Selamat datang di 2016, ya Alloh
kemana aja baru posting tanggal segini
-_____-
Judulnya keren ya? Ada angin
apakah blog tettytanoyo.com membahas tentang isu politik? *baca ala Veni Rose* Kalau
kata ustadz Yusuf Mansur mah gak sari-sarinya, biasanya blog ini kan bahas
tentang anak, kegiatan di rumah, jalan-jalan, makanan, produk, kok tetiba jadi
bahas politik.
Jadi begini,
Di grup almamater saya sedang
‘rusuh’, komentar bejibun, alumni beken pada turun gunung, termasuk dosennya
juga. Karena apaaaa? Karena emang ada yang lagi bikin rusuh ajaaa.
Kapasitas emak-emak tukang nulis
ngalor ngidul ini gak cocok banget buat bahas politik sebenernya, tapi gak
apa-apa dong sekali-kali didengerin analisis politiknya, wkwkwk ditimpuk sendal
sama dosen PKN.
Siapa yang bikin rusuh?
Entahlah, ada seorang anak, kita
panggil aja si Dekil *biar mirip lagu mariam tomong ya* dia ngeposting tentang
hasil investigasinya yang menguak kecurangan pada saat pemilihan presiden BEM
kampus. Tapi saya juga kurang mudeng apa presidennya masih menjabat atau engga
sampe sekarang, yang jelas menurut investigasi si Dekil ini presiden BEM
terpilih telah membuat kecurangan.
Kecurangan apa? Yakni IPK yang
kurang mencapai batas minimal kriteria pencalonan sebagai presiden BEM. Dan
anehnya (menurut si Dekil) IPK kurang kok diloloskan oleh tim KPU sebagai calon
presiden BEM.
Si Dekil ini pun semangat 45
membeberkan Kartu Hasil Studi ybs (presiden BEM) yang katanya setelah dihitung
nilainya sangat kecil dan kurang memenuhi persyaratan sebagai calon presiden
BEM.
Tapi yang aneh juga, si Dekil ini
bisa dapet KHS orang lain dari manaaaa??? Bukannya harus log ini pake NIM dan
Password di sistem nilai online kampus? Loh kok dia bisa log ini? Nge-hack apa
gimana? Atau emang dia orang yang tingkat KEPO-nya kelas dunia, bela-belain
nyari nilai orang lain sampe kemana-mana?
- Si Dekil menantang ybs untuk mengklarifikasi nilainya tersebut di grup facebook almamater saya yang jelas-jelas isinya, ada yang masih mahasiswa, baru lulus dan masih jomblo, baru mau ngelamar kerjaan, ada yang udah jadi peneliti senior, pokoknya macem-macem. Karena si Dekil ini berapi-api minta klarifikasi, grup akhirnya rame banget, padahal sebelumnya sepi banget kek dompet belum gajian *eh
Komentarnya? Jangan ditanya,
ratusan komen keluar. Semua alumni kampus keluar dari sarang ikut bikin
pernyataan. Ada yang mendukung si Dekil untuk mengusut tuntas kasus ini, ada
yang merasa aneh dengan si Dekil (karena dia tidak memberikan identitas
aslinya), ada yang ngasih nasehat bijak, ada yang malah jualan (ya gapapa juga
sih), ada yang minta kasus ini diselesaikan internal antara mahasiswa, supaya
alumni yang udah emak-emak beranak pinak kek saya gak6 usah dibawa-bawa.
Politik, Kampus, dan Politik Kampus
Ada yang tahu definisi politik?
Kalau saya sendiri gak tau, dan
memang rasanya tak pernah ingin tahu. Ada rasa ‘muak’ jika mendengarnya. Tapi
jangan salah sih, politik itu bagian dari hidup kita, mau gak mau, suka gak
suka. Jadi, googling aja sendiri apa itu politik, tanya teori kepada ahlinya,
jangan ke saya.
Politik dan Kampus.
