Copyright by tettytanoyo. Powered by Blogger.

Featured Slider

Menjadi Ibu Rumah Tangga itu Tidak Bekerja? Yuk, Baca dulu Fakta bahwa Merawat juga Bekerja!

 


“Ibu rumah tangga itu ngga bekerja, karena memang ya di rumah aja. Kalau pun digaji, paling bayarannya 2M, Makasih Mama”


Walaupun memiliki pekerjaan ‘Mengurus Rumah Tangga’ pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) terkadang ibu rumah tangga dianggap tidak bekerja atau menganggur karena tidak bekerja di sektor publik atau memiliki kantor yang harus didatangi setiap hari.


Padahal pekerjaan ibu rumah tangga di rumah begitu banyak, semenjak membuka mata di pagi hari hingga malam hari tiba. Bahkan jika memiliki bayi, balita atau lansia, ibu rumah tangga bekerja hampir 24 JAM, karena harus menyusui bayi di malam hari atau merawat lansia yang sudah berkurang kemampuan kemandiriannya.

Ini Dia Produk Mustela yang Ampuh Mengatasi Ruam Popok dan Biang Keringat pada Bayi

 

Ini Dia Produk Mustela yang Ampuh Mengatasi Ruam Popok dan Biang Keringat pada Bayi


“Duh, kok, anakku sering banget kena biang keringet, ya?” Tanya seorang teman.

“Lagi aktif-aktifnya ya, sekarang?” Saya balik bertanya.

“Iya, banget.” Jawabnya lagi.


Salah satu ‘nightmare-nya’ seorang ibu adalah ketika bayi terkena biang keringat dan ruam popok. Saya pernah mengalaminya ketika Kifah berusia sekitar 2-3 bulan. Muncul bintik-bintik merah di sekitar paha dan bagian belakangnya. 


Semenjak muncul ruam merah di bagian paha, nappy area, dan disela-sela lipatan, Kifah kecil selalu menangis setiap malam. Waktu itu saya belum paham itu adalah ruam popok yang membuat bayi tidak nyaman, bahkan kesakitan.


Ruam popok yang terjadi kepada Kifah juga disusul oleh biang keringat ketika ia berusia 6 bulan ke atas dimana ia sudah mulai aktif bergerak. Sebagai seorang ibu ‘amatir’ saya cukup stress menghadapi DUA MIMPI BURUK pada bayi ini, yakni ruam popok dan biang keringat.



Kifah selalu rewel dan menangis, dan saya pun kelelahan dan kewalahan karena hampir setiap malam menjaganya hingga dini hari. Maka dari itu, pengalaman berharga menghadapi ruam popok dan biang keringat selalu saya ingat baik-baik sehingga saya mampu mengantisipasi dua masalah tersebut untuk bayi-bayi selanjutnya.

Begini Rasanya Setelah Tidak punya Bayi



“Wah, enaknya udah ngga punya bayi, pasti sekarang udah bebas nih, gak capek lagi.” Seloroh seorang teman.



“Hmmm, iya.” Jawabku pelan.



Hari ini Si bungsu Aksara sudah berusia 5 tahun, dia sudah bukan balita lagi apalagi bayi mungil dengan aroma khas minyak telon yang sangat menenangkan. Padahal rasanya baru kemarin saya rajin membeli skincare aman untuk ibu hamil dan menyusui.


Kini Aksara sudah tumbuh menjadi anak laki-laki yang hobi bersepeda dan bermain bola, sudah bisa berangkat ngaji sendiri dan sebentar lagi akan masuk taman kanak-kanak pada Juli mendatang. 



Kalau orang lain mengatakan “Enak ya, udah ngga punya bayi.” Memang ada benarnya. Tidur saya sudah mulai teratur dan nyenyak tanpa terganggu tangisan ingin bayi di malam hari yang terbangun beberapa jam sekali. Berat badan juga sudah mulai stabil karena ada waktu untuk berolah raga, lemak dan strecth mark pasca melahirkan berangsur menghilang.


Homeschooling, Sekedar Tren atau Kebutuhan Pendidikan Anak?

 




Homeschooling atau sekolah di rumah tanpa mengikuti sekolah formal pada umumnya di sekolah menjadi salah satu pilihan pendidikan yang diberikan orang tua kepada anaknya. Namun pertanyaannya, apakah homeschooling ini hanyalah sebuah ‘tren’ belaka? Atau benar-benar menjadi kebutuhan anak?

