Copyright by tettytanoyo. Powered by Blogger.
Showing posts with label Anak Alergi. Show all posts

Begini Cara Merawat Anak Alergi Susu Sapi di Masa Pandemi Covid-19

Dan ketahuilah, bahwa harta dan anak-anakmu hanyalah sebagai cobaan, dan di sisi Allah-lah Pahala yang besar (Q.S Al-Anfal:28)

Sebagai ibu dari seorang anak yang memiliki alergi terhadap protein susu sapi, potongan Ayat Al-Qur'an di atas memang benar adanya.

Merawat anak dengan alergi protein susu sapi itu Masya Alloh.  Betul-betul menjadi cobaan tersendiri bagi saya dan suami.

Apalagi dalam keluarga kami belum diketahui siapa saja yang memiliki "bakat" alergi. Maka dari itu, perjalanan Kifah yang tumbuh sebagai anak yang alergi protein susu sapi menjadi sebuah pengalaman yang sering saya share di blog ini. 

Ketika Kifah bayi muncul ruam merah di pipi, dan saya masih belum ngeh kalau itu alergi yang menyebabkan Dermatitis Atopik

Karena saya tahu, ibu dengan anak alergi, harus sama-sama saling menguatkan dan mendapatkan informasi dan edukasi seputar alergi anak.

Baca juga curhat saya tentang pengalaman merawat anak alergi dan asma.

Pekan Tanggap Alergi Generasi Maju

Bicara soal saling support dan memberikan informasi dan edukasi mengenai alergi anak, saya sangat mendukung adanya Pekan Tanggap Alergi Generasi Maju.

Karena saya merasa 'ada teman' untuk sharing, mendapatkan informasi dan edukasi, dan juga nasehat-nasehat dari para expert mengenai alergi anak.




Seperti pada Senin, 29 Juli 2020 kemarin. Saya mengikuti webinar via Zoom mengenai bagaimana cara merawat anak alergi di masa pandemi seperti saat sekarang ini.

Jujur saja, selama Pandemi Covid-19 yang dimulai pada pertengahan Maret 2020 hingga sekarang, saya dan suami cukup panik dan takut akan bahaya penularan Covid-19 karena Kifah anak pertama saya memiliki riwayat alergi dan sekarang mengidap penyakit Asma.

Asma pada Kifah memang belum sembuh total, bahkan di bulan Ramadhan kemarin, Kifah tertatih-tatih berpuasa walau ketika jam bangun sahur asmanya sering kali kambuh.

Di masa Pandemi ini, tentunya kekhawatiran saya naik 2x lipat.

Webinar yang bertajuk Tanggap Alergi di Masa Pandemi untuk Generasi Maju kemarin, menghadirkan Prof. Dr. Budi Setiabudiawan, dr. Sp.A (K), M.Kes yang merupakan seorang ahli imunologi dan alergi anak.

Selain itu, hadir pula Bunda Anggi Morika Septi, Senior Brand Manajer SGM Eksplor Advance + Soya, serta Bunda Mediana Herwijayanti, yakni Digital Marketing Manajer SGM Eksplor Advance+ Soya. Dan satu lagi, Bunda Nastasha Rizky (artis dan Bunda yang memiliki anak dengan riwayat alergi protein susu sapi).

Bunda Anggi mengatakan bahwa memang pasti ada ketakutan sendiri bagi para orang tua, di masa pandemi seperti sekarang ini, bagaimana cara merawat dan melindungi kesehatan anak-anak yang alergi dengan protein susu sapi.

Maka dari itu, Pekan Tanggap Alergi Generasi Maju ini, ingin sekali mengajak dan menggugah para Bunda yang memiliki anak dengan alergi protein susu sapi untuk sama-sama belajar dan mendapatkan edukasi tentang alergi anak dengan benar sesuai dengan arahan para ekspert.

Bunda Anggi juga mengajak para Bunda agar selalu ingat 3K.

Apa itu 3K?


Jangan lupa lakukan 3K

1. Kenali Gejala. Yaitu mengenali apa saja gejala alergi. Di website generasimaju.co.id/alergianak Bunda bisa mengecek, apakah anak mengalami alergi atau tidak.

2. Konsultasikan. Yaitu mengkonsultasikan pada dokter atau expert mengenai alergi anak. 

Di generasimaju.co.id/alergianak terdapat fitur live chat bersama expert dimana kita bisa melakukan chat bersama expert untuk bertanya seputar alergi anak.

3. Kendalikan. Alergi dapat dikendalikan, salah satunya dengan cara memberikan nutrisi yang tepat pada si kecil yang mengalami alergi.

Prof. Budi mengatakan berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), di masa pandemi ini, anak termasuk ke dalam kelompok yang rentan terkena infeksi, Indonesia adalah negara dengan angka terinfeksi tertinggi di ASEAN.

Anak dengan alergi susu sapi memiliki sistem imun yang unik dan lebih sensitif dibandingkan anak yang lainnya, maka dari itu, anak dengan alergi protein sapi harus mendapatkan perhatian ekstra khususnya pada kesehatanya.

Alergi sendiri adalah respon tubuh yang tidak normal terhadap 'zat asing' yang masuk ke dalam tubuh.

Walaupun sebenarnya zat tersebut tidak berbahaya, namun sistem imun anak alergi akan meresponnya secara berlebihan, sehingga menimbukan, gatal, bengkak, ruam merah, sesak, dsb.

Zat yang memicu alergi disebut alergen. Biasanya, alergen terdapat pada makanan dan zat yang terhirup.

Makanan contohnya:

Susu sapi, makanan laut, kacang tanah, tree nuts (kacang polong, almond, mede), telur, gandum dan ikan.


Hati-hati dengan makanan ini


Zat yang terhirup contohnya:

Tungau debu rumah, serbuk sari tanaman, kecoa, serpihan kulit  binatang, dan jamur kapang.


Hati-hati juga dengan zat yang bisa terhirup ini


Apakah Alergi Susu Sapi Itu?

Alergi susu sapi diakibatkan oleh kasein dan whey, yakni protein susu sapi yang menyebabkan reaksi alergi. Angka kejadiannya sebesar 0,5 %- 7,5% dan manifestasi terbanyak yakni Dermatitis Atopik, yakni ruam merah pada kulit. Namun, kejadian alergi ini akan berkurang seiring dengan pertambahan usia.

Data dari klinik anak di RSCM Jakarta, tahun 2012 menyebutkan bahwa 31% pasien anak alergi terhadap putih telur dan 23,8 % alergi terhadap susu sapi.

7,5 % anak Indonesia mengalami alergi terhadap protein susu sapi, yang merupakan makanan penyebab alergi nomor dua setelah telur, pada anak-anak di Asia.

Dampak Apa Saja yang Ditimbulkan Jika Alergi Susu Sapi Tidak Segera Diatasi?


