"Wahai anak sulungku, kami masih amatir ketika kami memilikimu, tetapi kamu melatih kami dengan cepat, dan kamu melatih kami dengan baik."
Pernahkah Mama merasa bersalah kepada si sulung? Merasa kurang sabar dalam menghadapinya? Merasa terlalu banyak ambisi yang ditanamkan kepadanya? Merasa Mama mendorongnya terlalu kencang, padahal ia mungkin sudah merasa lelah?
Jika, iya, mari berpelukan bersama. Huhu. You're not alone, Ma. Kadang saya pun merasa seperti itu. Sama seperti quotes di atas, kita adalah seorang amatir ketika anak sulung kita lahir. Kita meraba, berjuang, bahkan mungkin kita sempat kehilangan arah karena banyaknya ujian yang menghampiri.
Ya, anak pertama adalah hadiah sekaligus guru yang dikirimkan oleh Allah SWT, agar kita semakin dewasa, semakin bijak dan sabar dalam menjalani hidup. Anak sulung kita, adalah mentor kehidupan yang dititipkan oleh Allah SWT melalui rahim kita, sekaligus menjadi motivator kita agar bisa menjadi pribadi yang lebih baik.
Almarhum Ustadz Harry Santosa (Fitrah Based Education) pernah berkata:
"Wahai orang tua, banyak minta maaf lah kepada anak pertama, kembalikan lagi fitrahnya, karena umumnya, mereka korban obsesi orang tua."