Flashback dulu ke tahun 2008,
tahun dimana saya lulus kuliah.
Ketika fix diterima jadi
mahasiswa, Bapak saya ngasih wejangan. “Kalo udah jadi mahasiswa, jangan ikutan
demo ke jalan ya. Takut keinjek-injek”
Haha. Saya patuh banget tuh sama
nasehat Bapak saya. Saya gak pernah Demo/Aksi turun ke jalan sama sekali. Soalnya
itu amanat orang tua, takut kualat aja, kan Ridho Allah itu adalah Ridho orang
tua. Makanya kalau ada yang ngajakin saya aksi turun ke jalan pasti saya tolak,
dan yang ngajak saya pasti berpikir kalau saya ini gak ‘MAHASISWA BANGET’
Meskipun katanya mahasiswa ini
berjuang atas nama rakyat, menjadi penyambung lidah masyarakat dengan
pemerintah, saya tetep gak bisa kalau diajak demo. Saya mikir juga, pasti masih
ada cara lain buat ngebela rakyat Indonesia, gak mesti turun ke jalan semua,
setiap orang ada bagiannya masing-masing.
Kalau bicara politik, pasti kita
langsung keinget sama yang namanya partai politik. Indonesia yang mengadopsi
sistem banyak partai ini pasti udah gak asing sama partainya yang juga saling
sikut dan gontok-gontokan. Dan menurut si Dekil, kampus saya itu katanya sudah
disisipi partai politik, ditunggangi lah begitu katanya. Dan si partai itu akan
segera menguasai kampus karena ditunjang oleh para anggota/kadernya yang ada di
dalam kampus, yaitu mahasiswa.
Menurut penerawangan saya sih,
jawabannya bisa iya bisa enggak.
Secara, mahasiswa itu udah 17
plus, udah punya hak untuk memilih apa yang diyakininya sebagai jalan hidup,
termasuk jadi simpatisan partai politik. Kalau memang parpolnya itu keren,
sesuai idealisme, ya kenapa enggak kalau mahasiswa itu berpartai? Gak ada yang
ngelarang, itu haknya. Trus kalau si kadernya jadi banyak, ya berarti partai
tersebut sukses membuktikan bahwa ia adalah partai yang keren, diterima
idealismenya oleh kalangan mahasiswa.
Yang partainya gak tenar? Ya jangan sakit
hati. Biasa aja keleeuuussss.
Gak mau berpartai ah? Politik itu
busuk soalnya.
Ya mangga, namanya mahasiswa,
udah bisa mikir dewasa. Mungkin ada yang lebih mikirin studi dari pada berpolitik,
ada yang lebih suka menghapus status jomblo daripada berorganisasi, ya terserah
sih bebas.
Jadi kalau ada parpol yang sakses
mendulang kader di kalangan mahasiswa, YA BIKIN PENELITIAN DONG, KENAPA BISA
BEGITU. Katanya mahasiswa, manusia dengan inteletualitas tinggi. Kalau udah ada
hasil penelitiannya, coba dibikin SEMINAR ILMIAHNYA. Seru deh kayaknya, kalau
diundang saya juga mau dateng, *eh emang siapa gue*
Dengan si Dekil koar-koar di grup
almamater dengan semangat membara saya gak tau juga motif dia apaan. Ada yang
bilang dia adalah oposisi, ada yang bilang juga barisan sakit hati. Ya bagi saya
mah hanya dia dan Tuhan yang tahu. Tapi kalau memang iya, kok caranya GAK
ELEGAN AMAT.
Atau memang tujuannya sedang
KAMPANYE HITAM, supaya di pemilu BEM berikutnya gak akan ada yang memilih
‘kalangan mereka’ yang sedang dibranding sebagai pelaku kecurangan. Dan nanti
si Dekil akan maju menjadi pahlawan kesiangan?
