Assalamu’alaikum, selamat datang
kembali di Mommy Diary. Alhamdulillah, Sabtu kemarin saya mengikuti seminar
parenting yang diadakan oleh sebuah brand susu anak di sebuah Hotel di Jakarta. Senangnya,
akhirnya saya bisa update ilmu pengetahuan, seputar ilmu parenting dan tentunya
akan saya bagi-bagikan juga di blog ini.
Topiknya cukup menarik, yaitu
peran orang tua dalam mengembangkan keterampilan
sosial anak.
Nah, apakah Mama sudah mengetahui
apa itu keterampilan sosial dan bagaimana peran orang tua dalam mengasah
keterampilan tersebut sejak dini?
Apakah ada kaitannya, nutrisi
dengan keterampilan sosial?
Supaya bacanya gak membosankan,
saya buat 11 point ini agar Mama bisa segera mempraktekannya di rumah ya.
1. Anak harus
sehat
Yaps.
Keterampilan sosial atau keterampilan anak dalam bersosialisasi, berteman, dan ‘bersentuhan
dengan dunia luar’ juga harus didahului oleh kesehatan prima. Apa lah artinya
anak yang mudah bergaul jika tubuhnya sakit-sakitan. Atau, bagaimana mungkin
anak yang sering sakit bisa bermain dan bersosialisasi aktif dengan teman-teman
sebayanya?
Kesehatan dan
nutrisi yang baik serta cukup, menjadi kunci agar anak tetap bisa
bersosialisasi dan mampu membawa dirinya ke tengah pergaulan.
Hmm, makanya saya khawatir nih sama Kifah, karena Kifah termasuk anak alergi.
2. Mengenal
tahapan tumbuh kembang anak dengan benar
Selain mampu
memberikan nutrisi yang baik dan tepat untuk anak, sebagai Mama, kita juga
harus bisa mengenal tahapan tumbuh kembang anak.
*beuh keren kan
jadi Mama, selain bisa jadi ahli gizi, harus bisa juga jadi psikolog di rumah.
Kita harus bisa
nih Ma, membedakan mana tahapan perkembangan anak 1-3 tahun dan 4-6 tahun.
Misalnya, anak
1-3 tahun itu sudah bisa meniru dan bermain dengan teman. Tapi mainnya itu
sebatas diem-dieman, dan kadang suka merebut mainan teman karena belum bisa
bicara dengan lancar. Maka dari itu, wajar jika anak seringkali tantrum atau
ngambeuk kalau minta mainan temannya. Jadi wajar, kalau anak usia 1-3 tahun
belum bisa berbagi dengan teman sepermainannya.
Berbeda dengan
anak usia 4-6 tahun. Mereka sudah bisa bergiliran dan mengekspresikan
keinginannya dengan lebih jelas.
Oleh sebab itu,
perbedaan ini juga akan memunculkan perbedaan terhadap pola asuh anak.
Baca juga: Perkembangan Anak Usia 4-5 Tahun
3. Kedekatan
dengan orang tua atau Attachment
Coba, apa
bedanya Attachment dengan Bonding?
Menurut psikolog
anak dan keluarga Anna Surti Ariani, S.Psi, M.Si yang kebetulan menjadi
narasumber di seminar parenting kemarin, perbedaan Attachment dan Bonding bisa
dilihat dari faktor arah datangnya kasih sayang.
Attachment
merupakan kasih sayang dua arah antara anak dan orang tua. Jadi, anak sudah
bisa memiliki keinginan untuk menunjukkan rasa sayang kepada orang tuanya.
Sedangkan bonding, kasih sayang hanya dilakukan satu arah, biasanya dari orang
tua kepada anak.
Attachment ini
menjadi salah satu pondasi dalam mengembangkan keterampilan sosial anak loh,
Ma. Salah satu cara meningkatkan Attachment ini adalah dengan memberikan
pandangan kasih sayang kepada anak melalui mata atau memberikan pelukan hangat
untuk anak di setiap hari-harinya.
4. Sensitif
terhadap kebutuhan anak
Sensitif
terhadap kebutuhan anak artinya Mama harus bisa menerka setiap keinginan anak.
Apalagi anak usia 1-3 tahun yang belum bisa mengatakan keinginan dengan jelas.
