Foto Kifah waktu baru lahir
Saya merasa bersyukur menjadi salah satu orang yang beruntung merasakan indahnya menikah di usia muda. Saya menikah diusia yang belum genap 20 tahun pada tahun 2010. Dan masih harus berjuang menempuh perkuliahan S1 semester lima di sebuah Universitas di kota kembang Bandung. Kemudian, berselang satu tahun setelah pernikahan, saya pun dikarunia seorang baby boy yang Alhamdulillah lulus S3 ASI di ulang tahunnya yang ke-2.
Jujur saja, ketika masa
kehamilan mulai tri semester pertama hingga tri semester ketiga saya belum ngeh tentang pemberian ASI ekslusif
untuk bayi. Sebatas tahu bahwa ASI itu sangat baik untuk bayi dibandingkan susu
formula tanpa tahu teknis dan strategi pemberian ASI. Walaupun hampir setiap
bulan saya check up ke Bidan, tak ada
percakapan khusus antara saya dan Bu Bidan mengenai pemberian ASI ekslusif
kepada bayi terutama pada usia 0 sampai 6 bulan dan dilanjutkan hingga usia 2
tahun. Bahkan dalam rumah bersalin tersebut justru terpajang berbagai merk susu
formula bayi mulai usia 0 bulan. Tepuk jidat.
Setelah memasuki
detik-detik persalinan, baru lah saya mulai mencari-cari informasi mengenai
tata cara pemberian ASI ekslusif untuk bayi. Asal mula saya mulai mencari
informasi mengenai ASI ekslusif pun atas kebaikan hati seorang teman yang
menjebloskan saya masuk ke dalam sebuah grup peduli pemberian ASI ekslusif di
sebuah jejaring sosial dunia maya. Setelah stalking
dan menjadi silent reader di grup
tersebut, baru lah sedikit-sedikit saya mengerti tata cara pemberian ASI
esklusif. Karena banyak ibu-ibu baru yang saling curhat di grup, jadilah saya
bisa memprediksi masalah-masalah apa yang kira-kira akan muncul dikemudian hari
berikut solusi dari para member lain yang banyak banget di kolom komentar. Izinkanlah
saya berterima kasih kepada Facebook.
Baby
boy
saya pun akhirnya lahir dengan bantuan persalinan di rumah bersalin tempat
sebelumnya saya memeriksakan kehamilan. Dan, apa yang terjadi? Ternyata susu
formula bayi yang dipajang di etalase rumah bersalin tersebut pun menjadi
“hadiah” untuk dibawa pulang sebagai pengganti ASI yang katanya belum bisa
keluar di awal-awal setelah persalinan. Namun, berbekal pengetahuan seadanya
bahwa ASI pertama yang keluar memiliki kolostrum yang baik untuk sistem imun
bayi maka saya bertekad untuk memberikan ASI pertama itu kepada my baby boy. Akhirnya, dengan susah
payah saya berhasil memberikannya walaupun dengan kuantitas yang sedikit sekali.
Poor me.
Sebagai ibu baru
tentunya saya panik ketika bayi saya menangis pada masa awal kelahirannya di
dunia. Dan yang paling menyedihkan adalah ketika ASI belum banyak keluar.
Hingga akhirnya dengan berat hati keputusan untuk membuka “hadiah” dari Bu
Bidan pun dilakukan. Keputusan yang saya rasa kurang tepat hingga akhirnya bayi
saya kemudian mengalami bingung puting karena susu formula tersebut diberikan
dengan menggunakan dot –-yang juga hadiah dari Bu Bidan--. Dan saya harus
mengerahkan berbagai posisi perlekatan menyusui untuk menghilangkan bingung puting
itu. Ya rasanya galau, perasaan bersalah bercampur sedih karena ASI yang
diharapkan belum maksimal diproduksi dan harus menggunakan susu formula.
Dengan segala ikhtiar
yang saya lakukan bersama suami, semuanya tak berakhir sia-sia. Ketika ada
seorang teman yang menyarankan untuk membeli pompa ASI, suami dengan sigap lari
ke apotek dan memberi saya pompa ASI pertama yang berbentuk corong hisap mirip bel
tukang roti. Hehehe. Walaupun harganya tak semurah yang dikatakan oleh teman
yang merekomendasikan --karena konon katanya yang dibeli sama suami saya itu
yang original alias salah beli-- demi ASI tak jadi soal. Sejak saat itu lah
saya mulai gesit untuk memompa ASI sedikit demi sedikit dan akhirnya membuahkan
hasil, ASI saya menjadi lancar dan berlimpah. Tapi yang membuat sedih, pompa
ASI pertama itu pecah karena jatuh ketika dibawa rekreasi ke Garut. Ah,
sudahlah.