1. Dampak Kesehatan

Meningkatnya resiko penyakit degeneratif seperti obesitas, hipertensi, dan sakit jantung

2. Gangguan Tumbuh Kembang

Anak dengan alergi bisa mengalami keterlambatan pertumbuhan, karena berhubungan dengan jenis dan ragam pantang makanan

3. Ekonomi

Meningkatnya pengeluaran untuk biaya pengobatan ke Rumah Sakit, membeli obat-obatan, biaya perawatan di rumah, orang tua kehilangan pendapatan karena sering tidak masuk kerja, dll.

4. Psikologi

Anak dan orang tua bisa stress, bahkan bisa jadi orang tua jauh lebih stress. Dengan begitu kualitas hidup anak dan keluarga menjadi menurun.

Lakukan 3 K (Kenali, Konstasikan, Kendalikan)

Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Bunda Anggi, Prof. Budi pun menyarankan sebagai Bunda kita harus menjadi Bunda Tanggap Alergi dengan melakukan 3K. 

3K dilakukan agar alergi lebih bisa diatasi dan tidak menjadi kasus yang lebih berat lagi.


Kenali Gejala Alergi Protein Susu Sapi


1. Saluran cerna:  Diare (53%) dan Kolik (27%)

2. Kulit: Urtikaria (18%) dan Dermatitis Atopik (35%)

3. Saluran Nafas: Asma (21%) dan Rinitis (20%)

4. Umum: Anafilaksis (11%)

Bagaimana Membedakan antara Alergi dan Infeksi?
Perbedaan infeksi dan alergi

Di masa pandemi seperti ini, orang tua cenderung lebih khawatir dengan kesehatan si kecil.

Duh, anak saya batuk pilek, apa jangan-jangan terkena Corona ya?

Gejala Infeksi yakni:

1. Disertai demam
2. Batuk dan pilek terjadi sepanjang hari
3. Dahak yang dikeluarkan berwarna


Gejala Alergi:

1. Tidak disertai demam
2. Batuk, pilek, bersin biasanya terjadi saat malam hari
3. Dahak yang dikeluarkan bening/tidak berwarna

Tata Laksana Alergi (Rekomendasi dari IDAI)

Bagi anak yang memang menunjukkan gejala alergi, langkah selanjutnya adalah dengan MENGKONSULTASIKAN kepada dokter atau expert di bidang imunologi dan alergi anak.

Biasanya anak akan diberikan obat-obatan sesuai dengan gejala alergi oleh dokter.

ASI adalah makanan terbaik bagi bayi, jika anak memiliki alergi tetap berikan ASI dan ibu menyusui sebisa mungkin menghindari makanan pencetus alergi.


Apabila dengan SANGAT TERPAKSA KARENA ALASAN MEDIS maka boleh memberikan nutrisi yang lain, seperti formula soya sebagai alternatif berdasarkan rekomendasi dokter.

Tips Menghadapi New Normal/Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) untuk Anak Alergi Susu Sapi


Tips menjalankan New Normal dari Prof. Budi untuk anak alergi protein susu sapi

1. Tidak melakukan penundaan imunisasi

2. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan SDIDTK (Stimulasi Deteksi, Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak)

3. Tetap menjaga kesehatan dengan nutrisi yang lengkap dan seimbang, perbanyak makan buah dan sayuran, dan aktivitas fisik yang sesuai.

4. Ajari anak mencuci tangan dengan menggunakan sabun, memakai masker, dan menghindari kerumunan

5. Berjemur di depan rumah setiap pagi sekitar 10-15 menit untuk mengoptimalkan asupan vitamin D yang baik untuk daya tahan tubuh anak.

Alhamdulillah dengan saling support dan adanya edukasi, Bunda dengan anak alergi protein sapi bisa lebih tanggap dan semangat lagi

Bunda Mediana Herwijayanti, Digital Marketing Manager SGM Eksplor Advance+ Soya, Pekan Tanggap Alergi Generasi Maju ini diharapkan mampu mengedukasi dan memberikan informasi seluas-luasanya kepada masyarakat agar lebih aware terhadap kasus alergi anak.

Dengan paparan yang dikatakan oleh Prof.Budi bahwa alergi bisa berakibat buruk jika tidak segera diatasi, maka Pekan Tanggap Alergi Generasi Maju bisa dijadikan sebagai referensi dan pengetahuan tentang bagaimana mengatasi alergi pada anak.

Dan tidak hentinya, kampanye 3K yakni Kenali, Konsultasi, dan Kendalikan. Menjadi salah satu cara yang paling efektif untuk bisa menjadi Bunda Tanggap Alergi.




Di dalam webinar kemarin, ada juga Bunda Natasha Rizky yang menceritakan pengalamannya mengatasi anaknya yang kedua, yang mengalami alergi protein susu sapi.

Awalnya ia sangat khawatir, bagaimana dengan pertumbuhan dan perkembangan anaknya karena mengalami alergi susu sapi. Karena asupan nutrisi pasti akan terbatas.

Nah, ada tips nih dari Bunda Natasha, sebagai Bunda Tanggap Alergi, yaitu:

1. Cari tahu gejala alergi itu seperti apa, sebagai Bunda kita harus peka.

2. Konsultasikan kepada expert apabila memang si kecil menunjukkan gejala alergi.

3. Memberikan nutrisi pengganti yang lain, misalkan dengan memberikan formula soya.

4. Kreasikan menu makanan si kecil, agar asupan nutrisinya tetap seimbang.

5. Dan yang terpenting, mintalah dukungan suami dan keluarga untuk merawat anak dengan alergi protein sapi. Karena suami dan keluargalah yang bisa menyemangati.

Yuk, Bunda, kita jadi Bunda Tanggap Alergi. Jangan lupa melakukan 3K.

Untuk mengetahui tentang gejala alergi pada anak dan chat dengam para expert, kunjungi www.generasimaju.co.id/alergianak

Dan untuk mengetahui banyaknya keseruan Pekan Tanggap Alergi Generasi Maju, Bunda bisa membuka akun instagram @soya_generasimaju dan Facebook Fan Page: Soya Dukung Generasi Maju.

Pastikan jangan terlewat acara edukatif dan informatifnya seputar alergi anak, ya Bunda.

***

Saya sendiri, sebagai Bunda yang memiliki anak alergi protein susu sapi, sangat terbantu dengan adanya Pekan Tanggap Alergi Generasi Maju.


Walau dulu Kifah alergi terhadap protein susu sapi, sekarang Kifah siap jadi Generasi Maju


Saya merasa tidak sendirian, dan mendapatkan support untuk terus mendukung si kecil jadi generasi maju walau dengan segala 'kekurangan' yang ada pada diri mereka.

Apakah si kecil di rumah memiliki alergi protein susu sapi juga, Bund? Sharing yuk di kolom komentar.




Review Omron Mesh Nebulizer NE-U100: Alat Nebulizer yang Hebat, Praktis, dan Mudah Dibawa Kemana-mana bagi Anak Penderita Asma

Review Omron Mesh Nebulizer NE-U100: Alat Nebulizer yang Hebat, Praktis, dan Mudah Dibawa Kemana-mana bagi Anak Penderita Asma


Assalamu’alaikum, halo semuanya apa kabar? Semoga sehat selalu ya. Ibu, Ayah, Anak, pokoknya sehat dan bahagia selalu hari ini dan seterusnya. Amiiin.

