Copyright by tettytanoyo. Powered by Blogger.
Showing posts with label Edukasi. Show all posts

PPDB Seleksi Usia, Mengatasi Masalah dengan Masalah

 



PPDB Seleksi Usia, mengatasi masalah dengan masalah


***


Daftarin anak ke sekolah di usia lebih tua agar lebih siap (NO)

Daftarin anak ke sekolah di usia agar bisa masuk ke sekolah negeri (YES)

 

Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo mengakui bahwa ada sejumlah orangtua mempermasalahkan kriteria usia yang dijadikan pertimbangan dalam sistem PPDB. Kebijakan mengenai kriteria usia, lanjut Heru, merupakan bagian dari pembangunan sumber daya manusia dalam Sustainable Development Goals (SDGs).

Heru menjelaskan, tujuan dari penambahan kriteria usia dalam PPDB DKI Jakarta yakni agar siswa dari kalangan tidak mampu dan tertinggal bisa menikmati fasilitas pendidikan yang lebih baik dan memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang di masa depan. “Gubernur memprioritaskan anak-anak yang berusia lebih tua yang tertinggal serta sekolah di pinggiran untuk bisa masuk di sekolah negeri dan menikmati fasilitas pendidikan,” imbuhnya.


Sumber: 
https://mediaindonesia.com/humaniora/322211/kriteria-usia-dalam-ppdb-demi-pemerataan

 

Setaip tahun, tepatnya di tahun ajaran baru, di timeline facebook maupun sosial media lainnya pasti terjadi kekisruhan soal PPDB online. Isinya rata-rata adalah bentuk protes orang tua yang anaknya tidak bisa masuk ke sekolah Negeri karena tidak masuk kriteria usia. Hal ini tentunya menjadi sebuah keresahan, bagi kami selaku orang tua. Walau pun saya belum merasakannya langsung, namun, 2 tahun lagi, saya harus mendaftarkan anak saya ke Sekolah Menengah Pertama.

 

Banyak orang tua yang mengeluh, karena anak-anak mereka tidak bisa masuk ke sekolah negeri karena usia yang masih muda. Sementara, para pendaftar lainnya berusia jauh lebih tua, dan diprioritaskan masuk ke sekolah negeri tersebut.

 

Contohnnya pada kasus pendaftaran usia SMA, batas maksimal usia yang diperbolehkan adalah 21 tahun untuk masuk ke Sekolah Menengah Atas. Ketika para pendaftar dengan usia mendekati 21 tahun jumlahnya lebih banyak, otomatis, anak yang berusia 14-16 tahun tidak bisa masuk, kerena kuotanya sudah habis!

 

Merujuk pada pernyataan Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo, pendaftaran sekolah negeri, seleksi berdasarkan usia ini diharapkan bisa menjadi solusi atas masalah anak-anak yang putus sekolah atau kaummiskin, agar bisa menikmati fasilitas pendidikan yang berkualitas.

Namun, nyatanya, peraturan ini membuat anak-anak yang berusia lebih muda (14-16 tahun, usia normal anak masuk SMA) terancam putus sekolah juga! Kalau sudah begini, menurut saya, sama seperti mengatasi masalah dengan masalah baru.

 

Kalau saya mencoba berpikir sendiri, solusi yang bisa diambil adalah:

 

1.Menunggu tahun berikutnya,agar usianya nambah lagi satu tahun.

2.Sekolah di sekolah Swasta aja, karena kemungkinan besar akan diterima.

 

Akan tetapi, jika pemerintah ‘memberikan’ solusi seperti ini, tidak semua orang tua bisa melakukannya.

Pertama, menunda sekolah anak itu bukanlah hal yang mudah. Bagaimana dengan semangat dan motivasi belajarnya? Apa yang anak harus lakukan di masa menunggu? Dan masalah lain yang akan muncul kemudian.

 

Kedua, dari sisi ekonomi. Tidak semua orang tua mampu menyekolahkan anak ke sekolah swasta, mengingat biayanya yang tidak murah. Kalau sudah begini, bukankah bisa memicu anak menjadi putus sekolah?

