Copyright by tettytanoyo. Powered by Blogger.

Review Kelas Coding for Kids dari Educourse, Belajar Coding Menyenangkan Selama di Rumah Aja

 

Review kelas coding untuk anak educourse


“Didiklah anakmu sesuai zamannya”


Sebuah nasehat lama bagi para orang tua, yang kedengarannya sederhana, namun realisasinya sungguhlah tak mudah. Kenapa tak mudah? Karena pergantian zaman atau masa tentu memiliki tantangan sendiri-sendiri. Tantangan yang harus ditaklukan oleh kita sebagai orang tua dalam rangka mendidik anak-anak, mempersiapkan mereka untuk dewasa kelak. Seperti, sistem pembelajaran abad 21 yang harus ditaklukan, pembelajaran STEAM (Science, Technology, Engineering, Art, Mathematic) dan pembelajaran lainnya yang memicu Critical Thingking dan kreativitas lainnya.


Apa tantangan mendidik anak zaman sekarang? Menurut saya, adalah tantangan dalam dunia digital dan informasi. Bagaimana tidak, anak-anak kita sudah fasih sekali dengan kehadiran gadget dan internet. Juga mudahnya mengakses informasi dalam genggaman tangan.


Masalah terbesarnya adalah, bagaimana agar teknologi digital dan informasi tersebut, mampu dimanfaatkan untuk kebaikan, bukan sebaliknya.


Istilah kecanduan gadget, internet, dan lain sebagainya tentu sudah sangat kita kenal. Banyak orang tua yang mungkin akan menghindari hal tersebut demi kebaikan anak-anaknya. Namun, sebagai orang tua, saya rasa kita tidak bisa menghindari perkembangan teknologi terus menerus, yang harus kita lakukan adalah membekali anak pengetahuan dan juga sikap (akhlak), untuk hidup berdampingan dengan perkembangan teknologi.

 

Anak-anak dan Rasa Ingin Tahu


Kita juga pernah kecil, dan disaat itulah rasa keingintahuan kita sangat tinggi. Mencoba hal baru, kemudian merasakan sensasi menyenangkan ketika apa yang membuat kita penasaran terungkap oleh tangan kita sendiri.


Setuju?


Di saat pandemi seperti sekarang ini, rasa ingin tahu anak-anak saya di rumah pun tetap tumbuh. Hampir setiap hari, Kifah mencari informasi tentang dunia sepak bola di internet (dia ingin sekali jadi pemain sepak bola, tapi gak bisa latihan karena terhalang pandemi). Dia juga suka main game, dan mencari bahan belajar via internet ketika melakukan sekolah daring.


Hmm, baiklah, memang anak-anak akan tetap berinteraksi dengan gadget dan internet pada waktunya.

 

Belajar di Kelas Coding


Review kelas coding untuk anak educourse
Kifah seneng di rumah punya kegiatan positif baru



Sudah jatuh ke air, yaudah mandi aja deh sekalian. Hehe. Sudah kepalang sering berinteraksi dengan gadget dan internet, mari kita pelajari saja lebih lanjut ‘Apa saja yang bisa dilakukan oleh teknologi?’ Salah satunya adalah dengan belajar bahasa pemrograman atau coding.


Menurut Menteri Pendidikan Nasional, Nadiem Anwar Makarim. Ada tiga skill Bahasa yang harus dikuasai anak-anak untuk mempersiapkan diri di masa depan, yakni:


1.Bahasa Inggris. Tentunya kita sudah tau, bahwa bahasa inggris adalah bahasa internasional yang wajib kita kuasai.


2.Bahasa pemrograman atau coding. Yakni bahasa mesin, bahasa untuk memerintah mesin atau komputer menjalankan program-program yang kita inginkan.


3.Bahasa Data. Yaitu kemampuan membaca dan menganalisis data statistik.

 

Terima kasih Bapak menteri atas wejangannya, sehingga saya memiliki ‘arah’ dalam memberikan edukasi atau bekal hidup untuk anak-anak. Karena saya rasa, sekolah formal saja tidak cukup, kita juga harus membekali anak-anak kita dengan lifeskill dan pengalaman yang memotivasi mereka agar ingin belajar lagi dan lagi.


“Emangnya kalau dari kecil anak sudah diberikan les coding, akan langsung jago jadi programer?


Jawabannya adalah, nggak.


Tujuan saya memberikan Kifah kelas coding adalah untuk MENSTIMULASI terlebih dahulu minat dan daya pikirnya akan suatu hal yang baru. Saya ingin, dia menemukan pengalaman, motivasi, dan wawasan baru. Bahwa ada beragam ilmu pengetahuan yang bisa digali dan mungkin bisa dijadikan passion atau profesi di masa depan. Who knows, bahkan pekerjaan jenis apa di masa depan untuk anak-anak kita pun kita gak tau, kan?