Bicara soal sehat, kayaknya beberapa waktu belakangan ini Saya sering ngomongin seputar alergi dan asmanya Kifah. Di blog ini dan juga di Instagram feed dan stories.

Kenapa? Karena memang kasus alergi anak dan juga asma akhir-akhir ini makin sering dibicarakan oleh para ibu baik di dunia nyata maupun media sosial di internet. Karena Saya adalah salah satu Ibu dengan anak yang memilki penyakit alergi dan asma, Saya merasa terpanggil untuk ikutan sharing mengenai alergi dan asmanya Kifah.

Saya sendiri pernah menulis pengalaman merawat anak alergi dan asma di tulisan berikut ini. Gak seperti sekarang yang akses media sosialnya lebih massive, kalau dulu sekitar 8 tahun yang lalu, saat Kifah bayi, akses informasi mengenai anak alergi dan asma gak segencar sekarang, makanya dulu Saya feel alone banget, dan merasa up and down menghadapi anak yang menderita alergi dan asma.

Bahkan Saya sempat merasa stres atau frustasi menghadapi Kifah yang sering bulak balik ke RS, Klinik, atau pun UGD.

Dan ini selaras dengan apa yang dikatakan Prof.Dr.dr. Budi Setiabudiawan, Sp.A (k). M.Kes. Seorang Dokter spesialis anak, alergi dan imunologi. Bahwa anak yang menderita alergi (pada kasus Kifah menjadi asma) akan berdampak psikologis bagi orang tua dan anak itu sendiri. Yaitu orang tua dan anak menjadi stres atau frustasi.

Apa itu Asma?

Asma Bronkial adalah kondisi medis yang menyebabkan jalan nafas paru-paru membengkak dan menyempit. Karena pembengkakan ini, jalur udara menghasilkan lendir yang berlebihan sehingga sulit untuk bernafas, yang menyebabkan batuk, nafas pendek, dan juga mengi (nafas berbunyi ngik ngik).

Review Omron Mesh Nebulizer NE-U100: Alat Nebulizer yang Hebat, Praktis, dan Mudah Dibawa Kemana-mana bagi Anak Penderita Asma

Batuk terus menerus, terutama pada malam hari adalah salah satu ciri-ciri serangan asma
Prof.Dr.dr. Budi Setiabudiawan, Sp.A (k). M.Kes mengatakan penyakit asma ini bisa disebabkan karena alergi saat masih bayi, dan benar memang, sebelum Kifah menderita asma, ketika bayi Kifah alergi protein susu sapi dan menyebabkan dermatitis atopik pada area kulitnya. Dan sekitar usia 3 tahun, ketika Kifah batuk tak kujung sembuh, Kifah divonis menderita asma oleh dokter.

Setiap orang memang memiliki serangan asma yang berbeda-beda, ada yang ringan dan ada pula yang berat, tapi jika diabaikan, asma ini akan berakibat fatal bahkan menyebabkan kematian. Oleh karena itu, jika memang anak atau keluarga Kita sudah jelas memiliki penyakit asma, lebih baik mengontrol asma tersebut agar tidak kambuh atau memiliki prosedur penanganan yang baik dan tepat ketika tiba-tiba asma menyerang di waktu –waktu tertentu.

Penyebab Asma

Masih menurut Prof.Dr.dr. Budi Setiabudiawan, Sp.A (k). M.Kes, penyakit asma ini dikarenakan oleh alergi yang memang disebabkan karena adanya faktor keturunan dan faktor lain.

Faktor-faktor yang memicu reaksi asma  adalah:

1. Paparan zat seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, pasir, tungau, atau bakteri.
2. Infeksi virus seperti pilek dan flu atau pneumonia
3. Polusi udara, asap, asap kendaraan, asap rokok, dll
4. Stres dan kecemasan
5. Aktivitas fisik atau olahraga
6. Cuaca
7. Bahan tambahan makanan atau MSG

Kalau Saya amati, untuk Kifah sendiri, dia akan kambuh asmanya jika terlalu kelelahan beraktivitas, jajan sembarang (bahan makanan yang mengandung pengawet, pewarna, MSG, yang berlebihan), dan juga jika udara/cuaca dingin.

Gejala yang sering muncul ketika asma Kifah kambuh seperti batuk yang tak kunjung sembuh, seringnya terjadi pada malam hari, sulit bernafas (ketika bernafas, wajah dan leher sampai keluar keringat), mengi (nafas berbunyi ngik ngik), merasa mudah lelah, kesal, dan murung. Sering bersin, pilek, bahkan sakit kepala. Serta sulit tidur.

Seperti yang sudah Saya katakan di atas, bahwa Saya pernah merasa stres, frustasi, dan lelah ketika menghadapi kenyataan bahwa Kifah mengidap asma. Biasanya Saya jadi sensi, emosian, dan mudah marah ketika Asma Kifah mulai kambuh.

Kenapa?

Karena yang terbayang adalah capeknya bulak-balik ke klinik atau Rumah Sakit. Kemudian lelah harus ke UGD ketika asmanya menyerang. Kifah pernah ke UGD tengah malam, menjelang shubuh/dini hari, pagi hari, siang hari, sore hari. Semua waktu pernah dijalani untuk pergi ke UGD guna memberikan pertolongan pertama untuk Kifah dengan menggunakan nebulizer atau biasa disebut alat uap.

Dulu, setiap Kifah sesak nafas, seringnya ke UGD untuk diuap. Hingga pada suatu saat, dokter yang menangani Kifah memperbolehkan Kami memiliki alat uap atau nebulizer sendiri di rumah. Agar kami tidak panik dan tidak usah bulak balik ke RS atau UGD jika serangan asmanya ringan.

Catatan: untuk obatnya silakan dikonsultasikan ke dokter terlebih dahulu ya.

Alat Uap atau Omron Mesh Nebulizer NE-U100 untuk Asma Kifah

Review Omron Mesh Nebulizer NE-U100: Alat Nebulizer yang Hebat, Praktis, dan Mudah Dibawa Kemana-mana bagi Anak Penderita Asma

Saat ini, di rumah, Kami menggunakan alat uap atau Omron Mesh Nebulizer NE-U100. Bentuknya sangat kecil, ringkas, ringan, sangat simpel dan mudah digunakan.

Enaknya  Omron Mesh Nebulizer NE-U100 ini memang sangat cocok digunakan untuk yang memiliki anak dengan asma. Kenapa? Karena kecil, ringan, ringkas, simpel, mudah digunakan dan yang terpenting ini sangat mudah dibawa kemana-mana.

Karena ketika Kami sekeluarga mudik ke Bandung (dengan cuaca yang dingin) otomatis alat uap atau nebulizer ini perlu dibawa, karena khawatir Kifah kambuh di rumah nenek atau bahkan kambuh di jalan.

Selain itu, alat uap atau Omron Mesh Nebulizer NE-U100 sangat cocok dimiliki untuk anak yang memiliki asma untuk menemani keseharian dan aktivitasnya.