Selain si Dekil, sekarang juga
ada nih yang lainnya, ngikut bikin panas grup. Sebelas dua belas sama si Dekil,
punya argumen yang ngalor ngidul trus dipublish di grup. Dan ujungnya mereka
pada dibully sama seiisi grup. Karena gaya bicaranya yang NGAKTIVIS tapi gak
HUMANIS. Sampe tega banget MENSOMASI admin grup-nya, yang notabene DOSEN saya
sendiri.
Pisss ya Pak, saya mah gak pernah
ribut sama Bapak, paling waktu kuliah fotografi doang ya suka minjem kamera,
wkwkwkw.
Politik Kampus
Okeh, saya sebagai alumni, punya
pesan nih buat dedek-dedek yang masih seger-seger di kampus.
Saya juga pernah kok
berorganisasi di kampus, dan merasakan banyak ‘gesekan-gesekan’ di sana-sini. Tapi
akhirnya saya pun banyak belajar.
Pertama.
Jangan jadi aktivis kampus yang
agresif. Coba kalau mau bertindak itu disaring dulu, pake kepala dan pake hati.
Apalagi mau dishare di media sosial, pikirin dampaknya, baik-buruknya. Kalau
mau bikin gebrakan silakan, mau kritis silakan, tapi kalo over load males juga
liatnya.
Kedua.
Respon masalah dengan kepala
dingin. Orang hidup itu bermasalah, dari bangun tidur juga langsung banyak
masalah. Tapi mbok ya setiap masalah itu direspon dengan kepala dingin, lisan
bijak, dan pemikiran terbuka. Bagi saya justru ciri politikus yang keren yang
begini, gak grasa grusu, gak dikit-dikit somasi, dikit-dikit bully, anti
kritik, dsb.
Ketiga.
Gak usah sombong. Jadi aktivis
kampus aja sombongnya udah kayak anggota DPR. Ini loh gue si aktivis kampus
*nunjuk idung* padahal kalau mau ditanya. Sejauh ini prestasimu apa? Kontribusi
kamu udah sejauh mana? Aktivis kalau jago ngomong aja ya percuma, pepesan
kosong ah.
Keempat.
Jaga nama baik kampus. Kalau
memang benar dirimu Dekil sealmamater denganku, atau yang satu lagi tuh yang
lagi rame juga, tolong dong dijaga dikit etika bersosial medianya. Kalian pada
niru sapa sih? Niru haters dan pendukungnya jokowi dan prabowo yang rame di
sosmed? Mau model begitu politiknya? Diiihhhhhh.. udah jelas tuh kampus kita
tuh edukatif dan relijius, cing atuh ditanamkan dalam hati motto kampus teh.
Kelima.
Jangan JUDGE. Please ini penyakit
banget.
Dedek-dedek yang soleh dan
solehah, sebenci-bencinya kalian pada suatu kaum, ketika kalian TERJUN DI
MASYARAKAT, kalian akan menemukan manusia yang jauh LEBIH RANDOM. Kampus itu
cuman miniatur bermasyarakat, aslinya di sini nih, di tingkat RT RW.
Gimana ceritanya kalian nanti
jadi SUAMI, jadi ISTRI, jadi TETANGGA, kalau sifat KERAS dan suka MENJUDGE
orang lain ini jadi pegangan. Tiap manusia itu butuh manusia lain, tolong
kacamata kudanya diganti dulu. Kalau kalian memang benar pembela masyarakat,
sebagai emak-emak rumah tangga yang lagi hunting sembako murah ini, jujur aja
saya gak merasa dibela. Saya lebih adem kalau liat prestasi dan kontribusi
kalian, bukan caci maki dan sumpah serapah di media sosial.
Sampe sini udah 1000 kata lebih
aja.
Maaf tjurhatnya jadi kepanjangan.
Begitu ya dedek-dedek sekalian. Saya males komentar di grup, males banyak
notifikasi. Jadi, nulis di blog aja biar puas sendiri, hahaha.