Maka dari itu, fokus saya sebenarnya bukan menjejali Kifah berbagai les atau hal-hal yang bersifat materi semata. Tapi lebih ke stimulasi, agar ia bisa menkonstruk pemikiran baru dan mendapat motivasi untuk menggali ilmu pengetahuan lebih dalam lagi.

 

Belajar Coding di Educourse


Review kelas coding untuk anak educourse
Tiap hari makin pensaran sama materi baru 



Akhirnya Kifah belajar coding di Educourse, yaitu kelas belajar coding for kids berbasis daring atau online tentunya, via zoom meeting.


Belajarnya codingnya gimana? Bikin pemrograman? Ya, betul! Namun, bahasa pemrograman yang diberikan kepada anak, menyesuaikan dengan usia anak-anak. Bukan seperti bahasa HTML, Java, PHP, Phyton, C++ dan lain sebagainya. Duh, ini mah level emaknya juga gak bisa, wkwkwk.

 

Review kelas coding untuk anak educourse
Ms. Zia, gurunya Kifah di Educourse



Kelas coding for kids di Educourse sangat menyesuaikan dengan usia dan kemampuan anak-anak. Daftar kelasnya, yaitu:


1.Usia 5-8 tahun (menggunakan stratch) Level Junior One dan Junior Two.


2.Usia 9-12 tahun (menggunakan sctratch) Level Intermediate dan Pre Advance.


3.Usia 10-14 tahun (menggunakan Tynker) Level Intermediate.

 

Pembelajaran Kelas Coding di Educourse


Review kelas coding untuk anak educourse
Makin penasaran juga sama coding


Setelah mengikuti kelas coding di Educourse, saya mengamati progres belajar Kifah (10 tahun) setiap pekannya. Ada beberapa yang saya garis bawahi, yakni:


1.Belajar mengenai logika


Ketika belajar coding atau bahasa pemorgraman, Kifah belajar logika untuk memberikan instruksi. Contohnya, ketika belajar menggerakan objek ke kanan, kiri, atas, dan bawah Kifah belajar tentang logika pada sumbu X dan Y (ini pelajaran SMP ya kalau ga salah tentang kuadran dengan sumbu X dan Y).


Dimana jika objek ingin digerakkan ke kiri, maka yang ditulis huruf x dengan angka negatif, umtuk bergerak ke atas, maka ditulis y dengan angka positif, jika ingin bergerak ke kanan maka ditulis x dengan angka positif, dan jika ingin bergerak ke bawah, maka ditulis y dengan angka negatif.


Selain itu, ada pembelajaran logika “Jika” “Maka”. Apabila kita memberikan perintah tertentu, misalkan ketika kursor menyentuh objek atau warna tertentu, maka akan terjadi reaksi atau respon tertentu.


2.Analisis Masalah


Membuat coding tentu tidak selamanya mulus, pasti ada ‘syntax error’ ketika melakukan proses coding. Sehingga membuat program yang kita inginkan, belajar dengan tidak mulus atau sesuai keinginan.

Pada saat Kifah tidak berhasil menjalankan program yang ia inginkan, kemudian ia melakukan analisis masalah terhadap coding yang ia buat. Menerka apa yang terjadi, mencari akar masalahnya, dan berusaha menemukan solusinya.


3.Memecahkan Masalah

Setelah melakukan proses analisis, biasanya ia mencoba untuk mencari solusi dengan melakukan cek ulang semua codingnya dan jika masih bermasalah, ia akan bertanya kepada tim pengajar dari Educourse atau mencarinya di internet (biasanya Kifah mencari informasi di Youtube).


4.Ketelitian dan Fokus


Nah, ini dia yang saya suka. Kifah itu anaknya kurang fokus dan teliti, karena ia anaknya terlalu kinestetik, sukanya bergerak ke sana ke sini sejak kecil. Maka dari itu, dengan mengikuti kelas Coding dari Educourse, Kifah jadi belajar fokus dan ketelitian. Karena ia harus benar-benar mengecek apakah coding yang dia lakukan sudah benar atau belum.


5.Ketekunan dan Kerja Keras


The power of penasaran sih nampaknya, hehe. Ketika ada games yang dia buat dan belum benar-benar sesuai yang diinginkan, maka ia akan terus ngulik coding games tersebut hingga program/gamesnya benar-benar bisa dijalankan dengan baik.

 

Beberapa Games yang sudah Kifah buat sendiri:


Review kelas coding untuk anak educourse
Flying Cat aka Kucing Ngapung/Terbang. Bt, kucingnya terbang mencari uang ini, wkwkwk



Review kelas coding untuk anak educourse
Mengumpulkan Koin. Tadinya itu ini gambarnya apel, sama Kifah diganti jadi gambar koin uang, emang dia materialistis sekali anaknya ya, hahaha.