Dulu Saya sempet sedih, bingung, dan kepikiran. Gimana kalau Kifah kambuh asmanya ketika kelelahan latihan karate atau setelah main sepak bola, karena Kifah anaknya aktif sekali. Apalagi Kifah juga mulai aktif di kegiatan Pramuka sekolah. Kalau asmanya kambuh ketika kemping gimana ya? Kan gak ada colokan listrik? Gimana kalau UGD atau RS jauh?

Alhamdulillah setelah memiliki alat uap atau Omron Mesh Nebulizer NE-U100 keresahan Kami sebagai orang tua terjawab sudah solusinya.

Kelebihan Alat Uap atau Omron Mesh Nebulizer NE-U100

1.Dengan Advanced teknologi yang bisa diandalkan untuk meningkatkan efektivitas nebulisasi.

2.Mesh Technology, dengan teknologi terbaru menggunakan titanium vibrator yang mampu memecah ukuran partikel  menjadi sangat kecil sehingga proses nebulisasi lebih efektif.

3.Efisien, proses nebulisasi menjadi lebih efisien dan cepat, karena partikel obat yang masuk ke dalam paru-paru lebih kecil, jadi lebih cepat meredakan serangan asma.

4.Bisa digunakan 360 derajat, sehingga bisa digunakan dalam posisi apapun, bahkan dalam posisi tidur tanpa khawatir obatnya tumpah.

5.Mudah dibersihkan, alat uap atau  Omron Mesh Nebulizer NE-U100 sangat mudah dibersihkan.

6.Mudah digunakan karena sangat nyaman dalam genggaman.

7.Tidak berisik, alat uap atau  Omron Mesh Nebulizer NE-U100 ini sama sekali tidak mengeluarkan suara berisik.

Review Omron Mesh Nebulizer NE-U100: Alat Nebulizer yang Hebat, Praktis, dan Mudah Dibawa Kemana-mana bagi Anak Penderita Asma

Review Omron Mesh Nebulizer NE-U100: Alat Nebulizer yang Hebat, Praktis, dan Mudah Dibawa Kemana-mana bagi Anak Penderita Asma

Penggunaan alat uap Omron Mesh Nebulizer NE-U100 bisa digunakan dengan berbagai posisi, dari posisi duduk hingga posisi tidur.

Berikut video cara penggunaan nebulizer Omron Mesh Nebulizer NE-U100:



Review Alat Uap atau Omron Mesh Nebulizer NE-U100


Review Omron Mesh Nebulizer NE-U100: Alat Nebulizer yang Hebat, Praktis, dan Mudah Dibawa Kemana-mana bagi Anak Penderita Asma

Satu set alat uap/nebulizer Omron NE-U100 yang ada di dalam box


Saya sendiri merasa sangat puas dengan Omron Mesh Nebulizer NE-U100 ini.

Pertama, alat uap ini beneran cepat cara kerjanya, bahkan 2x lipat lebih cepat meredakan serangan asma Kifah. Partikel uapnya memang sangat kecil dan halus, sehingga mudah dihirup oleh anak-anak seperti Kifah.

Kedua, mudah dibawa kemana-mana. Alat uap atau Omron Mesh Nebulizer NE-U100 kecil dan ringan banget. Gak pakai listrik, cukup pakai baterai aja. Karena nebulizer Omron Mesh Nebulizer NE-U100 meredakan serangan asma lebih cepat, jadi baterainya pun cukup hemat.

Ketiga, gak bising sama sekali. Waktu awal menggunakan, Saya dan suami pun sampai bingung, ini sebenernya alatnya udah nyala atau belum. Saking gak ada suaranya sama sekali. Ini penting banget buat dipakai di jalan, gak ganggu orang lain. Dan ketika digunakan tengah malam pun suara Omron Mesh Nebulizer NE-U100 gak ganggu adik-adiknya Kifah yang sedang tidur.


***

Review Omron Mesh Nebulizer NE-U100: Alat Nebulizer yang Hebat, Praktis, dan Mudah Dibawa Kemana-mana bagi Anak Penderita Asma

Pernafasan kembali lega setelah menggunakan nebulizer Omron NE-U100
Menurut Saya pribadi, jika memang anak sudah diketahui menderita asma, sebaiknya dikomunikasikan ke dokter dan meminta izin dokter apakah boleh memiliki alat uap atau nebulizer sendiri di rumah.


Karena berdasarkan pengalaman, memiliki alat uap atau nebulizer sendiri di rumah sangat membantu untuk meringankan gejala asma anak. Tidak perlu capek ke RS atau UGD jika anak menunjukkan serangan asma.

Selain itu, memiliki alat uap atau  Omron Mesh Nebulizer NE-U100 ini seperti memiliki investasi alat kesehatan, karena jika dibandingkan dengan harus bulak-balik ke RS untuk melakukan nebulisasi, yang memakan waktu, tenaga, biaya yang tidak murah.

Menggunakan Omron Mesh Nebulizer NE-U100, serangan asma pada anak cepat diredakan dan menghemat biaya juga, karena pemakaian alat uap atau nebulizer ini adalah usaha untuk mempermudah Kita menangani asma di rumah dan bisa digunakan untuk jangka panjang.

Sehingga bisa Saya katakan, alat uap atau Omron Mesh Nebulizer NE-U100 ini Saya rekomendasikan untuk dimiliki bagi keluarga yang memiliki anak dengan penyakit asma. Satu lagi, selain kelebihan yang sudah Saya sebutkan sebelumnya, alat uap atau  Omron Mesh Nebulizer NE-U100 juga made in Japan dan memberikan 2 tahun garansi alat bagi para konsumennya.

Pernah menggunakan Nebulizer dari Omron juga? Sharing yuk di kolom komentar :D


Anak Alergi Protein Susu Sapi: Apa dan Bagaimana Solusinya?


Pernah mendengar istilah alergi?

Yaitu orang yang tiba-tiba gatal, bengkak mata dan bibirnya setelah makan atau mengkonsumsi makanan/minuman tertentu. Atau, Mama sendiri salah satu ‘penderita’ alergi? Mudah gatal, bengkak, biduran, diare, bahkan sesak nafas ketika ‘salah makan’?

Maka dari itu, Alergi adalah keadaan dimana respon tubuh menjadi tidak normal terhadap bahan yang sebenarnya tidak berbahaya bagi tubuh. Bahan atau zat tidak berbahaya tersebut direspon berlebihan oleh tubuh menjadi gatal, ruam, bengkak, sesak nafas, diare, dll. Oleh karena itu, alergi ini erat kaitannya dengan sistem imunitas tubuh seseorang.

Kalau iya, kapan seseorang dikatakan alergi?

Apakah saat gatal atau bengkak setelah makan seafood? Atau ketika masuk ke rumah dan kedinginan di malam hari?