 

Lalu, dimana letak keadilan bahwa pendidikan adalah hak semua anak, sesuai dengan Undang-undang:


Pada pasal 9 (1), UU 23/2002 dikatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya

 

Hmmm, sementara definisi anak menurut undang-undang adalah:


UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAKDalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: ... Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

 

Gimana dong yang usianya sudah 21 tahun???

 

Bagaimana Solusinya?

Saya sendiri memikirkan beberapa hal yang bisa dilakukan, agar akses pendidikan merata bagi seluruh masyarakat Indonesia.


1.Menambah jumlah sekolah, sesuai dengan data anak berusia sekolah di wilayah tertentu. Menambahkan kuota pendaftar peserta didik baru, tanpa menambah jumlah sekolah, sama seperti sebuah bis yang ingin mengangkut banyak penumpang, tapi kursinya gak ada penambahan, ya gak bisa ikut semua akhirnya.


Solusinya, menunggu bis gratis lain? Atau pakai bis lain yang pakai tiket/tarif lebih mahal.

 

2.Menurunkan range batasan usia anak, jangan sampai 21 tahun. Karena semakin besar range-nya tentu makin banyak jumlah pendaftarnya.

 

Lalu, bagaimana dong untuk pemerataan pendidikan anak-anak yang putus sekolah? Terutama yang sudah menginjak 17+ ?

 

3.Maksimalkan program kesetaraan atau paket C, dong!


Paket C (kejar paket C) adalah pelayanan pendidikan pada jenjang menengah kejuruan melalui jalur non formal. Program paket C merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat usia sekolah dan usia dewasa yang karena berbagai sebab tidak melanjutkan pendidikan.

 

Jadi, kalau dilihat dari definisi di atas, sebenernya, untuk usia yang sudah dewasa, bisa mendapatkan pendidikan pada program kejar paket C. Nah, program paket C ini bisa dikembangkan menjadi lebih baik tentunya.

 

Saya ingat, ketika SMA dulu, ada SMA kelas terbuka untuk anak lainnya. Sekolahnya hanya hari Jum’at dan Sabtu, namun nanti akan tetap sama mendapatkan Ijazah dari SMA. Menurut saya, program ini sangat bagus untuk mengentaskan masalah kesempatan belajar.

 

Nah ini, saya menemukan sebuah jurnal tentang Sekolah Terbuka dengan judul, SEKOLAH MENENGAH ATAS TERBUKA (SMA TERBUKA): SEBUAH MODEL PENDIDIKAN YANG FLEKSIBEL.

 

Berikut abstraksinya:

Data Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional (BalitbangDepdiknas, 2000) mengungkapkan bahwa pada tahun ajaran 1999/2000 terdapat jumlah lulusan SMP/MTs sebanyak 2,66 juta orang. Dari jumlah lulusan ini, yang melanjutkan pendidikan ke tingkat pendidkan berikutnya hanya 1,78 juta anak (66,9%). Pada tahun yang sama, jumlah peserta didik yang putus sekolah pada pendidikan sekolah menengah berjumlah 243.100 peserta didik dari 5,6 juta peserta didik (9,03%). Apabila data ini dapat dianggap sebagai keadaan ratarata setiap tahun, maka akan terjadi akumulasi yang semakin besar dari tahun ke tahun mengenai jumlah peserta didik yang putus sekolah pada pendidikan menengah dan peserta didik yang tidak melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah; terlebih lagi jika tidak dilakukan intervensi. Menghadapi keadaan yang demikian ini, dibutuhkan suatu model/sistem pendidikan alternatif yang inovatif dan fleksibel yang dapat mengatasi masalah/kendala kesempatan belajar. Dalam kaitan ini, SMA Terbuka sebagai sebuah alternatif model/sistem pendidikan yang inovatif dan fleksibel telah dirintis di 7 lokasi di 6 provinsi sejak tahun 2001/2002. Tulisan ini akan membahas berbagai aspek tentang model/sistem pendidikan SMA Terbuka sebagai sebuah model pendidikan yang fleksibel.

