“Astaga! Kamu hamil!”
Jangan kaget ya, itu petikan dialog anak-anak waktu main di
rumah saya.
Jadi, ceritanya Kifah dan teman-temannya lagi main di rumah.
Seperti biasa, anak-anak tetangga ikut main ke rumah. Dan teuteup, Kifah yang
paling kecil, yang paling besar usia kelas dua sekolah dasar.
Suatu hari mereka main di lantai bawah, beberapa anak
perempuan dan anak laki-laki. Saya sendiri anteng ngerjain kerjaan saya pakai laptop di lantai atas.
Tiba-tiba terdengar suara,
“Astaga! Kamu hamil! Ayo
cepet kita ke dokter, suami kamu mana?”
GEDUBRAAAKKK.
Konsentrasi saya buyar seketika, itu siapa itu yang ngomong,
saya langsung turun ke bawah lewat tangga. Ternyata anak-anak sedang main
drama-drama-an.
Sebut saja namanya R. Dia adalah anak perempuan yang paling
besar, usianya sudah 8 tahun. Dan ternyata R lah yang ngomong-ngomong hamil.
“Ayo kamu aja jadi Papahnya,” tunjuk R ke salah satu anak
laki-laki yang ikut main bareng.
“Gak mau ah, gak mau.” Jawab si anak laki-laki sambil
kelihatan marah.
“Kifah mau jadi siapa?” Nah loh si Kifah ditanya.
Kifah diem aja, gak ada jawaban. Tebakan saya sih, Kifah mah
bingung, itu mereka lagi main apaan.
“Aku jadi Bapak pengirim paket aja.” Kata Kifah. Duh gak
nyambung banget. Oh mungkin dia sering lihat emaknya nerima paket di rumah,
jadinya dia kepingin jadi kurir paket. Hahaha.
Si R masih kelihatan bingung, kok gak ada yang mau jadi
pemeran papah dalam ‘drama-nya’. Akhirnya, anak perempuan yang berusia 5 tahun,
sebut saja namanya D dijadikan pemeran ibu yang tengah hamil. Kain dan boneka
diuwel-uwel, dimasukkan ke dalam bajunya. Ukuran perutnya persis ibu hamil usia
9 bulan yang siap pergi ke bidan.
Si Ibu hamil tadi kemudian diminta sakit perut (mungkin
maksudnya kontraksi ya -____-) oleh si R, kemudian mereka pergi ke rumah sakit
bersama-sama. Anaknya pun lahir, drama selesai dengan kisah si jabang bayi yang
tak punya ayah.
Sekilas tampak lucu memang, anak kecil bermain
anjang-anjangan alias drama-drama-an. Tapi kalau dipikir lagi, mereka masih
kecil banget untuk bikin drama yang adegannya ‘dewasa’ banget.
Kalau anak kecil main dokter-dokteran kan paling pakai
boneka, trus dia jadi dokternya. Tapi ini bermain sebagai ibu hamil yang sedang
melahirkan. Kemudian dialog-dialog yang mereka pakai terdengar dewasa melebihi
usia mereka.
Saya jadi mikir, duh jangan-jangan nih anak demen nonton
sinetron.
Tahu lah, di satu stasiun TV itu tiap siang atau sore suka
ada sinetron yang katanya religi, tapi isinya ya gitu. Hamil, cerai, KDRT, poligami,
pokoknya isu rumah tangga yang bisa bikin gregetan.
Saya jarang banget nonton TV di rumah. Meskipun ada TV,
intensitas nonton bisa dihitung jari perbulannya. Apalagi kalau liat sinetron ‘religi’
begitu, bawaannya pengen belanja aja ke supermarket *haaa gak nyambung ya jek*
tapi intinya saya gak suka. Ceritanya suka lebay dan pemainnya itu-itu mulu.
Si R tadi sukses bikin saya inget adegan sinetron yang
geuleuh-geuleuh. Apalagi bagian ibu hamil yang kontraksi tiba-tiba trus anaknya
berojol gitu aja dengan postur tubuh yang udah gede banget. Gak rasional
banget.
Karena penasaran, saya tanya ke tetangga sebelah.
“Bu, kalau si R main di sini, suka main apa aja? Kok dialog
dia suka dewasa-dewasa gitu ya.”
“Oh iya, dia mah ketu, kecil-kecil tua. Hahaha. Omongannya
emang dewasa banget dari kecil.”
Jleb. Pantesan.
Sejak saat itu saya agak khawatir kalau dia main ke rumah dan
main drama-drama-an lagi. Apalagi Kifah lagi aktif-aktifnya nyerap kosa kata
baru.
Dan memang ya, kalau saya amati, ibunya itu full time mommy
yang hobi nonton TV, mungkin salah satunya sinetron. Akhirnya anaknya juga
ikut-ikutan nonton. Selain itu, keluarga mereka juga penggemar musik dangdut
masa kini.
Tahu lah musik dangdut sekarang liriknya gimana? Selingkuhan,
hamil tiga bulan, malah bikin pusing kalo didengerin.
Sekali lagi ya, saya bukan ahli parenting. Saya cuman orang
tua biasa yang kebetulan mendapatkan kesempatan mengamati anak saya di rumah,
termasuk mengamati teman-temannya.
Baru-baru ini juga di media sosial ada sebuah gambar viral
seorang anak yang meminta presiden untuk menyelamatkan generasi mereka dari
sinetron.
Ya saya mengerti sekarang, orang tuanya pasti resah. Karena
ketika kita sudah memproteksi anak kita dengan membatasi tontonan di TV, tetapi
kita tetap tidak bisa memproteksi teman-teman anak kita dari pengaruh sinetron.
Buktinya, walau Kifah gak pernah nonton sinetron, tapi temennya ada yang sinetronholic,
sayanya juga jadi was-was.
Beneran deh, waktu kecil saya juga pernah nonton sinetron
yang gak beres-beres episodenya itu tuh. Haha. Ya emang bener, kita jadi tahu ‘konten
dewasa’ ketika nonton sinetron. Apalagi kalau sekeluarga suka nonton, pasti anak-anak
juga nimbrung buat ikutan.
Yes. Saya setuju banget Pak Presiden, kalau anak Indonesia
harus dilindungi dari tontonan yang TIDAK BERKUALITAS. Kasihan Pak, anak-anak
kecil sekarang jadi generasi sinetron, yakni generasi yang cepet tua alias dewasa
sebelum waktunya.
*BRB masukin TV ke kardus*
Ada tanggapan?
Kalo aku ga suka sinetron...palingan nonton acara kayak Khazanah Pagi, Ragam Indonesia dan berita. kalo anak-anak mah kartun Kancil, Upin Ipin...lain itu nggak boleh nonton *kekepin remote :p
ReplyDeleteiya mbak, yg buat anak variannya kurang beud ya..
Deletemiris bgt.. :(
ReplyDeleteiya mbak betul..
DeleteSekarang memang kita miskin tayangan buat anak-anak,jadi gitu deh.
ReplyDeletejarang nonton sinetron...tapi dengerin aja.lho hahaha
ReplyDeleteAku juga ga suka nonton sinetron, apalagi kalau udah ada adegan atau dialog lebay yang ga mendidik. Ampu deh.
ReplyDelete