Trap.
Apa itu Middle Income Trap?
Menurut Mas Aakar Abyasa Fidzuno,
seorang CEO/Founder of Jouska Financial di Indonesia, Middle Income Trap ini
adalah sebuah kondisi dimana seseorang yang memiliki penghasilan ‘ditengah’
namun ingin memiliki gaya hidup di kelas atas. Ada juga yang bilang, kelas
menengah yaaaa gitu deh.
Wkwkwk.
Mas Aakar dari Jouska Financial |
Lebih konkritnya begini.
Seorang yang terkena Middle
Income Trap bisa dilihat dari gaya hidupnya sehari-hari. Contoh: Misalkan penghasilan
rata-rata perbulan adalah 5 juta rupiah, dia akan mencicil mobil MPV sejuta
umat, Avanza atau Xenia misalnya. Eh, ketika gajinya naik menjadi 10 juta,
kemudian ia kembali mencicil mobil dengan angka yang lebih mahal, begitu
seterusnya, mengikuti income yang didapatkannya setiap bulan.
Emang ada yang larang?
Yang larang sih ngga ada, tapi
yang menjadi bermasalah setelah bergaya hidup seperti ini BANYAK.
Dililit
hutang, ditagih debt collector, asetnya disita, rumahnya digadai, hidup ngga
tenang, tdan masih banyak lagi masalah-masalah yang ditimbulkan dari Middle
Income Trap ini.
Lalu, apa sih gaya hidup yang
bisa menyebabkan kita sering bermasalah dengan keuangan, apalagi ditambah dengan
virus Middle Trap Income di kalangan kita?
1. Besar Pasak dari Pada Tiang
Kalau ini sih udah jelas-jelas
jadi malapetaka. Seperti yang sudah saya singgung diatas, biar tekor asal
kesohor. Akhirnya memanfaatkan pinjaman ke bank, menggunakan kartu kredit
semaunya tanpa pikir panjang, dan berbagai cara lainnya dimanfaatkan untuk
menambah pendapatan seiring pengeluaran yang tidak terkendali.
Bahkan tidak
sedikit berlanjut kepada kasus kriminal seperti kasus penipuan sebuah travel
yang akhirnya menyeret pemiliknya menuju jeruji besi.
Alasannya tidak lain dan tidak
bukan, besarnya pasak dari pada tiang. Keinginan atau pengeluaran kita terlalu
banyak, tidak sebanding dengan income yang didapatkan.
2. Gaya Hidup Konsumtif
Alasan supaya kekinian atau
kepingin punya foto instagramable juga menjadi salah satu pintu kita terjerumus
dalam masalah-masalah keuangan.
Setiap hari harus “ngafe” supaya
dibilang gaholll, setiap bulan traveling keluar negeri supaya dibilang keren, beli
barang-barang branded biar gak
dibilang kampungan, setiap makanan yang lagi in, meskipun harganya mahal dan gak kemakan ataiu gak doyan, tetep
di beli biar feed instagram bagus, biar status bisa selalu check in di
tempat-tempat yang bikin orang mupeng.
Semua gaya konsumtif ini suatu
saat akan menjadi bom waktu dan akhirnya menjadi masalah keuangan yang akan
meneror dan membuat hidup kita menjadi berantakan.
Barang-barang yang benar-benar
dibutuhkan tidak terbeli, sedangkan barang yang hanya untuk cekrek upload di
media sosial begitu menumpuk dan menjadi sumber masalah baru.
3. Tidak Memiliki Pit Stop
Meskipun kita sudah sadar dengan
gaya hidup kita yang besar pasak dari pada tiang atau konsumtif, ternyata gak
serta merta membuat keuangan kita terbebas dari masalah. Karena sadar saja
tidak cukup, harus ada aksi yang menyertainya.
Buatlah pit stop kita sendiri!
Sampai kapan kita akan
menghabiskan semua uang dan penghasilan kita untuk melakukan hal yang mubadzir?
Kita sendiri lah yang harus menentukan, kapan semua sikap konsumtif kita harus
diakhiri.