 

 Sumber: Jurnal Teknodik Vol. 12 No. 2, Desember 2008

 

Di beberapa berita online yang saya baca, sekolah terbuka ini memang belum dioptimalisasi keberadaanya. Dan saya pun tidak tahu, apakah sekarang masih ada konsep sekolah terbuka seperti ini?


Padahal, dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, Pembelajaran Jarak Jauh dengan model Blended Learning (Online dan Offline) harusnya bisa dioptimalisasi dengan baik.


Helooo, ini udah tahun 2021 dimana seorang bayi pun sudah punya akun tik-tok dan Instagram.

 

Peraturan dan Realita


Menurut saya, sebagai orang awam, hanya seorang orang tua biasa, yang namanya peraturan adalah hal yang fleksibel, seperti halnya peraturan yang saya terapkan di rumah untuk anak-anak saya. Kalau ada masalah, ya saatnya monitoring dan evaluasi. Jika ada masalah, kita harus temukan solusi agar semuanya bisa berjalan seadil-adilnya. Solusi masih melahirkan masalah? Ya terus dicari akar permasalahannya sampai dapat dan buat solusi lagi yang lebih baik.


Karena bagaimana pun, kita tidak boleh bertindak tidak adil bagi sebagian orang. Apalagi jika konteksnya pemerintah atau negara, tentu harus memberikan win-win solution bagi masyarakatnya.

 

Baiklah, itu saja opini saya tentang PPDB yang menyeleksi anak berdasarkan usia, menurut saya hal ini justru mengatasi masalah dengan masalah baru. Menyelamatkan yang putus sekolah, namun membuat yang lain terancam putus sekolah.

 

Semoga pihak-pihak terkait bisa segera menyelesaikan masalah ini. Ada komentar atau solusi lain? Yuk sharing di kolom komentar.

 

*Biasakan diskusi yang membangun ya, bukan saling menjatuhkan. Terima kasih.


Mengajak Anak Bermain Sambil Belajar di Rumah Bersama Seaventure




Assalamu’alaikum.

Alhamdulillah, hari ini saya masih bisa menyapa teman-teman on line dengan sehat waql ‘afiat. Semoga teman-teman on line dimanapun berada juga sehat dan bahagia selalu yaa.


Apa kabar juga nih, anak-anak dan keluarrga di rumah? Apakah masih beraktivitas di rumah? Atau sudah ada yang beraktivitas normal? Berangkat ke kantor atau ke sekolah? Semoga semuanya diberikan kesehatan dan kelancaran disetiap aktivitasnya ya, amiin.


Bicara soal aktivitas, selama setahun lebih Pandemi Covid-19. Kita semua pasti mengalami kejenuhan yang luar biasa, termasuk anak-anak.


Dilansir dari website pmpk.kemendikbud.go.id, pada masa Pandemi ini, banyak yang mengalami Culture Shock terhadap proses belajar keaksaraan. Menurut Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Menengah, kendala banyak dialami oleh guru dan juga siswa.


Selain itu, orang tua juga kesulitan untuk memahami pelajaran dan memotivasi anak saat mendampingi belajar di rumah.


Yaps. Itu pun yang saya rasakan sebagai orang tua yang mendampingi Kifah sekolah daring semenjak kelas 3 semester kedua hingga sekarang sedang Ujian Akhir Semester kelas 4  (Akan naik ke kelas 5). Belajar daring itu sangat melelahkan, baik fisik dan juga mental. Baik untuk anak dan juga orang tua.


Tantangan Orang Tua di Masa Pandemi


Sekolah daring yang penuh lika-liku


Selain tantangan sekolah daring, tantangan lainnya sebagai orang tua di masa pandemi ini adalah memberikan aktivitas yang menyenangkan, bermanfaat, menghibur sekaligus juga memiliki nilai edukatif untuk anak.


Pada masa awal pandemi, semua orang tua mungkin masih semangat untuk memberikan aktivitas permainan atau pun pembelajaran bagi anak di rumah. Namun, seiring berjalannya waktu, banyaknya aktivitas domestik yang harus dikerjakan, banyaknya peran yang harus dimainkan (plus menjadi guru dan kepala sekolah, nih, di rumah), menjadi karyawan karrena harus WFH, membuat orang tua juga ikut kelelahan.