Review kelas coding untuk anak educourse
Kucing Mencari Jalan Pulang. Kucing sedang mencari jalan pulang, namun di tengah jalan, ia diganggu oleh beberapa ekor lady bug atau kepik. Semoga selamat sampai tujuan ya, Cing.


Review kelas coding untuk anak educourse
Game Ping-Pong. Ini games yang biasanya suka ada di PC atau hape jadul deh kayaknya. Seru ini mainnya bisa berdua.



Review kelas coding untuk anak educourse
Roket di Luar Angkasa. Ini juga kayaknya games zaman punya Nokia jadul. Nembakin musuh di ruang angkasa wkwkwkwk.


Kelebihan Mengikuti Kelas Coding di Educourse:

 

Review kelas coding untuk anak educourse
Pembelajarannya menyenangkan


1.Dalam satu kelas, muridnya tidak terlalu banyak, hanya sekitar 10 orang.


2.Kelas bisa dipilih saat weekend atau weekday.


3.Dilakukan secara daring via zoom meeting, sehingga sangat mendukung program  belajar anak di masa pandemi.

 

 

Saran untuk kelas coding di Educourse:


Menurut saya, salah satu hal yang mungkin bisa ditambah lagi yakni waktu atau durasi. Satu jam itu benar-benar gak kerasa untuk anak belajar coding, hehehe. Karena memang anak-anak yang langsung mengerjakan sendiri coding dari games yang akan dibuat. Karena kelasnya online, jadi memang agak ‘makan waktu’ ketika anak harus melihat ke layar stratch untuk mengkoding games, dan juga layar zoom meeting. Mungkin waktu atau durasinya bisa lebih menyesuaikan dengan tingkat kesulitan anak ketika sedang belajar  di dalam kelas.

 

Review kelas coding untuk anak educourse
Akhiranya ketagihan bikin games sendiri



Over all, saya sangat suka dengan kelas coding dari Educourse ini. Kifah sangat termotivasi untuk membuat banyak games, logika dan daya analisis masalahnya juga terasah. Dan juga yang gak kalah penting, ketekunan dan ketelitiannya juga ikut terstimulasi.

 

Sekian review kelas Coding for Kids Educourse dari saya, alhamdulillah, banyak sekali manfaat yang saya rasakan juga sebagai orang tua. Kifah jadi bisa meluangkan waktu lebih positif dengan gadget atau perangkat teknologi yang ada di rumah.


Sebagai orang tua, kadang kita sangat takut ketika anak kecanduan gadget atau selalu bermain-main dengan game atau gadgetnya. Namun, ketika semua itu diarahkan dengan benar, dijadikan sarana belajar, maka semuanya bisa berubah ke arah yang positif dan tentunya bermanfaat bagi anak.

 

Ada yang punya pengalaman ikut kelas Coding for Kids juga, Ma? Atau lagi menimbang-nimbang ikut kelas belajar on line untuk anak selama di rumah aja?

 

Sharing di kolom komentar, yuk!


***


Educourse is an intelligent future education platform for STEAM learning with AI (Artificial Intelligence) and AR (Augmented Realty). Educourse menyelenggarakan beberapa pembelajaran berbasis STEAM seperti kelas Coding for Kids, Coding for Teens, Fun Science, Crazy Math, Junio Engeneer,.


Ada juga kelas Bahasa, yakni English, Japan, Korea, Turki, dan lain-lain. Ada juga Visual Art Drawing, Craft and DIY. Pokoknya masih banyak banget kursus yang bisa diikuti di Educourse. 


Klik https://educourse.i-gen.co.id/ untuk melihat banyak kursus lainnya, dan kunjungi Instagram @educourse.id untuk bertanya langsung dengan Educourse.

PPDB Seleksi Usia, Mengatasi Masalah dengan Masalah

 



PPDB Seleksi Usia, mengatasi masalah dengan masalah


***


Daftarin anak ke sekolah di usia lebih tua agar lebih siap (NO)

Daftarin anak ke sekolah di usia agar bisa masuk ke sekolah negeri (YES)

 

Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo mengakui bahwa ada sejumlah orangtua mempermasalahkan kriteria usia yang dijadikan pertimbangan dalam sistem PPDB. Kebijakan mengenai kriteria usia, lanjut Heru, merupakan bagian dari pembangunan sumber daya manusia dalam Sustainable Development Goals (SDGs).

Heru menjelaskan, tujuan dari penambahan kriteria usia dalam PPDB DKI Jakarta yakni agar siswa dari kalangan tidak mampu dan tertinggal bisa menikmati fasilitas pendidikan yang lebih baik dan memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang di masa depan. “Gubernur memprioritaskan anak-anak yang berusia lebih tua yang tertinggal serta sekolah di pinggiran untuk bisa masuk di sekolah negeri dan menikmati fasilitas pendidikan,” imbuhnya.