Jadi apa ya kesimpulannya, duh
nulis kemana-mana malah gak ada kesimpulan.
Berpolitik di kampus sah-sah aja,
bebas lah, tapi tolong yang santun dan berkelas, kelasnya mahasiswa. Kalau
kelasnya ribut-ributan mah, preman di pasar deket stasiun sini juga bisa, gak
mesti jauh merantau buat jadi mahasiswa.
Kalian yang lebih tau dinamika di
lapangan sekarang (cieee bahasanya), tapi bukan berarti di era sekarang, karakter/pribadi
yang baik juga ikut menghilang. Dulu zaman saya emang belum booming sosmed,
tapi sekarang, tolong sosmednya digunakan dengan bijaksana dan bijaksini.
Supaya gelar kalian sebagai mahasiswa si agent of change gak kabur ketiup
angin, sebelas dua belas sama haters tukang bully di sosmed.
Salam damai dari rekan
sealmamater yang masih mendo’akan kebaikan dan kedamaian untuk kampus
tercintaahhh.
HIDUP MAHASISWA!!!
......
Bogor, disamping kompor yang
masih bau angus.
Oh.. Lulusan UNJ ya mba? *salahfokus... hehe
ReplyDeleteheu bukan mbak, tapi.msh sodaraan sama unj..
Delete*mantan aktivis nimbrung juga*
ReplyDeleteKadang suka ketawa sendiri aku ya kalo lihat aksi dedek2 mahasiswa. Kadang mikir, dulu gue segitu 'membara'nya ya... Kayak semacam membara gak penting gitu. Hahahahha
Meskipun 17+ umurnya, sebenernya manusia masih belom dewasa. Malah memasuki tahap usia "naif". Segala sesuatu yang baru dan keren ditelannya bulat-bulat. Perlu proses memang jadi orang yang lebih dewasa dengan pemikiran yang lebih tenang. Semoga dedek2 juga belajar.
Mungkin sang bapak rektor kampus sebelah gak mau ketemu sama mahasiswa yang sekarang soalnya mahasiswanya terlalu agresif. Kan, ngeri juga tuh... Boro-boro mau diajak duduk ngobrol baik2. Ketemu aja kayak pengen nyakar muka rektornya *lah :))))))
Nah lho kebiasaan emak-emak asyik curhat sampai ada yang jadi korban...
ReplyDeleteDimana-mana, etika harus dikedepankan.Kalo saya gabung grup alumni SMP saja, jd nggak ada obrolan politik2an yg bikin rusuh dan mumet
Jadi ingat awal masuk kuliah dulu, pesan orang tua cuma 1: fokus kuliah, gak usah ikut-ikutan demo masak #Eh.. demonstrasi..
ReplyDeleteKadang ukuran dewasa seseorang ngak bisa dilihat dr umur juga sih ya
ReplyDeletesaya sering gagal paham dengan mahasiswa yang kalau mau protes agresif. Iya, sih, mereka masih berdarah muda. Tapi, kan, mereka mahasiswa.
ReplyDeletedulu,ada beberapa mahasiswa di kampung saya yang tidak menyelesaikan kuliahnya (di DO dari kampus), dan menurut desas-desus yang beredar penyebabnya hanya satu yaitu terlalu sering ikut demo..
ReplyDeletejadi ketika saya dan adik-adik bersiap-siap mendaftar di perguruan tinggi,pesan alm.papa hanya satu: jangan ikut demo agar tidak DO :)
ini komentar saya nyambung gak sama isi postingannya Mak Tety?? #eh
intinya menurut saya sih, jangan ikut berpolitiklah ketika satus kita masih mahasiswa, tugas kita hanya satu yaitu belajar :)
yang begini harus di baca sama anak anak kampus nih, terutama anak bem yang hobi demo *ups
ReplyDeleteWalah, aku dulu pas kuliah malah haha-hihi mulu, ndak mikir politik, hehe
ReplyDelete