4. Tidak Melakukan Financial Check
Up
Ah, penghasilan saya kan memang
besar. Ya gak apa-apa dong kalau gaya hidup saya seperti ini?
Coba lakukan Financial Check Up
sendiri, apa yakin penghasilan yang kita miliki ini murni bisa kita nikmati
sendiri? Hitunglah berapa gaji kita, berapa hutang kita, berapa cicilan yang
harus dibayarkan, apakah properti yang kita miliki sudah memiliki kelengkapan
surat-surat?
Jangan salah loh, banyak orang
yang tidak peduli dengan kelengkapan surat properti yang mereka miliki.
Alih-alih selama ini hidup dengan ‘glamour’, tahu-tahu suatu saat properti yang
ia memiliki tidak memiliki kelengkapan surat dan diharuskan membuat kelengkapan
surat dengan biaya yang sangat tidak murah.
Nah, kalau udah begini kan jadi
bingung dan rugi sendiri akhirnya.
5. Terlalu Berani Mengambil Resiko
Penghasilan saya diatas 10 juta
perbulan, gak apa-apa dong saya mengambil cicilan rumah seharga 5 juta perbulan
dikawasan yang cukup elit?
Pepatah lama mengatakan, hidup
ini bagai roda yang berputar, kadang di atas dan kadang di bawah. Sebaiknya,
jika kita akan membuat keputusan, apalagi menyangkut keuangan/hutang dipikirkan
lagi mateng-mateng.
Hari ini penghasilan memang
diatas 10 juta. Tapi, apa yakin 15 tahun lagi kita gak akan sakit? Atau gimana
kalau amit-amit meninggal duluan (gak punya asuransi jiwa) anak istri yang akan
menanggung hutang kita?
Gaya hidup yang ‘terlalu berani’
inilah yang juga menjerumuskan kita ke dalam jurang masalah keuangan dan juga
masalah hidup yang amat sangat dalam.
6. Tidak Memiliki Tujuan Keuangan
Mas Aakar menjelaskan pentingnya memiliki tujuan atau rencana keuangan |
Let it flow. Hidup itu biarkan mengalir seperti air.
Mwahaha, kayaknya saya seneng
banget ya sama pribahasa.
Iya mengalir sih mengalir, lah
kalau mengalirnya ke samudra yang biru, lah kalau mengalirnya ke got gimana? Apa
masih mau mengalir begitu aja?
Sama seperti tujuan hidup
lainnya, keuangan kita pun harus memiliki tujuan.
Misalkan, kita bekerja sebagai
karyawan swasta, bukan PNS dimana PNS mendapatkan dana pensiun di hari tua
kelak.
Sebagai karyawan swasta, kita
dituntut ‘kreatif’ dalam berinvestasi jangka panjang, supaya kelak gak
merepotkan anak, gak merepotkan sanak keluarga. Dan yang masih menjadi tren
investasi jangka panjang biasanya adalah bidang properti, seperti tanah atau
rumah.
Jika kita memang memiliki tujuan
keuangan yang tepat, kita bisa mengalokasikan sebagian penghasilan kita untuk
menabung properti, membangun rumah kost, atau membangun lahan
perkebunan/pertanian.
Nah, ketika kita tidak memiliki
tujuan-tujuan tersebut, keuangan kita akan lebih tertata rapi dan terhindar
dari masalah-masalah keuangan yang akan menggerogoti kita baik sekarang atau
pun nanti.
Kira-kira, tujuan keuangan apa
yang kamu punya nih sekarang?
7. Tidak Mau Berasuransi
Masih banyak masyarakat Indonesia
yang tidak mau berasuransi, terutama asuransi kesehatan dan asuransi jiwa. Masalahnya,
kita tidak pernah tahu bagaimana kondisi kesehatan kita ke depan, dan jangan
sampai kita berhutang untuk biaya pengobatan kita sehingga menimbulkan masalah
baru bagi keuangan keluarga.
Klik untuk memperbesar gambar |
[Sp.] Yuk Atur Uangmu!