Biasanya, kalau orang tua sudah jenuh dan lelah, emosi juga lebih sukar dikontrol dan takutnya akan berimbas kepada kondisi psikologis anak-anak.


Tantangan Anak di Masa Pandemi


Selain orang tua, anak juga turut merasakan berbagai dampak di masa Pandemi. Beberapa tantangan yang dialami oleh anak adalah:


1. Hilangnya Akses Pendidikan

Belajar secara daring menjadi pilihan di saat pandemi covid-19 ini. Namun, rendahnya akses internet dan kepemilikan fasilitas pendukung sekolah online, membuat anak terancam putus sekolah.


2. Pembatasan Aktivitas di luar rumah


Anak-anak seharusnya memiliki aktivitas fisik yang cukup di luar rumah, karena anak masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan yang membutuhkan olah tubu atau kegiatan motorik untuk menstimulasi kecerdasannya. Akibat pandemi, frekuensi anak-anak beraktivitas di luar rumah seperti bersepeda, bermain bola, dll menjadi sangat berkurang.


Anak-anak menjadi kesulitan beraktivitas di luar rumah selama Pandemi


 3. Hilangnya Sosialisasi

Anak-anak menjadi kehilangan kesempatan bersosialisasi dengan teman-teman atau pun orang dewasa lainnya karena keterbatasan akses keluar rumah. Banyak sekali orang tua yang mencemaskan aspek sosialisasi tidak berkembang pada anak.


4. Anak Menjadi Stres


Karena tingkat kejenuhan yang makin memuncak, anak juga bisa mengalami stres. Karna tidak berkomunikasi dengan teman, tidak bermain dan melakukan aktivitas yang menyenangkan. Di rumah mungkin hanya belajar dan bermain dengan gadget.


5. Rawan Terjadi Tindak Kekerasan di dalam Rumah

Selain dampak di atas, anak juga dikhawatirkan mendapatkan kekerasan di dalam rumah, dan tidak diketahui oleh pihak sekolah atau lingkungan masyarakat.

 

Paddle Pop Main, Yuk! Seaventure!


Pada hari Jum’at, 28 Mei 2021 lalu, saya dan rekan-rekan Emak Blogger bersama Komunitas Kumpulan Emak Blogger, mengikuti Gathering On line via Zoom Meeting bersama Paddle Pop Main Yuk! yang bertema SEAVENTURE, yaitu mengenal dunia bawah laut secara virtual. SEAVENTURE ini juga bekerja sama dengan Jakarta Aquarium, yang b ertujuan untuk mengenalkan dunia bawah laut kepada anak-anak melalui kanal website www.paddlepopmainyuk.com


Para Narasumber


Memoria Dwi Prasita, Head of Marketing Ice Cream Unilever Indonesia mengatakan bahwa, munculnya ide bermain virtual bersama Paddle Pop ini karena Paddle Pop mendengar ‘keluhan’ para ibu yang sudah sangat jenuh dan kehilangan ide untuk bermain dengan anak di rumah saat pandemi Covid-19 ini.


“Paddle Pop sendiri memang merasa bahwa Paddle Pop harus menghadirkan value yang menjadi solusi untuk orang tua di masa pandemi seperti sekarang ini. Maka dari itu, Paddle Pop membuat arena bermain sambil belajar yaitu SEAVENTURE, yang bekerja sama dengan Jakarta Aquarium untuk mengenalkan dunia bawah laut kepada anak.”


Periode Seaventure sendiri adalah sejak bulan April-Juni, bisa diakses di www.paddlepopmainyuk.com dengan cara memasukkan kode unik pada website. Kode unik tersebut, didaptkan hanya dengan membeli 4 es krim Paddle Pop rasa apa saja. Mudah kan?

 

Menurut Psikolog Anak dan Remaja, Vera Itibiliana Hariwidjojo, S.Psi Psikolog, pada Zoom Meeting bersama Paddle Pop kemarin mengatakan bahwa memang pandemi ini sangat berdampak pada anak dan keluarga. Banyak orang tua yang khawatir dengan kegiatan dan proses sosialisasi anak-anak nanti.