Makin lama saya makin
tertarik untuk mencari informasi seputar ASI di internet. Karena saya
melahirkan ketika masa UAS, maka saya memiliki waktu untuk mempersiapkan diri
untuk meninggalkan baby boy saya itu
pada saat kuliah nanti. Mulailah saya mencari
info mengenai pompa ASI yang standar (bentuknya ngga seperti bel tukang roti
lagi), tempat penyimpanan ASI, bagaimana ASI disimpan di lemari es, dan
bagaimana memompa ASI ketika di luar rumah. Semua itu saya pelajari demi
manajemen ASI Ekslusif yang sangat ingin saya lakukan.
Alhamdulillah akhirnya
ASI saya banyak berlimpah, semua ini rezeki yang Allah titipkan untuk bayi
saya. Karena saking banyaknya produksi ASI, saya sampai kebingungan sendiri
mencari tempat untuk menampung ASI yang sudah saya perah. Awalnya saya hanya
menyimpan ASI pada dot bayi, tapi lama kelamaan saya merasa kekurangan tempat
penyimpanan. Kemudian saya mencari alternatif tempat penyimpanan dengan mencari
informasi di internet dan meminta informasi dari teman yang memang sudah pernah
menampung ASI sebelumnya. Daaannnn, Alhamdulillah. Rezeki nomplok! Teman saya
memberikan satu kardus botol kaca ASI yang tidak terpakai karena terlalu banyak
membeli ketika dulu ia masih menyusui. Sungguh, Allah selalu memudahkan urusan
setiap hambaNya yang senantiasa berikhtiar di jalan kebaikan.
Masa kuliah pun datang,
saya harus menitipkan bayi saya kepada ibu mertua. Karena kebetulan jarak
antara kampus dan rumah ibu mertua sangat dekat. Setiap hari, sebelum kuliah
saya harus memastikan persediaan ASI di dalam lemari es, terutama di dalam freezer. Karena konon menurut informasi
yang saya dapatkan waktu itu, menyimpan ASI di dalam freezer memberikan daya tahan yang lebih lama terhadap kualitas
ASI.
Sesuai petunjuk yang saya dapat di internet, bahwa setiap botol ASIP (ASI
Perah) harus diberi jam dan tanggal pemerahan, agar memudahkan pemberian ASIP
kepada bayi. Tapi, yang namanya saya itu pelupa dan suka teledor, jadinya
setiap botol ASIP lupa dicatat jam dan tanggal pemerahannya. Akhirnya, demi
kemudahan saya hanya menomori botol ASIP dari angka satu hingga ke sekian. Itu
juga memudahkan Ibu mertua saya untuk memberikan ASIP tersebut. Karena setiap
hari akan ada proses “isi ulang” jadi saya rasa cukup mudah untuk melakukan
penomoran pada botol ASIP.
Selama saya kuliah
biasa, Alhamdulillah masalah ASI pun tertangani dengan baik. Namun, masalah
berikutnya datang ketika saya harus menjalani Kuliah Kerja Nyata, Praktek Latihan
Profesi, dan menyusun skripsi. Saya harus menemukan cara bagaimana ASI ekslusif
tetap berjalan dengan baik.
Ketika saya menjalani
Kuliah Kerja Nyata (KKN), dengan sengaja saya mengajukan tempat yang paling
dekat dengan tempat tinggal kepada pihak kampus dengan alasan saya memiliki
seorang bayi dan Alhamdulillah pihak kampus memberikan kemudahan dan akhirnya
saya ditempatkan di sebuah Madrasah Ibtidaiyah tidak jauh dari kampus dan
tempat tinggal. Setiap pagi saya menyiapkan diri untuk pergi ke sekolah dengan
membawa bayi, atau sesekali waktu saya titipkan di rumah ibu mertua. Alhamdulillah
pihak sekolah mengijinkan saya untuk membawa bayi saya ke sekolah asalkan tidak
mengganggu kegiatan utama saya di sekolah yaitu dalam rangka pengabdian kepada
masyarakat. Demi ASI ekslusif, setiap hari saya membawa bayi saya ke sekolah
dan menjadikan ruang UKS menjadi ruang laktasi sementara. Untungnya, jarang
siswa MI yang sakit dan datang kesini. Ruang UKS akhirnya bisa leluasa dipakai
untuk ruang menyusui. Ya mungkin, saran saya di sekolah pun harusnya ada ruang
laktasi untuk para ibu yang menyusui, salah satunya di ruang UKS itu, hehehe
maksa. Teman-teman kelompok KKN saya pun memberikan support yang luar biasa. Mereka memberikan keleluasaan kepada saya
untuk tetap berkarya tanpa harus meninggalkan kewajiban saya yang lainnya. Ada
yang rela nungguin saya kalau ada kegiatan, dan ada juga yang rajin masak untuk
saya dan yang lainnya. Ah, senangnya berukhuwah
itu.