Mama harus sebisa mungkin merespon dengan cepat, misalkan ketika anak menangis.
Mama harus segera paham nih, anak sedang takut, sedih, lapar, atau sekedar
ingin dipeluk oleh ibunya.
Hmmm, mama harus
cerdas main tebak-tebakan nih.
Baca juga: Ketika Anak Takut Ke Sekolah
5. Bangun
rasa percaya diri anak
Rasa percaya
diri juga merupakan “bahan bakar” berkembangnya keterampilan sosial anak. Anak
harus diberikan ruang oleh orang tua, dan orang tua pun harus memberikan contoh
yang baik bagi anak.
Misalkan, tidak
membohongi anak. Buatlah anak memberikan sepenuhnya kepada orang tua. Jangan
membuat mereka kecewa dan tidak percaya lagi kepada orang tuanya.
Baca juga: Mendampingi Anak Menghadapi Kekecewaan
6. Tumbuhkan
rasa mandiri pada anak
Keterampilan
sosial anak juga bisa dikembangkan dengan melatih kemandirian anak. Contohnya,
Mama memberikan permintaan kepada anak untuk membereskan mainannya sendiri,
atau membiarkan anak makan makanannya sendiri.
Tapi, di bagian
sini, Mama jangan harap anak mengerjakan semuanya dengan rapi ya, hehe. Pasti
ada berantakan-berantakannya. Tidak apa-apa Ma, justru berikanlah anak
apresiasi atau pujian ketika dia sudah mencoba bersikap mandiri dihadapan Mama.
Baca juga: Akhirnya Kifah Masuk SD
7. Menebak
emosi anak
Lagi-lagi kita
main tebak-tebakan sama anak. Kalau tadi menebak kebutuhan anak, sekarang Mama
juga harus bisa menebak emosi anak. Apalagi jika anak memang berkarakter agak
pendiam dan tidak biasa mengekspresikan perasaaannya.
Sebagai Mama,
kita wajib bisa menebak suasana hati anak. Apakah sedang marah, kesal, sedih,
kaget, takut atau bahagia.
Selain itu, Mama
juga harus mengenalkan berbagai emosi kepada anak dengan cara-cara yang
kreatif. Misalkan dengan bermain boneka tangan dan memberikan contoh-contoh
ekspresi ketika sedang senang, marah, takut, dan emosi yang lainnya.
Baca juga: Orang Tua Sempurna
8. Mengembangkan
kemampuan komunikasi anak
Salah satu hal
yang terkait lainnya dengan keterampilan sosial anak adalah kemampuan
berkomunikasi.
Bagaimana
caranya?
Mengembangkan
kemampuan komunikasi anak bisa dengan mengajaknya bicara, bercerita, bernyanyi,
bertanya, dan juga mendengarkan ketika anak sedang menceritakan sesuatu.
Karena sebuah
fakta mengungkapkan bahwa anak cerewet itu bukan berarti anak yang mudah
bergaul loh. Bisa jadi ia cerewet di rumah tapi menjadi “speechless” dihadapan
teman atau orang banyak.
Jadi, jangan bangga dulu ya Ma, kalau anak cerewet di rumah seperti anak di sinetron-sinetron. Padahal belum tentu anak bisa cerewet juga ketika keluar dari "zona nyamannya".
Baca juga: Generasi Sinetron
9. Ajarkan
anak berteman, mendamaikan pertengkaran dan berkompetisi sehat
Mama harus
mengajarkan anak untuk selalu berteman dengan anak lainnya dengan cara yang
baik dan tidak memaksa. Karena pada dasarnya anak juga akan “memilih” beberapa
teman yang nyaman untuknya.
Tapi, bukan
berarti Mama harus membuatnya pilih-pilih teman juga ya. Biarkan anak berteman
dan ajarkan ia berkompetisi sehat dengan temannya itu.
Misalkan, ketika
di sekolah ada kompetisi mewarnai, festival lomba busana daerah, dan lainnya.
Biarkanlah anak mengikuti kompetisi tersebut. Anak akan merasakan iklim
kompetisi dan ini baik untuk kecerdasan sosialnya. Asalkan Mama juga tetap
memberikan pengarahan bahwa kompetisi itu akan menghasilkan “kalah dan menang”
dan bagaimana kita menyikapi hal tersebut dengan baik.