Banyak juga orang tua yang anaknya takut kecanduan gadget, karena tidak beraktivitas normal seperti biasanya.


“Tidak apa-apa gadget diberikan kepada anak, asalkan kontennya edukatif dan ada pengawasan dari orang tua. Karena kuncinya adalah pendampingan dan keterlibatan orang tua dalam setiap kegiatan atau aktivitas anak.” Jelas Bunda Vera.

 

Tips Bermain Bersama Anak di Masa Pandemi


Ada tips bermain bersama anak ala Bunda Vera, apa saja itu?




1. Varian Mainan


Varian mainan juga harus menjadi perhatian orang tua. Agar anak tidak mudah bosan, sediakan beragam permainan di rumah. Tidak usah yang terlalu wah, yang penting anak bisa bermain dengan aman dan nyaman. Dan ingat, bahkan tubuh orang tua adalah permainan yang sangat menyenangkan bagi anak-anak.


2. Manfaatkan Gadget, Jangan Dihindari


Menurut Bunda Vera, gadget sebaiknya dimanfaatkan untuk hal yang bermanfaat dan memiliki nilai edukatif. Jangan lupa pengaturan dan pendampingan orang tua saat anak bermain gadget, ya.


3. Perhatian dan Keterlibatan Orang Tua


Secanggih apapun mainannya, tanpa orang tua terlibat, tentu anak akan merasa kurang bahagia. Karena bagi anak, keterlibatan kita lah yang menjadi kunci agar aktivitas bermain dan belajar mereka menyenangkan.


Kenapa, sih, anak harus merasa senang dan bahagia? Karena menurut Bunda Vera, ketika anak senang dan bahagia, ketika kita memberikan pelajaran apapun maka akan mudah diterima dan diserap oleh anak-anak.


Selain itu, agar mampu menstimulasi daya imajinasi dan kreativitas anak, maka tanyakan saja kepada anak setiap hari, “Mau main apa hari ini?” Pertanyaan ini akan membuat anak berpikir lebih kreatif untuk menciptakan aktivitas menyenangkan walau di rumah saja.

 

Cerita Bunda Diana Rikasari





Siapa yang tidak mengenal Diana Rikasari? Seorang Blogger dan Fashion Designer yang tekenal sangat kreatif. Bunda Diana Rikasari, kini memiliki anak-anak yang juga beraktivitas dari dalam rumah karena pandemi.


Ada tips nih, dari Bunda Diana, agar di rumah bisa menyenangkan dengan beraktivitas bersama anak:


1. Sediakan barang-barang yang merangsang kreativitas anak untuk membuat DIY atau Do it Yourself. Seperti gunting, kertas, lem, kain, dll.


2. Hati kita harus legowo kalau rumah berantakan, hehe. Turunkan ekspektasi rumah rapi dulu ya, Bund. Semuanya semata demi anak-anak yang sedang bereksplorasi dengan kreativitasnya.


3. Terlibat dengan aktivitas anak. Lagi-lagi tentang keterlibatan kita sebagai orang tua ya. Karena memang apapun aktivitasnya. Sesederhana apapun itu, keterlibatan orang tua lah yang menjadi kuncinya.

 

DIY Membuat Tabung Oksigen dan Kacamata Selam




Ngomongin soal DIY, kemarin, saat acara bersama Paddle Pop. Saya dan anak-anak membuat DIY tabung oksigen dan kacamata renang, lho.




Anak-anak sukaaaa, udah lama banget rasanya gak bikin mainan sendiri begini. Walaupun emaknya yang dominan ngerjain DIY-nya, mereka tetap suka melihat proses pembuatannya dan hasil akhirnya ternyata bagus dan menarik untuk jadi bahan permainan di rumah.

 

Ikutan Seaventure, Yuk!




Seperti yang sudah saya bahas di atas, Paddele Pop meluncurkan Paddle Pop Main Yuk! Seaventure. Anak-anak akan belajar mengenai dunia bawah laut secara virtual bersama Paddle Pop.