Tantangan yang lebih berat
pun saya rasakan ketika saya memasuki masa Program Latihan Profesi (PLP) di
sebuah instansi pemerintah. Jam kerja yang harus saya hadapi dalam satu bulan
membuat saya merasakan menjadi working
mom sementara waktu. Dan hal ini sungguh-sungguh luar biasa. Manajemen ASI
yang saya lakukan harus lebih extra, dan disaat ini lah support terbesar datang dari suami dan keluarga terdekat. Karena
hampir-hampir saya menyerah kepada susu formula. Setiap hari saya harus pergi
pagi pulang petang membuat saya harus memiliki waktu untuk memerah ASI di
kantor, mau tidak mau, suka tidak suka. Dengan berbekal pompa ASI dan botol
kaca yang saya bawa di dalam tas yang saya bawa ke kantor, saya mencoba untuk
memerah ASI. Tak ada ruang laktasi, tak ada ruang yang nyaman untuk memerah
ASI, satu-satunya tempat yang memungkinkan untuk memerah ASI pada saat itu
adalah di Mushola kantor. Disana lah saya berjibaku setiap hari memerah ASI
dengan keadaan yang serba sederhana. Berbekal kepercayaan dan tekad yang kuat. Disini
juga saya merasakan apa yang dirasakan para working
mom yang tetap ingin memberikan ASI ekslusif ditengah kesibukan yang makin
menantang. Semoga Allah memudahkan segala usaha mereka.
Pagi hingga petang saya
berjibaku dengan rutinitas kantor yang begitu padat, dan pada malam harinya
perjuangan saya masih belum berakhir. SKRIPSI, masih menanti untuk digarap pada
saat itu. Di tengah malam, dimana badan
rasanya remuk redam, ingin sekali beristirahat. Namun apa daya, kewajiban menyusui,
memerah ASI untuk cadangan esok hari, dan juga mengerjakan skripsi membuat saya
harus menahan rasa kantuk dan lelah yang amat sangat. Di saat orang lain tidur
pulas, saya malah menjadi makhluk nocturnal. Ingin rasanya menggerutu,
mengeluh, marah, menangis, dan lain sebagainya. Saya selalu bertanya dalam
hati, apakah saya sudah siap menjadi “Mahasiswa Rumah Tangga” dengan tantangan
sesulit ini. Namun, Subhanalloh, hanya Allah-lah yang memberikan saya kekuatan
pada saat itu. Karena saya yakin, bersama kesulitan pasti ada kemudahan. Dan Dia
selalu membersamai hambanya yang bersabar. Sujud syukur.
Waktu berlalu cepat,
hari berganti dengan sekejap. Dengan berbagai tantangan dalam pemberian ASI
esklusif, akhirnya tertunaikan amanah itu dengan baik. My baby boy Muhammad Kifah Abdullah Sidik akhirnya lulus S3 ASI
tepat di hari ulang tahunnya yang ke-2. Rasanya berat untuk menyapihnya. Namun
saya sangat bersyukur, haknya sudah tertunaikan dengan baik. Semoga apa yang
menjadi darah dan dagingnya menjadi bekal terbaik untuk kehidupannya kelak.
Allah memang Maha Adil,
Dia telah menetapkan hal yang baik untuk hambaNya. Begitupun ketika kita
memutuskan untuk memberikan ASI ekslusif sebagai amanah dariNya untuk buah hati
kita. Sesulit apapun, pasti selalu ada jalan keluar. Saat logika kita ingin
menyerah, Dia-lah yang selalu memberikan kekuatan. Hal yang membuat saya
bersyukur hingga saat ini adalah kemampuan yang Allah berikan untuk memberikan
hak kepada titipanNya tanpa mengabaikan kewajiban yang lain. Seandainya saat
itu saya menyerah, mungkin tidak akan sebahagia ini. Dan ditengah kesulitan, ada
kemudahan yang Dia berikan adalah benar adanya. Dengan berbagai “ujian” yang
Dia berikan, Alhamdulillah saya berhasil lulus dengan predikat Cumlaude dan menjadi salah satu yang
terbaik di Universitas, dan juga berhasil memberikan ASI ekslusif untuk buah
hati. Karena bersama kesulitan, selalu ada kemudahan. Selamat memberikan ASI
ekslusif. Salam cinta ASI.
Luar biasa perjuangannya Mak, Subhanallah
ReplyDelete\( ö )/
Alhamdulillah, Allah memudahkan Mak :)
Delete