Sumber: 
https://mediaindonesia.com/humaniora/322211/kriteria-usia-dalam-ppdb-demi-pemerataan

 

Setaip tahun, tepatnya di tahun ajaran baru, di timeline facebook maupun sosial media lainnya pasti terjadi kekisruhan soal PPDB online. Isinya rata-rata adalah bentuk protes orang tua yang anaknya tidak bisa masuk ke sekolah Negeri karena tidak masuk kriteria usia. Hal ini tentunya menjadi sebuah keresahan, bagi kami selaku orang tua. Walau pun saya belum merasakannya langsung, namun, 2 tahun lagi, saya harus mendaftarkan anak saya ke Sekolah Menengah Pertama.

 

Banyak orang tua yang mengeluh, karena anak-anak mereka tidak bisa masuk ke sekolah negeri karena usia yang masih muda. Sementara, para pendaftar lainnya berusia jauh lebih tua, dan diprioritaskan masuk ke sekolah negeri tersebut.

 

Contohnnya pada kasus pendaftaran usia SMA, batas maksimal usia yang diperbolehkan adalah 21 tahun untuk masuk ke Sekolah Menengah Atas. Ketika para pendaftar dengan usia mendekati 21 tahun jumlahnya lebih banyak, otomatis, anak yang berusia 14-16 tahun tidak bisa masuk, kerena kuotanya sudah habis!

 

Merujuk pada pernyataan Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo, pendaftaran sekolah negeri, seleksi berdasarkan usia ini diharapkan bisa menjadi solusi atas masalah anak-anak yang putus sekolah atau kaummiskin, agar bisa menikmati fasilitas pendidikan yang berkualitas.

Namun, nyatanya, peraturan ini membuat anak-anak yang berusia lebih muda (14-16 tahun, usia normal anak masuk SMA) terancam putus sekolah juga! Kalau sudah begini, menurut saya, sama seperti mengatasi masalah dengan masalah baru.

 

Kalau saya mencoba berpikir sendiri, solusi yang bisa diambil adalah:

 

1.Menunggu tahun berikutnya,agar usianya nambah lagi satu tahun.

2.Sekolah di sekolah Swasta aja, karena kemungkinan besar akan diterima.

 

Akan tetapi, jika pemerintah ‘memberikan’ solusi seperti ini, tidak semua orang tua bisa melakukannya.

Pertama, menunda sekolah anak itu bukanlah hal yang mudah. Bagaimana dengan semangat dan motivasi belajarnya? Apa yang anak harus lakukan di masa menunggu? Dan masalah lain yang akan muncul kemudian.

 

Kedua, dari sisi ekonomi. Tidak semua orang tua mampu menyekolahkan anak ke sekolah swasta, mengingat biayanya yang tidak murah. Kalau sudah begini, bukankah bisa memicu anak menjadi putus sekolah?

 

Lalu, dimana letak keadilan bahwa pendidikan adalah hak semua anak, sesuai dengan Undang-undang:


Pada pasal 9 (1), UU 23/2002 dikatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya

 

Hmmm, sementara definisi anak menurut undang-undang adalah:


UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAKDalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: ... Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

 

Gimana dong yang usianya sudah 21 tahun???

 

Bagaimana Solusinya?

Saya sendiri memikirkan beberapa hal yang bisa dilakukan, agar akses pendidikan merata bagi seluruh masyarakat Indonesia.


1.Menambah jumlah sekolah, sesuai dengan data anak berusia sekolah di wilayah tertentu. Menambahkan kuota pendaftar peserta didik baru, tanpa menambah jumlah sekolah, sama seperti sebuah bis yang ingin mengangkut banyak penumpang, tapi kursinya gak ada penambahan, ya gak bisa ikut semua akhirnya.


Solusinya, menunggu bis gratis lain? Atau pakai bis lain yang pakai tiket/tarif lebih mahal.

 

2.Menurunkan range batasan usia anak, jangan sampai 21 tahun. Karena semakin besar range-nya tentu makin banyak jumlah pendaftarnya.

 

Lalu, bagaimana dong untuk pemerataan pendidikan anak-anak yang putus sekolah? Terutama yang sudah menginjak 17+ ?

 

3.Maksimalkan program kesetaraan atau paket C, dong!


Paket C (kejar paket C) adalah pelayanan pendidikan pada jenjang menengah kejuruan melalui jalur non formal. Program paket C merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat usia sekolah dan usia dewasa yang karena berbagai sebab tidak melanjutkan pendidikan.

 

Jadi, kalau dilihat dari definisi di atas, sebenernya, untuk usia yang sudah dewasa, bisa mendapatkan pendidikan pada program kejar paket C. Nah, program paket C ini bisa dikembangkan menjadi lebih baik tentunya.

 

Saya ingat, ketika SMA dulu, ada SMA kelas terbuka untuk anak lainnya. Sekolahnya hanya hari Jum’at dan Sabtu, namun nanti akan tetap sama mendapatkan Ijazah dari SMA. Menurut saya, program ini sangat bagus untuk mengentaskan masalah kesempatan belajar.