Ada informasi edukatif tentunya, kuis, dan aktivitas seru lainnya.


Bagaimana cara ikutan Seaventure?








1.Beli 4 es krim Paddle Pop varian apa saja

2. Foto dan kirim struk pembelian es krim ke whatspp 0858 1223 1223

3.Masukkan kode unik yang sudah didapatkan ke www.paddlepopmainyuk.com


Periode bermain Seaventure ini April-Juni yaaa.


Eits, ada bocoran nih, Mak. Akan ada petualangan baru dari Paddle Pop, yaitu Wisata Antariksa, Liburan ke Planet Mochi. Woooww, cann’t wait!

 

Siapa yang sudah coba ikutan Seaventure juga? Gimana nih respon anak-anak? Sharing yuk di kolom komentar.

 

 

 

 

 

Pengalaman Kifah Ikut Kelas Membuat Komik bersama Kreasa

 


Setahun sudah pandemi berlalu, setahun pula lah, genap, Kifah belajar dari rumah secara daring.


Awalnya, kesulitan belajar secara daring ini saya alami bersama putra sulung saya Kifah. Mulai dari gak mood belajar, gak mau mengerjakan tugas, bosan, dan lain sebagainya.


Namun, seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya Kifah (dan saya juga) bisa menyesuaikan diri dengan segala kondisi yang serba terbatas ini.


Selalu ada hal baru yang bisa kita pelajari dari setiap kejadian. Ya, karena sekolah jadi on line, pembelajarannya melalui video call, zoom meeting, google class room, dll. Anak-anak jadi memiliki pengalaman baru untuk belajar secara jarak jauh.  


Pembelajaran Jarak Jauh


Walaupun PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) ini masih sangat sederhana, namun anak-anak lambat laun jadi terbiasa dan berusaha beradaptasi bahwa, belajar tak melulu di ruang kelas secara bersama-sama, belajar tak melulu tatap muka secara langsung, belajar bisa dari mana saja, bahkan kita bisa menciptakan kelas virtual kita sendiri.


Berangkat dari sana lah, anak yang awalnya menolak untuk melakukan kelas online atau PJJ, sekarang justru menyukai kelas dan pembelajaran berbasis internet. Karena mereka merasa memang internet memudahkan mereka untuk mengakses ilmu pengetahuan dari mana dan kapan saja.


Karena itu, selain belajar daring di sekolah, Kifah pun mencari pembelajaran virtual lainnya yang mendukung minat dan hobinya.


Sebenernya, Kifah anak yang sangat aktif bergerak, kinestetiknha mendominasi. Selama ini, dia suka ikut ekskul Karate dan juga senang bermain sepak bola. Namun sayangnya, pandemi membatasi itu semua.


Tetapi, selain aktif bergerak, menurut pengamatan saya sehari-hari, Kifah juga suka menggambar. Ia suka menggambar sendiri, baik itu gambar biasa atau gambar bercerita seperti komik.


Ia sangat suka melihat tutorial cara menggambar manusia, komik, dll dari Youtube. Kemudian mempraktekannya sendiri di rumah.


Sebelumnya, apakah Mama sudah tau ada 8 kecerdasan anak yang harus kita ketahui sebagai orang tua?


Apa saja itu?


1. Kecerdasan Bahasa atau Linguistik.


Biasanya anak hobi membaca, menulis dan bercerita. Kita juga bisa mengetahuinya ketika ia berbicara atau berkata-kata.


2. Kecerdasan Matematis- Logika


Biasanya anak hobi tanya jawab, berhitung, dan bereksperimen. Anak suka menghitung benda disekitarnya, mengembangkan logika-logika berpikir secara matematis.


3. Kecerdasan Visual Spasial


Biasanya anak hobi menggambar, mencorat-coret dan mendesai sebuah gambar atau ruang/rumah/tempat. Mereka sangat senang berimajinasi.


4. Kecerdasan Kinestetis


Biasanya anak cenderung 'tak bisa diam', ia sangat suka bergerak, melompat, berlari, menari, berolah raga, dan lain sebagainya.