 

10 tahun yang lalu, homeschooling menjadi salah satu cara belajar yang menjadi buah bibir karena masih jarang sekali orang tua yang memilih homeschooling sebagai salah satu sarana belajar bagi anak-anak mereka.

 

Anak homeschooling dinilai tidak sama dengan anak yang sekolah formal pada umumnya, bahkan bisa jadi anak homeschooling dinilai ‘berbeda’ karena bersekolah dari rumahnya sendiri, tidak memiliki guru atau pun teman-teman sebaya seperti sekolah formal lainnya di Indonesia.

 

10 tahun berselang, homeschooling kini menjadi suatu hal yang lumrah dan menjadi alternatif pendidikan yang bisa memenuhi kebutuhan pendidikan anak. Apalagi dengan terjadinya kasus Pandemi Covid-19 beberapa tahun lalu, percepatan pendidikan era digital dan pembelajaran mandiri menjadi titik tolak perkembangan pendidikan masa depan, salah satunya homeschooling.

 

Bahkan pasca pandemi Covid-19 lembaga pendidikan yang memang menjadi penyedia layanan homeschooling makin ‘menjamur’ dan cukup diminati oleh para orang tua.

 

Cara Mudah Menghindari Kepala Bayi Peyang yang Wajib New Mom Ketahui

 



“Bu, kok  kepala bayi ibu peyang sebelah?”

 

Begitulah tanggapan julid tetangga dan beberapa kerabat ketika melihat adik laki-laki saya waktu kecil. Rambutnya yang selalu dibuat botak atau cepak ala tentara membuat bentuk kepalanya yang peyang atau tidak bulat merata nampak jelas di mata setiap orang. Dan tentunya membuat orang ‘gatal’ ingin berkomentar.

 

Saat itu usia saya masih sekitar 12 tahun, tentunya belum paham kenapa bentuk kepala adik laki-laki saya miring di satu sisi atau dikenal dengan istilah ‘peyang’. Dan sayangnya bentuk kepala yang tidak bulat merata tersebut terbawa hingga dewasa dan sulit untuk ‘diperbaiki’ kembali.

 

Ketika saya sudah dewasa, menikah, hamil dan akan melahirkan, saya teringat akan kejadian ini. Bahwa ibu saya dulu sering dikomentari oleh orang lain terkait kepala bayi (adik saya) yang peyang ke satu sisi, sehingga bentuknya tidak bulat sempurna. Seketika itu pula saya segera mencari tahu, apa penyebab dan bagaimana mengatasi kepala bayi peyang, agar hal ini tentunya tidak terjadi kepada anak saya ketika lahir.

 

Pertama tentunya untuk menghindari bullying kepada ibu pasca melahirkan, dan yang kedua tentunya saya mencari tahu apakah ada efek kesehatan yang akan timbul jika kepala bayi peyang seperti itu.

 

5 Skill yang Harus dimiliki Anak agar Tak Jadi Generasi Strawberry

 


 

“Dasar generasi strawberry!” Keluh seorang guru yang mengajar di bangku sekolah dasar.


Setelah membaca resume buku Strawberry Generation dan membaca motivasi Helmy Yahya yang syarat akan perjuangan hidupnya yang berliku, saya menyadari satu hal, yakni hari ini kita sedang menciptakan Generasi Strawberry.


Bukan hanya saya sebagai orang tua, guru pun merasakan hal yang sama. Semenjak mulai mengajar anak-anak di kelas rendah, guru menemukan banyak ‘keganjilan’ yang terjadi. Seperti anak yang cenderung kreatif namun mudah menyerah, anak yang tidak mampu berkomunikasi untuk menyelesaikan masalahnya, ditambah orang tua murid yang selalu ‘berpesan’ ini dan itu kepada sang guru setiap harinya.

 

Fix! Ini sih, Namanya generasi strawberry, yakni generasi yang terlihat cantik dan indah diluar namun ternyata mudah rapuh di dalam.

 

Tidak ada definisi pasti tentang Generasi Strawberry ini, namun beberapa kali Prof. Rhenald Kasali berkomentar tentang Generasi Strawberry yang memiliki ciri-ciri kreatif, kritis, penuh rasa ingin tahu, namun mudah menyerah, lemah akan tanggung jawab, tidak berorientasi pada solusi ketika menghadapi masalah  (menyalahkan faktor lain) dan cenderung tidak mau mengandalkan dirinya sendiri.