 

Nah ini, saya menemukan sebuah jurnal tentang Sekolah Terbuka dengan judul, SEKOLAH MENENGAH ATAS TERBUKA (SMA TERBUKA): SEBUAH MODEL PENDIDIKAN YANG FLEKSIBEL.

 

Berikut abstraksinya:

Data Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional (BalitbangDepdiknas, 2000) mengungkapkan bahwa pada tahun ajaran 1999/2000 terdapat jumlah lulusan SMP/MTs sebanyak 2,66 juta orang. Dari jumlah lulusan ini, yang melanjutkan pendidikan ke tingkat pendidkan berikutnya hanya 1,78 juta anak (66,9%). Pada tahun yang sama, jumlah peserta didik yang putus sekolah pada pendidikan sekolah menengah berjumlah 243.100 peserta didik dari 5,6 juta peserta didik (9,03%). Apabila data ini dapat dianggap sebagai keadaan ratarata setiap tahun, maka akan terjadi akumulasi yang semakin besar dari tahun ke tahun mengenai jumlah peserta didik yang putus sekolah pada pendidikan menengah dan peserta didik yang tidak melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah; terlebih lagi jika tidak dilakukan intervensi. Menghadapi keadaan yang demikian ini, dibutuhkan suatu model/sistem pendidikan alternatif yang inovatif dan fleksibel yang dapat mengatasi masalah/kendala kesempatan belajar. Dalam kaitan ini, SMA Terbuka sebagai sebuah alternatif model/sistem pendidikan yang inovatif dan fleksibel telah dirintis di 7 lokasi di 6 provinsi sejak tahun 2001/2002. Tulisan ini akan membahas berbagai aspek tentang model/sistem pendidikan SMA Terbuka sebagai sebuah model pendidikan yang fleksibel.

 

 Sumber: Jurnal Teknodik Vol. 12 No. 2, Desember 2008

 

Di beberapa berita online yang saya baca, sekolah terbuka ini memang belum dioptimalisasi keberadaanya. Dan saya pun tidak tahu, apakah sekarang masih ada konsep sekolah terbuka seperti ini?


Padahal, dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, Pembelajaran Jarak Jauh dengan model Blended Learning (Online dan Offline) harusnya bisa dioptimalisasi dengan baik.


Helooo, ini udah tahun 2021 dimana seorang bayi pun sudah punya akun tik-tok dan Instagram.

 

Peraturan dan Realita


Menurut saya, sebagai orang awam, hanya seorang orang tua biasa, yang namanya peraturan adalah hal yang fleksibel, seperti halnya peraturan yang saya terapkan di rumah untuk anak-anak saya. Kalau ada masalah, ya saatnya monitoring dan evaluasi. Jika ada masalah, kita harus temukan solusi agar semuanya bisa berjalan seadil-adilnya. Solusi masih melahirkan masalah? Ya terus dicari akar permasalahannya sampai dapat dan buat solusi lagi yang lebih baik.


Karena bagaimana pun, kita tidak boleh bertindak tidak adil bagi sebagian orang. Apalagi jika konteksnya pemerintah atau negara, tentu harus memberikan win-win solution bagi masyarakatnya.

 

Baiklah, itu saja opini saya tentang PPDB yang menyeleksi anak berdasarkan usia, menurut saya hal ini justru mengatasi masalah dengan masalah baru. Menyelamatkan yang putus sekolah, namun membuat yang lain terancam putus sekolah.

 

Semoga pihak-pihak terkait bisa segera menyelesaikan masalah ini. Ada komentar atau solusi lain? Yuk sharing di kolom komentar.

 

*Biasakan diskusi yang membangun ya, bukan saling menjatuhkan. Terima kasih.


My Bigger Dream, Ikigai dan Connecting Mama

 

review laptop asus


 

“If You can Dream it, You can do it”


Salah satu hal yang saya pikirkan Ketika berada di dalam rumah menjadi ibu rumah tangga adalah, apa yang bisa saya lakukan untuk mewujudkan mimpi-mimpi saya?


Karena yang saya rasakan, setelah menjadi ibu rumah tangga yang setiap hari di rumah saja, mimpi-mimpi yang saya jaga selama ini seperti berangsur-angsur meredup. Dalam hati selalu terucap:


 “Ah, udahlah, gak usah mimpi tinggi-tinggi, udah jadi ibu rumah tangga, udah ‘berumur’ juga”


review laptop asus



Jujur, terkadang, saya patah hati, ketika melihat teman-teman yang ‘karirnya’ melesat, misalkan bekerja untuk bisa mengabdi kepada negara dan masyarakat, atau bisa belajar dan mencari ilmu pengetahuan hingga jenjang yang tinggi. Tentu, rasa ingin bisa melakukan hal yang sama, kadang terbersit dan membuat diri ini menjadi ‘Insecure’.