5. Kecerdasan Musikal


Biasanya anak senang bernyanyi dan bersenandung dan menyukai atau berminat dalam memainkan alat musik.


6. Kecerdasan Interpersonal


Yakni kecerdasan dalam berinteraksi dengan orang lain. Biasanya anak suka bekerja sama dengan temannya, menjadi pemimpin, dan senang berorganisasi.


7. Kecerdasan Intrapersonal


Yakni kecerdasan memahami dirinya sendiri, biasanya anak suka berpikir sendiri seperti sedang melamun, memiliki pemikiran out of the box.


8. Kecerdasan Naturalistik


Yakni kecerdasan yang mengarah pada kesukaannya kepada dunia hewan dan tumbuhan. Anak biasanya senang memelihara hewan dan menyukai kegiatan seperti berkebun atau bercocok tanam.


Walaupun pandemi ini membatasi ruang gerak kita untuk memberikan pembelajaran kepada anak, namun masih banyak cara untuk mengembangkan minat dan bakat mereka. Salah satunya dengan bergabung dalam pembelajaran jarak jauh yang bisa dilakukan dengan internet.


Karena saya melihat hobi dan minat Kifah pada kecerdasa visual dan spasial, maka saya menawarkan kepadanya, apakah mau kalau mengikuti kelas on line menggambar atau membuat komik?


Kifah langsung menjawab, maaauuu. Dan akhirnya, selama 9 pertemuan, Kifah bergabung di kelas membuat komik bersama Kreasa.


Kelas komik yang diselenggarakan oleh Kreasa ini dimulai untuk anak usia 6 tahun, ya, Ma. Terdiri dari 9 pertemuan melalui zoom meeting.


Kifah mengikuti kelas membuat komik dari Kreasa


Materi dari kelas membuat Komik dari Kreasa ini, mencakup:


1. Pengenalan terhadap gambar. Anak dibebaskan untuk menggambar sesuai dengan imajinasinya.


2. Pengenalan cerita komik


3. Teknik membuat karakter


4. Teknik membuat karakter imajinatif (buah, sayur, benda, hewan, dll)


5. Teknik membuat alur cerita


6. Teknik menggambar benda


7. Membuat cerita komik dengan tema tertentu


8. Membuat cerita komik dengan tema tertentu


9. Final Percentation, di pertemuan terakhir ini, anak diminta mempersentasikan karya yang telah mereka buat.


Beberapa materi di kelas menulis komik Kreasa



Kelebihan Kelas Membuat Komik dari Kreasa


Kifah sedang menyimak materi membuat karakter komik


Menurut saya ada beberapa kelebihan yang saya dan tentunya Kifah rasakan ketika mengikuti kelas membuat komik dari Kreasa.


1. Pengajar adalah seorang Ilustrator Profesional. Kemarin Kifah belajar bersama Kak Agah.


2. Kelas dibuat secara Fun, nuansa anak-anak sekali begitu, tujuannya mungkin agar anak tidak tegang dan mudah bosan.


3. Anak-anak diberikan kebebasan untuk berkreasi sesuai dengan minat dan kreativitasnya.


4. Pertemuannya cukup lama, yakni 9 pertemuan. Dan dilakukan  2 pertemuan selama seminggu, jadi total sekitar satu bulan ya pembelajarannya.





Testimoni dari Kifah sendiri, pembelajarannya cukup menyenangkan, dia bisa berimajinasi dan bertemu teman yang baru.


Saran untuk Kelas Komik dari Kreasa.


Menurut saya, akan lebih enak lagi kelasnya, jika ada modul/buku materi yang dikirim ke rumah masing-masing peserta/siswa. Agar pembelajarannya lebih efektif dan anak-anak lebih semangat untuk belajar menggambar.


Terima kasih Kreasa, kelas membuat komiknya sangat bermanfaat dan menambah motivasi Kifah untuk lebih berkreasi.


Ada yang sudah pernah bergabung dengan kelas membuat komik dari Kreasa juga?


Sharing yuk di kolom komentar :)