Dokter Budi sedang menjelaskan apa dan bagaimana solusi menghadapi alergi pada anak

Menurut Prof. Dr.dr.Budi Setiabudiawan, Sp. A (K) M. Kes Kita tidak bisa asal menduga ketika seorang anak menderita alergi. Misalkan kita mengira anak alergi terhadap udang, telur, udara dingin, dll, dan kita banyak sekali melarang anak mengkonsumsi makanan yang dikira sebagai pencetus alergi sehingga anak menjadi kesulitan makan makanan tertentu.

Alergi memang perlu observasi lebih lanjut, untuk mengetahui zat atau bahan apa yang menjadi “biang keladi” pemicu alergi tersebut.

Pernah suatu hari dr. Budi mendapatkan pasien anak yang menderita alergi. Orang tuanya mengatakan bahwa anak tersebut menderita alergi terhadap makanan tertentu, namun setelah diobservasi, ternyata biang kerok pencetus alergi pada anak tersebut bukanlah makanan melainkan tungau yang terdapat pada kasur, karpet, bantal, guling, dan perabotan rumah yang rentan dihinggapi oleh tungau.



WHO sendiri mencatat kasus alergi sekitar 30%-40% terhadap penduduk dunia, 35 juta penduduk dunia dinyatakan alergi terhadap makanan. Sedangkan di Indonesia sendiri tercatat 7,5% anak Indonesia alergi terhadap susu sapi. RSCM pun mencatat bahwa 23,8 % anak Indonesia alergi terhadap susu sapi dan 31% alergi terhadap telur.

Dan anak Saya pun termasuk dalam 7,5 % anak Indonesia yang alergi terhadap protein susu sapi *SO SAD*

Cerita tentang anak pertama Saya Kifah yang terkena alergi susu sapi sejak bayi hingga saat ini Kifah mengidap asma, sudah saya tulis di sini secara detail dan lengkap di tulisan ini.

Apa saja faktor yang menyebabkan anak beresiko terkena alergi?

1.Keturunan

Riwayat keluarga yang memiliki alergi tentunya akan meningkatkan resiko seorang anak menderita alergi. Keluarga yang utama pembawa alergi yang peru “diwaspadai” adalah ayah, ibu, dan saudara kandung.



Jika orang tua (ayah dan ibu) keduanya memiliki riwayat alergi, maka kemungkinan anaknya menderita alergi sekitar 60%-80%.

Jika salah satu orang tua (ayah atau ibu) memiliki riwayat alergi, maka kemungkinan anaknya menderita alergi adalah 20%-40%.

Jika saudara kandung memiliki riwayat alergi, maka kemungkinan anak menderita alergi adalah 25%-30%.

Jika orang tua tidak memiliki riwayat alergi, maka kemungkinan anak menderita alergi adalah 5%-15%. Kakek dan nenek tidak termasuk keluarga yang menurunkan resiko alergi, hanya ayah, ibu dan saudara kandung saja ya.

Dan, sedihnya Saya,  Kifah masuk ke dalam faktor resiko 5%-15% yaitu orang tua tidak memiliki riwayat alergi, tapi ternyata Kifah malah terkena alergi protein susu sapi.

2.Melahirkan dengan Cesar

Nah ini adalah fakta yang baru Saya dapatkan dari dr.Budi di acara Blogger dan Media Gathering dengan SGM Eksplor Advance+ Soya kemasan baru, Rabu, 28 Agustus 2019 kemarin.

Ternyata, anak yang dilahirkan secara Cesar pun sangat beresiko terhadap alergi. Salah satu penyebabnya adalah tertundanya perkembangan bakteri baik di dalam usus dan terjadinya perubahan sistem imun si kecil ketika lahir.

Maka dari itu, dr. Budi menyarankan, jika tidak ada hal darurat yang menyebabkan seorang Ibu harus melahirkan secara Cesar, melahirkan normal atau pervaginam lebih disarankan. Karena melahirkan melalui operasi Cesar akan meningkatkan resiko alergi pada anak.

Apa Saja Gejala Alergi yang Bisa Diamati?

Nah, salah satu cara untuk mengetahui anak alergi adalah dengan mengamati gejalanya. Biasanya seperti ruam merah, gatal, bengkak pada mata atau bibir, asma, diare, dll.

Ketika Kifah bayi, ada satu titik merah seperti gigitan nyamuk di pipinya, Saya kira itu hanya digigit nyamuk biasa, tapi itu merupakan gejala alergi.

Alergi sendiri tidak disertai dengan demam, dan biasanya gejala alergi akan timbul ketika malam hari.

Apa Saja Dampak Alergi terhadap Anak?

1.Gangguan Kesehatan

Anak yang menderita alergi tentunya mudah sekali terkena gangguan kesehatan. Anak saya sendiri, Kifah, seringkali menderita Asma dan dermatitis pada kulitnya.

2.Gangguan tumbuh kembang

Ini yang paling Saya khawatirkan, gangguan tumbuh kembang terhadap anak. Anak alergi beresiko mengalami gangguan tumbuh kembang.

3.Ekonomi

Mahalnya biaya pengobatan, keluar masuk rumah sakit, tentunya membutuhkan biaya yang tidak murah. Maka dari itu, anak alergi juga bisa menjadi salah satu faktor yang membuat keuangan keluarga menjadi tidak stabil/banyak pengeluaran pada pos kesehatan, karena mahalnya biaya pengobatan itu sendiri.

4.Psikologis

Ternyata, anak alergi juga bisa stres lho, Ma. Termasuk orang tuanya. Ya Saya sendiri mengakui cukup stres menghadapi anak yang alergi, dan berusaha menguatkan mental selalu.

Alergi juga bisa menyebabkan anak minder dalam pergaulan, karena mungkin merasa “berbeda” Saya sendiri sedang mengalaminya sekarang ini, Kifah sempat beberapa kali mendapatkan perundungan di sekolah dan semangat belajarnya pun menurun.

Bagaimana Mencegah Alergi pada Anak?

1.Pada masa kehamilan

Menurut dr.Budi. ini sangat penting. Di masa kehamilan, JANGAN PERNAH MELAKUKAN PANTANGAN TERHADAP MAKANAN TERTENTU.



Banyak sekali mitos ketika perempuan sedang hamil yang erat kaitannya dengan makanan, apalagi orang tua atau mertua yang masih menganggap saat hamil itu tidak boleh makan ini makan itu takut bayinya akan begini atau begitu.

Hal ini justru sangat salah. Saat hamil, makanlah semua varian makanan yang baik dan halal tentunya. Bahkan zat atau bahan yang bisa memicu alergi seperti seafood, susu sapi, harus dikonsumsi pada masa kehamilan.

2.Sesudah melahirkan

ASI adalah makanan terbaik untuk bayi. ASI tentunya mencegah anak beresiko terkena alergi. Namun, jika memang ketika pemberian ASI pun anak tetap mengalami alergi, maka Ibu harus berhenti mengkonsumi makanan yang bisa membuat bayi alergi.

Sama seperti ketika masa kehamilan, pada saat memberikan MPASI bayi di atas 6 bulan. JANGAN MEMBERIKAN PANTANGAN MAKANAN kepada bayi. Berikan bayi varian makanan seperti udang, seafood, daging, ikan, telur, dan semua makanan yang mungkin saja bisa menjadi pencetus alergi. Kenalkan makanan tersebut sedini mungkin.