Memang, hal yang paling sulit itu adalah menyemangati diri sendiri, setuju, gak? Mungkin kalau orang lain meminta semangat, kita bisa memberikannya, tapi ketika diri sendiri yang sedang down, hmmm butuh kerja keras untuk bangkit kembali.

 

Pertama Kali Ngeblog

 

Tahun 2014 adalah tahun pertama kalinya saya membuat blog dengan domain www.tettytanoyo.blogspot.com. Sebelumnya memang  saya sudah memiliki blog, namun hanya blog seorang mahasiswa yang isinya hanyalah sekumpulan tugas-tugas kuliah.


Ketika saya menjadi ibu rumah tangga yang setiap hari full time di rumah, saya baru ingat, kalau ada platform yang bisa saya gunakan untuk menulis dan menuangkan ide-ide saya, yaitu blogspot. Segera saya membuat akun blog, dan mulai mengisinya dengan konten-konten curhat, opini, ide, dan lain sebagainya. Dan waktu itu, saya hanya blogger yang sendirian saja, belum tau kalau ada orang lain yang juga hobi ngeblog, terutama ibu rumah tangga seperti saya ini.

 

Hingga pada suatu saat, saya menemukan sebuah Komunitas Emak Blogger, bergabung di dalamnya dan akhirnya menjadi bagian Emak-emak yang hobi menuangkan ide dan kreativitas lewat blognya. Pada saat itu, kami saling blogwalking atau saling berkunjung ke blog masing-masing, dan disanalah saya melihat blog-blog yang keren, baik dari segi tulisan maupun lay out blog itu sendiri.

 

The Ikigai

 

“Teteh suka seneng kalau habis ngerajut, walau tengah malam sedang lelah, dengan menjahit atau merajut, teteh senang dan bahagia.” Seorang kakak tingkat saya bercerita tentang hobi menjahit dan merajutnya.

“Kalau Tetty apa yang bikin Tetty bahagia?” Kemudian ia bertanya.

“Saya paling suka ngeblog, Teh. Kalau udah nulis blog, rasanya plong, walaupun dalam kondisi capek sekalipun, justru blog lah yang memberi energi baru.”

 

Sejak saat itu, hingga saat ini, saya benar-benar suka dunia blog dan media sosial. Kemudian saya bertanya-tanya, apa ngeblog dan sosial media ini menjadi ‘IKIGAI’ saya? Yang harus saya rawat dan tumbuhkan setiap harinya.


Setelah saya pahami, semakin lama terjun di dunia digital, ternyata memiliki sebuah blog, hampir sama seperti memiliki anak. Ia harus kita rawat dengan baik, diberikan sentuhan yang baik, dan kita jaga sebagaimana merawat seorang anak dengan penuh kasih sayang. Entahlah, bagi saya rasanya benar-benar seperti itu.


Pernah suatu saat, saya lama meninggalkan blog karena hamil dan melahirkan, namun perasaan ingin kembali terus hadir, saya rindu merawat dan berinteraksi dengan blog saya itu. Walau hanya menambahkan foto, mengganti header, atau membaca/membalas komentar pembaca.


Ya, ternyata memang sesayang itulah saya dengan dunia digital khususnya blog, dan saya merasa, menulis dan merawat blog adalah Ikigai saya selama ini.


Dalam tulisannya, The Book of Ikigai, Ken Mogi, Ph.D, menuliskan apa itu Ikigai dan bagaimana kita melihat sesuatu sebagai sebuah Ikigai atau Passion. Ikigai sendiri bisa dikatakan passion, atau hal yang membuat kita bahagia, dan dengan senang hati kita lakukan setiap hari tanpa keluhan. Konsep Ikigai ini lahir di Jepang, dan dituangkan ke dalam sebuah buku yang di tulis oleh Ken Mogi, Ph.D.


review laptop asus



Berikut adalah 5 Pilar Ikigai, buah pemikiran Ken Mogi, yakni:


1.    1. Diawali dari hal-hal kecil. Menemukan sebuah Ikigai atau Passion ternyata bukan hal yang rumit, cukup dengan mulai mengamati dan memulai hal kecil yang sering kita lakukan dan membuat kita bahagia. Kebahagiaan bukanlah sebuah kerumitan, kebahagiaan justru diawali dari hal yang kecil dan sederhana.

 

2.   2. Bebaskan dirimu. Banyak orang yang tidak mampu atau mau membebaskan diri. Banyak orang yang justru terkekang karena menjalani hidup atas pilihan, perkataan, atau pandangan orang lain. Mereka tidak mampu mengejar Ikigai atau Passion mereka sendiri karena terbelenggu oleh pikiran-pikiran mereka sendiri.