Selain itu, ajarkan anak juga tentang "kepemilikan orang lain" dan buat aturan yang jelas ketika bermain. Sehingga ketika terjadi pertengkaran, akan ada solusi damai bagi semua anak.
Baca juga: Bagaimana Menakar Daya Juang Anak?
10. Ajarkan
anak sopan santun, marah tanpa mengganggu orang lain, dan mau ikut aturan.
Memang sulit sih
Ma bagian ini. Biasanya anak memang seringkali meledak dan tidak mau ikut
aturan.
Mama bisa berkomunikasi
dengan anak, bahwa ia boleh menunjukkan kemarahan, tapi tidak boleh mengganggu
orang lain. Dan Mama juga bisa menegakkan aturan di rumah dengan berkomunikasi
bersama anak.
Misalnya, ketika
anak bermain ia wajib membereskan mainannya sendiri. Dan aturan tersebut harus
disepakati diawal ya Ma, bukan diakhir. Jadi, anak sudah tahu ada aturan
sebelum ia melakukan sesuatu.
11. Ajarkan
anak berempati
Dan yang tidak
kalah penting adalah mengajarkan anak untuk berempati. Hmmm, rasanya mahal
banget nih karakter yang satu ini.
Masih inget
dong, Ma. Viralnya kasus anak muda yang memaki ibu hamil karena ia merasa tidak
kebagian tempat duduk di Commuter Line?
Nah, ini dia.
Keterampilan sosial memang harus dipupuk sejak dini, jangan sampai hingga anak
beranjak dewasa, ia belum memiliki bekal keterampilan sosial yang cukup dan
menjadi orang yang arogan atau bersikap anti pati dengan orang lain.
Padahal, sebuah
FAKTA juga diungkapkan bahwa jika anak memiliki keterampilan sosial yang baik,
maka anak anak mudah meraih KESUKSESAN.
Nah, itu dia tadi 11 Point yang bisa sama-sama kita amalkan di rumah. Kalau Mama, punya tips dan trik apalagi nih untuk mengembangkan keterampilan sosial si kecil di rumah?
Sharing Yuk!
***
*11 Poin di atas
merupakan intisari dari seminar parenting yang disampaikan oleh Psikolog Anak
dan Keluarga Anna Surti Ariani, S.Psi., M.Si. Psi.
Wah, banyak ya yg harus di perhatikan. Apalagi Anin berkebutuhan khusus. Mamak kudu setroong
ReplyDeleteAq lg ngajarin komunikasi terus nih sama yg kedua, takutnya speech delay. Makasihhh tipsnyaaa ya mom kifahh
ReplyDeleteTfs, Mak. Pas banget nih, new mom rempong butuh banyak referensi parenting. Jadi orang tua itu ternyata senang sekaligus khawatir yak. Khawatir ga bisa mendidik dengan baik.
ReplyDeleteHmmm..masalah empati ini kadang aku miris dengan anak-anak jaman sekarang.
ReplyDeleteKeren acara dan materinya maak. Noted. Seringkali jengkel ketika anak masih batita ga mau berbagi dgn temannya ternyata itu wajar yaa. Mamak aja yg paranoid hihii
ReplyDeleteBlm punya anak, tapi mau praktek 11 itu sama keponakan
ReplyDeleteAnak generasi maju apalagi milenial itu beda banget. Jadi orangtua harus pintar2
ReplyDeleteJadi pelajaran yg berharga . .
ReplyDeleteCeu, loba pisan PR jang anak yeuh... Semangaaaat :D
ReplyDeleteOrangtua harus terus belajar untuk anak-anaknya, jadi ibu itu disebut berilmu tapu jg bs dibilang selalu kurang ilmu...intinya belajar dg menjalani
ReplyDeleteIbu kudu balapan cerdas sama anak ya mba
ReplyDeletePernah ikut seminar bu Elly tentang pentingnya paham emosi anak. Menurut beliau, para pengedar bisa pintar paham emosi anak. Makanya mereka lebih suka menyasar ke anak-anak yang kelihatannya sedang bermasalah. Lebih mudah dibujuk
ReplyDelete