Bagaimana Memberikan Nutrisi yang Tepat Bagi Anak yang Menderita Alergi?

Jika anak Kita positif menderita alergi protein susu sapi dan produk turunan susu sapi seperti keju misalnya, hal yang pasti Kita pikirkan sebagai Ibu, bagaimana cara memberikan nutrisi yang tepat dan baik bagi anak?

Padahal susu adalah salah satu sumber protein, kalsium, yang berguna untuk tumbuh kembang anak.

Menurut dr.Budi, bagi anak yang alergi protein susu sapi, boleh mengkonsumsi  atau mengganti asupan susunya menggunakan susu formula hipoalergenik atau susu soya.

Pada acara Media dan Blogger Gathering bersama SGM Eksplor kemarin, SGM Eksplor dari Sarihusada, meluncurkan Susu SGM Eksplor Advance+Soya kemasan baru dengan 5 Kebaikan Complinutri Soy+ yang dipersembahkan bagi anak yang tidak cocok mengkonsumsi susu sapi.



Apa saja 5 Kebaikan SGM Eksplor Advance+ Soya?

1.) 100% Isolat protein  soya berkualitas.
2.)Mengandung Minyak Ikan dan Omega 3 & 6
3.)Bebas Laktosa
4.)Sumber Serat
5.)Mengandung 13 Vitamin dan 7 Mineral



Bersama Prof.Dr.dr. Budi Setiabudiawan, Sp.A (K) M.Kes sebagai dokter spesialis anak dan ahli imunologi, hadir pula Prof.Dr.dr. Rini Sekartini, SpA (K) seorang Konsultan Tumbuh Kembang Anak.

Dokter Rini (kiri)

Beliau menjelaskan bahwa anak dengan alergi susu sapi tetap memiliki kesempatan tumbuh bekembang sama dengan anak yang lainnya. Mereka tetap bisa mendapatkan kebaikan protein dan nutrisi lainnya dari makanan dan juga susu soya.

Menurut hasil penelitian di tahun 2012, susu soya terbukti aman untuk dikonsumsi anak dan tidak berbeda dengan susu sapi. Anak tetap bisa tumbuh dan berkembang sesuai dengan tahapan usianya.

Sama seperti kasus Saya, Natasha Rizky juga memiliki anak yang alergi protein susu sapi. Awalnya ia dan suami merasa sangat khawatir terhadap tumbuh kembang anak keduanya tersebut. Hingga akhirnya mengetahui adanya solusi alternatif untuk memenuhi protein dan nutrisi lainnya melalui pemberian susu formula soya untuk mendukung tumbuh dan kembang buah hatinya.

Natasha Rizky sharing mengenai anak keduanya yang alergi terhadap protein susu sapi

Natasha Rizky juga memberikan tips bagi para ibu yang memiliki anak dengan alergi susu sapi, yaitu:

1.Mintalah suami dan keluarga untuk selalu mendukung kita dalam menjaga dan merawat anak yang alergi terhadap protein susu sapi.

2.Berikan edukasi terhadap keluarga, saudara, ataupun kerabat yang memang belum mengerti terhadap kasus anak yang alergi terhadap protein susu sapi.

3.Sebisa mungkin cuek terhadap orang yang memang nyinyir terhadap Kita dan kondisi anak Kita, karena mereka gak pernah tau kondisi Kita yang sebenarnya.



Bicara soal edukasi, SGM Eksplor pun memberikan edukasi terhadap masyarakat melalui kampanye digital #BundaTanggaAlergi dengan 3K, yaitu Kenali, Konsultasikan, Kendalikan. Juga melalui alergianak.com.

Edukasi tersebut, hingga saat ini berhasil mengedukasi 100 juta Bunda di Indonesia dan SGM berkomitmen untuk mendukung Bunda Indonesia memberikan yang terbaik bagi si kecil.

***

Sampai  di sini, apakah Mama semua sudah faham, apa dan bagaimana mengatasi masalah alergi protesin susu sapi pada anak?



Intinya, memiliki anak alergi memang sebuah ujian dan tantangan untuk Kita ya, Ma. Tapi jangan sampai patah semangat, karena di era digital dan terbukanya akses informasi seperti sekarang ini, Kita bisa banyaakkk sekali mendapatkan pengetahuan mengenai alergi anak dan solusinya.

Informasi seputar anak alergi bisa kita akses melalui alergianak.com juga melalui #BundaTanggapAlergi dan #SoyaDukungGenerasiMaju di media sosial.

Ada yang punya pengalaman dengan anak alergi protein susu sapi juga? Sharing yuk di kolom komentar :D


Pengalaman Merawat Anak Asma dan Alergi


Assalamu'alaikum, apa kabarnya emak semua? semoga sehat dan dalam lindungan-Nya selalu ya, amiin.

Sebenernya, saya ingin sekali menulis tentang pengalaman merawat anak Asma ini sejak lama, tapi terealisasi sekarang. Duh, saking sibuknya dengan urusan domestik dan anak-anak, jadi pending terus, padahal saya fikir sharing ini mudah-mudahan bisa bermanfaat untuk keluarga yang memiliki anak dengan riwayat asma.

Siapa sih yang gak ingin anaknya tumbuh sehat? Semua orang tua pasti menginginkannya bukan? tapi ketika takdir bicara lain, ya mau gimana lagi. Hadapi dan berusahalah mencari solusi. Bukan begitu?

Asma memang sebuah penyakit yang memiliki segudang resiko dan juga menimbulkan kekhawatiran, khususnya bagi orang tua. 

Pasalnya, penyakit ini berhubungan dengan pernafasan,  yang mana pernafasan ini merupakan aktivitas tubuh yang sangat penting. Jika asma sudah menyerang, maka pernafasan akan terganggu karena penderita akan sangat kesulitan bernafas atau sesak.

Asma sendiri adalah jenis penyakit jangka panjang atau kronis pada saluran nafas yang ditandai dengan penyempitan saluran nafas yang menyebabkan sesak atau sulit bernafas.

Selain sulit bernafas, penderita Asma juga mengalami gejala seperti nyeri dada, batuk-batuk, dan mengi. Asma bisa diderita oleh semua golongan usia baik dewasa maupun anak-anak.

Anak saya sendiri, Kifah, divonis menderita Asma oleh dokter saat berusia 4 tahun, dan sekarang usianya sudah menginjak 8 tahun.


sekarang Kifah berusia 8 tahun

Berikut kronologis, apa-apa saja yang terjadi sejak ia bayi, hingga divonis memiliki Asma.

1. Diawali dengan alergi protein sapi.

Ketika saya melahirkan Kifah dulu, saya memiliki masalah ketika hari pertama melahirkan yaitu ASI yang tidak keluar/lancar. Maka dari itu, tenaga kesehatan yang membantu persalinan saya memberikan susu formula untuk menggantikan ASI sementara waktu hingga ASI keluar.