Terkait masalah keuangan yang timbul akibat 7 gaya
hidup kita yang ternyata kurang tepat bahkan cenderung salah kaprah ini, Sinarmas MSIG Life mengadakan temu
Blogger dari Komunitas Kumpulan Emak
Blogger, pada tanggal 9 September 2017 di kawasan Karet Kuningan Jakarta
Selatan membahas bagaimana caranya kita terhindar dari masalah keuangan dan
bagaimana caranya kita mengatur keuangan yang tepat.
Di acara Sinarmas bersama KEB |
Caranya sederhana, cukup dimulai
dari diri sendiri dengan tidak bergaya hidup konsumtif dan terjebak dalam
Middle Income Trap tadi.
Kita harus bisa memeriksa, apakah
penghasilan sesuai dengan kebutuhan, apakah masih bisa digunakan untuk
berinvestasi, apakah masih bisa digunakan untuk liburan, dan lain sebagainya.
Dan cara yang paling sederhana
lainnya untuk menghindari masalah keuangan adalah dengan berasuransi.
Sinarmas MSIG Life adalah salah
satu perusahaan asuransi terkemuka yang ada di Indonesia. Didirikan pada
tanggal 14 April 1985, PT Asuransi Jiwa Sinarmas MSIG Life telah mengalami
perkembangan dan perubahan.
Hadir pertama kali sebagai PT
Asuransi Jiwa Purnamala Internasional Indonesia (PII), untuk kemudian berubah
nama menjadi PT Asuransi Jiwa Eka Life, dan dalam perkembangannya berganti nama
lagi menajdi PT Asuransi Jiwa Sinarmas pada tahun 2007 sebelum akhirnya
melakukan joint venture dengan Mitsui Sumitomo Insurance, CO., Ltd pada tahun
2011.
Sejak saat itu, 50% kepemilikan
PT Asuransi Jiwa Sinarmas SMIG atau dikenal juga sebagai Sinarmas MSIG Life (SMiLe) dibawah PT Sinarmas Multi Artha
Tbk dan 50% Mitsui Sumitomo Insurance, Co., Ltd.
Sinarmas MSIG Life melayani lebih
dari 790.000 nasabah individu dan kelompok di 69 kota. Tersebar di 113 kantor
pemasaran dan 10.500 aparat marketing.
Sinarmas MSIG Life team |
Brand SMile (Sinarmas MSIG Life)
diperkenalkan kepada masyarakat luas pada tahun 2013 untuk meningkatkan corporate brand awareness.
MSIG Life dinobatkan oleh
Infobank sebagai Digital Brand of The Year terbaik ke-3 untuk kategori Asuransi
Jiwa pada bulan Maret 2015. Selain itu, Majalah Investor mendaulat Unit Bisnis
Syariah Sinarmas MSIG Life sebagai Asuransi Syariah Terbaik untuk aset diatas
Rp. 200 Miliar pada Best Syariah 2015 di bulan Agustus 2015.
Produk Asuransi Sinarmas MSIG
Life terdiri dari Asuransi Dasar
Tradisional (Power Save, Smile Multi Invest, Smile Personal Accident, Smile
Medical, Smile Hospital Protection Plus), Asuransi
Unit Link (Smile Link 88, Smile Link 99, Smile Link Pro 100, Smile Link
Proasset), Asuransi Syariah
(Asuransi Tradisional Syariah, Asuransi Unit Link Syariah).
Sumber: www.sinarmasmsiglife.co.id silakan
akses web ini untuk mempelajari masing-masing produk asuransi dari Sinar Mas
MSIG Life.
***
Nah, itu tadi 7 gaya hidup yang
baiknya kita hindari agar hidup kita tenang, tentram, sejahtera, tanpa
terbelit masalah keuangan.
Hidup ini bukan tentang siapa
lebih keren dari siapa secara materi. Tetapi sejauh mana kita mensyukuri apa
yang telah diberikan dalam hidup. Mengikhtiarkan yang terbaik untuk diri sendiri dan
keluarga, seraya tetap qanaah dalam menjalani apapun yang telah digariskan oleh
Allah SWT.
Cieee bijak cieee, pasti abis ikut
seminar via Youtube.
*Millenials sekali.
Kalau kamu, punya tips atau cara
ampuh apa nih dalam mengelola keuangan?