 

3. Keselarasan dan kesinambungan. Konsep Ikigai datang dari negeri matahari terbit, yakni Jepang. Masyarakat Jepang sangat menjunjung tinggi keselarasan kehidupan manusia dengan alam, atau lingkungan. Maka dari itu mereka sangat menghormati terbitnya Matahari setiap pagi, dan menjadi “Morning Person” yang siap bersinergi dengan alam. Dan kebiasaan baik yang mereka lakukan setiap hari, dilakukan secara berkesinambungan dan menjadikannya sebuah Ikigai atau passion

 

4.   4. Ikigai adalah kegembiraan dengan melakukan hal-hal kecil. Orang mampu mendapatkan kepuasan hidup dengan melakukan hal-hal yang dilihat orang lain merupakan hal yang kecil dan tak berarti. Dalam The Book of Ikigai, diceritakan bagaimana seseorang bisa bekerja, ‘hanya’ menjadi seorang koki, pesumo, namun memiliki kebahagiaan hidup yang sangat baik.

 

 

5.   5. Hadir di tempat dan waktu sekarang. Ikigai atau Passion ini hadir di waktu sekarang, dimana kita sedang menjalani hidup. Ikigai hadir untuk menjadikan hari-hari kita lebih bersemangat dan lebih bahagia.

 

Setelah membaca ‘Konsep Ikigai’ saya semakin yakin, bahwa dunia digital khususnya blog adalah salah satu Ikigai atau Passion yang membuat saya bersemangat dan lebih bahagia menjadi diri saya sendiri.

 

Menginisiasi Komunitas Mama Digital, Connecting Mama

 

review laptop asus


Ketika dunia digital ini telah memberi saya banyak hal yang sangat positif, saya ingin sekali memberikan atau berbagi perasaan yang sama kepada orang lain, terutama bagi ibu rumah tangga yang sekarang lebih senang saya sebut dengan sebutan ‘Mama Digital’. Karena Ibu rumah tangga saat ini, sudah sangat ‘melek’ dengan dunia digital dan pasti bisa memanfaatkannya dengan baik.


Mom War yang menyebalkan dan menjadi biang keladi kegaduhan yang terjadi antar Mama atau Ibu ini menjadi salah satu alasan saya berinisiasi membuat Komunitas Mama Digital Connecting Mama bersama rekan-rekan Blogger yang sama-sama mencintai dunia digital.


Mungkin kita sering mendengar, perdebatan antara Ibu bekerja dan Ibu yang memilih tidak bekerja/di rumah saja. Saya pikir, kenapa pertanyaannya tidak diubah saja, menjadi “Sekarang berkarya dimana?” bukan dengan pertanyaan “Sekarang bekerja dimana?”

 

Karena berkarya bisa dilakukan dimana saja, berkarya bisa melalui ranah publik atau pun dari dalam rumah. Berkarya itu tanpa batasan, sedangkan konteks bekerja, biasanya harus berkantor dan memiliki jam kerja tertentu.


Komunitas Mama Digital, Connecting Mama yang saya inisiasi bersama rekan-rekan blogger, saya harap menjadi sebuah jembatan akan itu semua. Tidak ada perbedaan antara ibu bekerja di kantor ataupun ibu dirumah. Karena dimanapun kita berada, karya kita lah yang bisa bermanfaat bagi orang lain. Daripada berdebat dan bertengkar membela diri, lebih baik kita sama-sama bersinergi untuk saling menguatkan satu sama lain.

 

My Bigger Dream

 

Salah satu mimpi yang saya ingin wujudkan adalah membuat Connecting Mama ini menjadi Komunitas Mama Digital yang bisa bersinergi dengan banyak pihak. Agar para Mama Digital bisa terus produktif dan berkarya khususnya di ranah digital.


Saya pun berharap, Connecting Mama menjadi rumah yang nyaman untuk para Mama Digital saling memberdayakan dan saling mensupport satu sama lain. Karena tidak ada kesuksesan sebuah karya tanpa support dari orang lain.


Connecting Mama sendiri sudah menyelenggarakan beberapa pelatihan dan sharing session, diantaranya:


1.       Pelatihan menulis novel online

2.       Strategi membuat konten instagram

3.       Public Speaking

4.       Food Photography untuk pemula

5.       Podcast untuk pemula

6.       Sukses membangun personal branding

7.       Tips and Trick membuat foto flatlay

 

Wujudkan Bigger Dream jadi Nyata


Mimpi yang hanya didiamkan begitu saja ketika mata terpejam, hanya akan menjadi mimpi semata. Sedangkan mimpi yang diusahakan, diubah menjadi sebuah visi dan misi, insya alloh suatu saat akan menjadi kenyataan. Itulah prinsip yang saya pegang sejak dulu.

 

Punya mimpi? Jangan takut gagal! Wujudkan!