Sungguh, edukasi mengenai ASI harus dilakukan bagi ibu hamil, calon ibu menyusui, karena jika tidak diedukasi, maka sang Ibu akan panik saat ASI tidak keluar di hari pertama.

Yuk, calon Ibu, belajar lagi seputar ASI, apalagi untuk hari pertama kelahiran bayi.

Kembali ke alerginya Kifah. Ternyata saat diberikan susu formula, Kifah ini alergi, super rewel dan keluar bintik merah di pipi, tangan, kaki, hingga kepala. Menurut dokter, Kifah terkena dermatitis atopik karena alergi protein susu sapi.

Sungguh saya kaget, ternyata Kifah tidak bisa mengkonsumsi susu sapi, dan dokter pun memberikan nasehat kalau Kifah juga akan alergi terhadap produk-produk turunan dari susu sapi seperti keju, biskuit, dll.

Dan memang benar saja, saat MPASI dulu, Kifah alergi terhadap bubur bayi yang mengandung susu, biskuit bayi, keju, pokoknya produk-produk olahan susu sapi.

Alergi Kifah ini berlangsung cukup lama, hingga usianya menginjak 3 tahun, alerginya berangsur membaik, walau tetap kadang ada kalanya ketika meminum susu atau produk turunannya, kulit Kifah jadi sensitif dan gatal-gatal.

Sering Demam saat berusia 3 Tahun

Kifah waktu berumur 3 tahun, saat mulai batuk-batuk

Ketika berusia 3 tahun, Kifah sering demam. Karena saat itu saya bulak balik Bandung Bogor karena sedang sekolah Pasca Sarjana, saya mengamati kalau Kifah alergi dingin. Jadi setiap ke Bandung, dia kedinginan dan batuk-batuk, dan anehnya setiap batuk pasti akan dilanjutkan dengan demam.

Ketika ke dokter, tidak ada diagnosa apa-apa tentang Kifah, dokter hanya memberikan obat batuk dan turun panas biasa. Tapi yang membuat saya heran, kenapa ini sangat sering terjadi, dan membuat khawatir.

Menginjak usia 4 tahun, saya tinggal di daerah sekitar Cibinong Bogor. Beberapa kali Kifah sakit batuk-batuk, maka dari itu saya pernah menulis di blog ini tulisan tentang Ketika Batuk Anak Tak Kunjung Sembuh, dan ternyata tulisan ini direspon oleh beberapa  Ibu dengan kasus yang mirip seperti yang Saya alami.

Karena Kifah batuk terus-terusan, teman sekantor Abbiy merekomendasikan seorang Dokter Spesialis Anak di daerah Cibinong. Dan Kami pun mengikuti saran beliau dan membawa Kifah ke Dsa tersebut.

Setelah dilakukan pemeriksaan, dokter mengatakan kalau Kifah ini terkena Asma.

Kifah berusia 4 tahun, saat dinyatakan terkena Asma oleh Dokter

"Di rumah ada yang Asma gak?" Pak Dokter bertanya.

"Ngga dok, Saya dan suami gak punya Asma." Jawab Saya.

"Nah, mungkin kakek atau nenek, atau keluarga di atas lain ada yang punya riwayat Asma. Karena Asma adalah salah satu penyakit yang disebabkan faktor keturunan." Tambah Pak Dokter.

Saya dan suami kemudian berpikir siapa yang memiliki dari pihak keluarga yang memiliki riwayat penyakit Asma. Sampai sekarang memang belum pasti siapa yang Asma, bahkan kakek nenek dari kedua belah pihak pun tidak memiliki Asma. Namun, berberapa saudara ada yang bermasalah dengan pernafasan.

Setelah Vonis Asma

Siapa sih orang tua yang ingin anaknya sakit? Saya rasa gak ada. Semua orang tua pasti menginginkan anaknya tumbuh sehat dan kuat.

Belajar Ikhlas

Karena Kifah masih kecil, dan sistem imunitas tubuhnya masih lemah, maka Asmanya seringkali kambuh ketika ia minum Es, jajan sembarangan, kedinginan, kelelahan dll. Dan jujur saja, di bagian kelelahan ini saya suka sedih, karena Kifah jadi sering gak masuk sekolah, karena aktivitas padat ia sering kelelahan dan besoknya gak bisa pergi ke sekolah.


Bersama teman-teman di Sekolah

Ikhlas ini sebenernya mudah sekali diucapkan tapi sulit untuk dilakukan. Ketika Asma Kifah kambuh, saya justru sering kesal dan belum menerima (Kenapa anak saya bisa Asma) dan tentunya lelah karena harus bolak-balik ke IGD atau berobat jalan.

Dan ke IGD itu kan gak kenal waktu, tengah malam, shubuh, pernah dijalani oleh Kifah.

Mencari Banyak Informasi

Selain ikhlas dan berusaha menerima keadaan, hal yang harus dilakukan adalah mencari informasi sebanyak-banyaknya seputar penyakit Asma. Bagaimana penyakit ini bisa terjadi, usia berapa tahun bisa hilang, apakah bisa sembuh, dan bagaimana mencegah Asma kambuh.

Saya sendiri seringkali mencari informasi melalui internet, dan banyak bertanya ketika bertemu dokter. 

Pandangan setiap dokter berbeda-beda juga lho, pengalaman, saran, dan ilmu pengetahuan mereka sangat mempengaruhi terhadap informasi yang mereka berikan ketika berkonsultasi.

Jawaban paling umum memang Asma tidak bisa sembuh, namun Asma bisa dikendalikan. Sebenarnya saya ingin tahu zat apa saja yang bisa memicu Asma Kifah kambuh, namun beberapa dokter tidak menyarankan untuk tes alergi karena Kifah masih sangat kecil, dan prosedur tes alergi cukup rumit untuk anak seusia Kifah.

Diduga TBC

Batuk Kifah yang gak berhenti walau sudah dinebulizer dan diberikan obat di klinik langganan, membuat Kifah terpaksa harus ke Rumah Sakit lagi. Kali ini, dokter anak curiga Kifah terkena TB Paru.

Deg.

Ya Alloh, ujian apa lagi ini?

Karena diduga terkena TB Paru, Kifah melakukan rontgen dan tes mantoux untuk melihat apa benar ada bakteri tuberculosis di dalam paru-paru Kifah.

Setelah melakukan serangkaian tes dan rontgen, akhirnya keluar lah hasilnya.

Hasilnya negatif. Kifah gak kena TB Paru, alhamdulillah. 

Oleh karena itu, dokter hanya memberikan resep obat biasa, vitamin dan zat besi, karena berat badan Kifah masih belum normal sesuai dengan anak seusianya.

Kifah dan Asmanya Hari Ini

Sama seperti anak pada umumnya, Kifah senang mencari tahu tentang sesuatu

Terakhir kali masuk kembali ke IGD karena asmanya kambuh, Kami bertemu dengan dokter yang lain.

Dan sungguh takdir-Nya ini mah, dokternya pun pengidap Asma sejak kecil, bener-bener sama persis kayak Kifah.

