Judulnya emang cukup nyelekit, apalagi kalau kalimat itu ditujukkan untuk diri kita. Siapa yang malas? siapa yang bodoh?
Kita simak cerita berikut terlebih dahulu deh.
*suatu waktu di kamar kos seorang perempuan*
Ada seorang mahasiswi yang sedang "ngedumel" sendiri di kamar kos-nya. Ketika hendak berangkat ke kampus tiba-tiba turun hujan deras.
"Aduh, hujan. Gimana nih? mau berangkat ke kampus tapi motor belum ada, masih dipinjem, jangan-jangan yang minjem juga kejebak hujan nih" Gerutunya dalam hati.
"Yah, gak bisa berangkat ke kampus deh"
Ada yang aneh dengan cerita di atas? Saya rasa tidak ada. Tetapi izinkan saya bercerita mengenai latar belakang mahasiswi yang satu ini.
Dia adalah mahasiswi yang datang jauh merantau dari sebuah desa. Niatnya ke ibu kota adalah untuk kuliah. Pada masa awal kuliah dia sangat rajin ke kampus. Tentunya dengan berjalan kaki. Walaupun tempat kos nya jauh, ia tetap bersemangat bulak-baliik ke kampus setiap hari. Apabila sedang ada keperluan dia pun tidak segan untuk naik angkot atau bis kota segala jurusan. Walau panas atau pun hujan ia tetap bersemangat.
Suatu saat, orang tua dari mahasiswi ini merasa kasihan dengan keadaan putrinya di tanah rantau. Putrinya selalu nampak kelelahan karena harus berjalan kaki menuju kampus, dan harus menggunakan kendaraan umum jika ada keperluan di luar kampus. Untuk itu sang orang tua memberikannya sepede motor sebagai reward kerja kerasnya selama ini. Mahasiswi itu pun kegirangan.
Waktu berselang, motor kesayangannya menjadi tumpuan kemanapun ia pergi. Ke kampus, ke toko buku, ke pasar, dan ke tempat-tempat lainnya. Motor pemberian orang tuanya itu menjadi soulmate-nya sepanjang hari.
Namun, apa yang terjadi?
Suatu saat terjadilah dialog yang saya tuliskan di awal tulisan ini. Dia mengeluh, saat ia tak bisa berangkat ke kampus karena hari hujan dan motor kesayangannya sedang tak bersamanya. Padahal sebelumnya dia seorang yang begitu semangat dan cekatan walaupun harus berjalan tiap hari ke kampus. Tapi sekarang, dia terlena dengan kehadiransebuah sepeda motor. Hingga ia LUPA bahwa dulu ia pernah "bisa hidup" tanpa kehadiran soulmate-nya itu.
Kenapa ia mendadak lupa dengan adanya KAKI yang Tuhan ciptakan? yang sebelumnya dia gunakan tanpa lelah untuk menuntut ilmu? Kenapa ia mendadak BODOH? padahal dulu dia menggunakan payung disaat turun hujan.
Saya sendiri mungkin pernah menjadi mahasiswi malas dan bodoh tersebut. Seringkali lupa dengan apa yang sebelumnya BISA kita lakukan sebelum adanya "penolong" yang datang begitu saja dan juga bisa pergi kapan saja.
Cerita tadi hanyalah analogi bahwa seringkali kita menempatkan sesuatu yang bersifat kebendaan menjadi satu-satunya penolong sehingga kita lupa dengan kemampuan yang kita miliki sebelumnya. Alih-alih tak ada kendaraan, kita malas dan tak bisa keluar rumah, padahal ada tukang becak, tukang ojeg, bahkan kaki sendiri tersedia untuk berjalan.
Kadang kita harus membatasi diri dengan hidup yang serba nyaman yang pada akhirnya malah melenakkan. Sehingga potensi-potensi terbaik dalam diri kita terabaikan begitu saja.
Wallahu'alam