 

Mimpi saya untuk membesarkan Komunitas Mama Digital Connecting Mama membuat saya banyak mengubah gaya hidup, kebiasaan, bahkan ‘peralatan tempur’ saya sebagai blogger dan Mama Digital. Seperti kedisiplinan untuk membuat konten digital, personal branding, berkomunikasi dengan para member komunitas, upgrade ilmu pengetahuan, upgrade kamera, gadget, hingga laptop atau PC.

 

Kenapa?

 

Karena saya pikir, untuk Go Extra Miles mewujudkan My Bigger Dream, saya juga harus memiliki kebiasaan dan ‘peralatan tempur’ ekstra juga, dong.

 

review laptop asus


Bicara soal ‘alat tempurnya’ seorang Blogger atau Mama Digital, laptop, PC atau Personal Computer ini jadi alat tempur yang paling utama. Karena memang melalui kecanggihan laptop atau PC itulah, karya-karya akan lahir dari seorang Blogger atau Mama Digita. Setuju?


Salah satu laptop yang menurut saya pas untuk kebutuhan saya yaitu laptop ASUS VivoBook 15 A516. Keistimewaan laptop ini salah satunya adalah layar yang lebar dan luas yaitu 15.6 inci dengan 178 degree wide viewing angle.


review laptop asus



Kelebihan ASUS VivoBook 15 A516 lainnya adalah:


Menggunakan Windows 10 Home - ASUS recommends Windows 10 Pro for business.


Up to 10th gen Intel® Core™ i5 processor.


Up to NVIDIA® GeForce® MX330.


Up to 8 GB memory.


Up to 1 TB HDD + 256 GB SSD. Wow, ekstra besar juga untuk penyimpanannya, ya.


Up to 15.6” FHD NanoEdge display. Layar yang lebih luas, memungkinkan mata lebih nyaman ketika bekerja menggunakan ASUS VivoBook 15 A516.


Optional fingerprint sensor.


Stylish with multiple color options, yakni Transparent Silver dan Slate Grey yang mempesona.


review laptop asus



Beratnya hanya 1,8 Kg. Ringan dan mudah dibawa bepergian.


review laptop asus


Selain itu, layar yang lebih luas atau wider ini memang sedang menjadi tren tersendiri, karena memang sesuai dengan kebutuhan digital di masa kini, terutama di masa Pandemi Covid-19 diaman semua pekerjaan dilakukan secara digital atau daring/online.


“Komputer masa kini memiliki tampilan berbeda karena mereka memang berbeda. Dengan solid-state drive (SSD) dan teknologi terkini, Anda mendapatkan kecepatan, keamanan, ketahanan, dan desain yang cantik. Kami telah melakukan jajak pendapat, dan hasilnya, orang-orang lebih senang saat bepergian dengan PC modern.”


“Nikmati semua manfaat dengan PC yang lengkap –

PC sudah termasuk Office Home & Student 2019. Aplikasi Office versi lengkap

(Word, Excel dan PowerPoint) memberikan semua fungsi yang dibutuhkan dan

diharapkan oleh penggunanya. Penggunaan aplikasi Office seumur hidup dapat

memastikan Anda untuk selalu memiliki akses ke fitur yang Anda kenal dan sukai.

Dilengkapi dengan 100% aplikasi Office asli, software juga akan terus

mendapatkan pembaruan keamanan yang rutin untuk melindungi perangkat, program

dan data Anda.”


“Laptop dengan prosesor Intel® Core™ 10th Gen

series ke atas didesain untuk performa dan mobilitas. Dengan efisiensi yang

tinggi serta dimensi thin and light, laptop menawarkan peningkatan performa dan

produktivitas untuk penggunanya. Konektivitas WiFi generasi terbaru juga

memungkinkan transfer data 3x lebih cepat dibanding generasi sebelumnya.”


Bigger Dream, Wider Screen

 

Memiliki mimpi besar tentu harus juga memiliki 'pandangan yang luas'. Bukan hanya soal layar gadget atau laptop yang harus luas agar kita semakin nyaman berkarya, tapi kita pun harus mampu memandang segala sesuatu lebih luas lagi. Untuk apa? Untuk memetakan strategi, mengembangkan jaringan, dan membuat step-step untuk mewujudkan segala mimpi-mimpi kita.


review laptop asus


 

Sekali lagi, mimpi saya adalah menjalani Ikigai dan Passion saya dalam dunia digital khsusunya Blogging. Kemudian, menjadikan Komunitas Mama Digital Connecting Mama menjadi sebuah komunitas atau rumah bagi para Mama Digital di seluruh Indonesia bahkan dunia, nyaman untuk berkarya, berdaya, dan bersinergi satu sama lain.

 

When I have a Bigger Dream, So I will have ‘a wider screen’ to see and found the biggest chance to get a better life for me and the others.

 

So, whats your Bigger Dream?

 

“Artikel ini diikutsertakan dalam ASUS - 15 Inch Modern PC.     Bigger Dream, Wider Screen Writing Competition bersama dewirieka.com”.