Wah langsung deh merasa senasib sepenggungan, siap-siap wawancara dokternya. Hihihi.

Nah, menurut beliau, ia memiliki Asma yang sering kambuh sejak kecil, tapi sekarang sudah merasa lebih baik.

Dulu beliau alergi terhadap cuaca dingin, kalau dingin langsung deh kambuh. 

Ternyata, orang tuanya tidak tinggal diam, katanya ia lebih sering dibawa ke tempat dingin, agar tubuhnya lebih mengenal alergen yang membuat asmanya kambuh. Jadi dia sering diajak menginap ke daerah puncak oleh orang tuanya.

Disclaimer: tolong jangan langsung diikuti ya cara ini, semua harus dikonsultasikan langsung kepada dokter (ahlinya).


Karena Kifah memiliki alergi protein sapi ketika kecil, dan alergi es/jajanan mengandung pangawet, pewarna, pelan-pelan saya dan suami justru mengenalkan makanan tersebut kepada Kifah.

Awalnya takut, pasti yah itu mah, harus bener-bener sedia obat di rumah, jaga-jaga dia bakal kambuh.

Dan memang bener, akhirnya kambuh asmanya. Kalau kambuh ringan, minum obat di rumah, tapi kalau kambuhnya berat mau ga mau harus ke IGD.

Makin lama, pengenalan makanan yang mengandung alergen buat Kifah ini makin intens. Saya tambah beberapa makanan yang memang biasanya membuat dia Asma. Es Krim contohnya.

Reaksinya gimana? 

Kifah tetap batuk, tapiii batuknya ini banyak mengandung dahak dan dahaknya wajib dikeluarkan baik dari hidung maupun mulut.

Dahaknya lumayan banyak, dan si dahak bandel ini suka bikin sesak nafas, makanya Kifah saya minta terus mengeluarkan dahak yang membandel tersebut siang dan malam. Walau dia sedang tidur pun, wajib ke kamar mandi untuk membuang dahak.

Dan ternyata, dengan rutin membuang dahak, sesaknya pun berkurang. Walau batuk tetap ada, hanya batuk biasa, suara mengi dan sesaknya berkurang, gak seperti kambuh biasanya.

Dan makin lama, sesaknya berkurang dan berkurang, dalam satu bulan terakhir, Kifah belum ke klinik dan ke IGD.

Kuncinya adalah membuang dahak karena alergi tersebut serutin mungkin.

Alhamdulillah, mulai bisa minum minuman yang agak dingin

Sebenernya, untuk saat ini, saya cukup bersyukur, walau batuknya masih ada, tapi Kifah udah gak sampai masuk klinik dan IGD. Ketika pagi-sore makan makanan yang mengandung alergen, malamnya alhamdulillah bisa tidur tanpa sesak, hanya harus rajin membuang dahaknya ketika terasa banyak dan harus dikeluarkan.

Alhamdulillah, sejauh ini Kifah cukup kooperatif, walau kadang memang ia ogah-ogahan dan harus dipaksa ke kamar mandi untuk membuang dahaknya.

Perjalanan Masih Panjang

Mungkin hari ini saya bersyukur Kifah jarang masuk klinik dan IGD, tapi tetap batuknya memang masih ada ketika Kifah terkena pemicu asmanya. Dan itu masih jadi PR untuk diselesaikan.

Pesan untuk Orang Tua

Karena punya anak Asma itu sangat menantang, saya punya beberapa "wejangan" nih buat para orang tua baru.

1. Bagi perempuan yang sedang hamil, atau calon Ibu. Perhatikan lagi, apakah punya riwayat alergi/asma. Tanyakan juga kepada suami, apakah di keluarganya ada yang memiliki riwayat alergi atau Asma.

Hal ini semata untuk "persiapan" kalau-kalau anak yang dilahirkan nanti akan menderita Asma atau alergi, jadi mental kita sebagai orang tua jauh lebih siap.

2. Siapkan ilmu dan keterampilan seputar pemberian ASI ekslusif untuk bayi. Karena bayi ASI lebih minim terkena resiko alergi, ini berdasar pengalaman anak kedua dan ketiga saya yang selama 6 bulan, tidak mengkonsumsi susu sapi sama sekali (kecuali dengan izin dokter atau karena situasi dan keadaan tertentu).

3. Jaga kebersihan lingkungan, kalau bisa tinggal di lingkungan yang masih bersih dan minim polusi. Karena menurut DSA yang saya temui, kualitas udara juga sangat mempengaruhi kesehatan saluran nafas anak.

Jadi inget kasusnya anak artis Zaskia Mecca yang juga terkena Asma, dan sangat khawatir dengan kondisi udara di Jakarta.

4. Ajak anak berolah raga. Sampai sekarang, Kifah masih aktif ikut ekstrakulikuler Karate, dan sesekali Kifah juga berenang. Menurut beberapa artikel yang saya baca, berenang juga merupakan salah satu olah raga yang bisa membantu memperkuat organ pernafasan.

Ikut ekskul Karate di Sekolah
Waktu Kifah ujian kenaikan sabuk Karate
Kifah juga seneng sama olah raga Futsal

5. Menu makanan dengan gizi seimbang. Dulu saya cukup cuek dengan makanan bergizi, sekarang saya mulai aware terhadap sajian menu makanan anak. Karena ketika imunitas anak turun, dan makanannya kurang bergizi, maka anak akan mudah sakit.

Memiliki anak alergi dan Asma membuat saya benar-benar menjadi "orang tua". Saya dituntut bisa mandiri, punya mental yang kuat, dan juga aware terhadap kesehatan anak serta keluarga.

Kifah dan adik-adiknya

Walau memang ada saat dimana saya berada di titik terendah ketika Kifah kambuh terus menerus. Rasanya ingin sekali saling berpelukan dan bergandengan tangan dengan para orang tua yang memiliki anak dengan riwayat alergi serta Asma.

Memang kesannya berlebihan, tapi tahukah Moms sekalian bahwa alergi dan Asma bisa menyebabkan kematian jika tidak ditangani secara serius?

Maka dari itu sekali lagi saya mengingatkan melalui pengalaman yang saya rasakan selama 8 tahun ini, jangan pernah menyepelekan masa kehamilan dan 1000 hari pertama kehidupan bayi. Karena masa itu adalah masa yang akan menentukan hari-hari anak kita selanjutnya.

Perbanyak ilmu mengenai kesehatan dan perawatan bayi dan anak, konsultasi ke dokter jika anak mengalami gejala alergi, dan tangani dengan sebaik mungkin. Karena alergi insya Alloh bisa dikendalikan dan membuat anak tetap berprestasi, amin.

Baca juga: Anak Alergi Tetap Bisa Berprestasi

Begitulah pengalaman Saya selama 8 tahun ini membersamai tumbuh kembang anak yang memiliki asma dan alergi, dengan berbagai tantangan, dan fase "naik turun" Saya sebagai seorang Ibu.

Semoga pengalaman ini bermanfaat ya, dan feel free to share di kolom komentar yaa 😊