Copyright by tettytanoyo. Powered by Blogger.
Showing posts with label Nikah Muda. Show all posts

Nikah Muda dan Tantangan yang Menyertainya



Hari ini kita lagi ‘digegerkan’ oleh kasus cerai mudanya seorang ‘seleb’ yang dinikahi oleh seorang hafidz qur’an. Bukannya mau Ghibahin kasusnya ya, saya cuma mau ngasih opini kasus ini dari sisi saya, yang dulu nikahnya gak beda jauh dari Kakak S dan Mas T ini.

Sebelumnya, udah baca tulisan saya tentang Menikah Saat Kuliah belum di blog ini?

Kalau belum baca dulu gih, soalnya itu artikel selalu jadi TOP TEN haha. 

Mungkin banyak mahasiwa yang kepikiran nikah muda atau nikah sambil kuliah kali ya. Apalagi di social media ada juga selebgram, dan anak para pemuka agama, anak pejabat, yang juga menikah muda, dan pastinya menginspirasi para followersnya di jagad maya.

Tapi yakin nih? Emang beneran nih mau nikah muda?

Emang enak? Emang sebahagia yang dibayangkan? Emang gampang? Emang gak akan ada masalah? Kalau liat para ‘idol’ sih kayaknya gak ada masalah ya, kayaknya hepi-hepi aja tuh.

*Laahh sendirinya kan juga nikah muda, gimana sih, kok jadi kontradiktif begini*

Tuh kan kalo nikah muda itu bisa gampang banget cerai? Pasti labil deh mereka, pasti belum dewasa deh.

Ah gak juga, ada kok artis atau public figur yang nikahnya udah belasan tahun, malah udah punya cucu, mereka juga akhirnya bercerai.

So, no one really knows kenapa setiap pasangan mudah atau susah untuk bercerai berai.

Tapi, spesial untuk kasus nikah muda ini, karena memang isunya lagi hotssss, saya kasih komentar saya aja deh, sebagai senior dan tentunya pengalaman sendiri, yelaaah seniorrr.

Kenapa begini dan kenapa gitu. Kenapa mau nikah muda, dan kenapa juga harus lekas bercerai.


***

Impian Menikah

Impian menikah bagi perempuan itu pasti kayak mimpi dapet pangeran terus tinggal di kerajaan. Ada orang yang sayang sama kita, ada yang perhatian sama kita, ada yang jagain kita, ada yang mau ngebela kita, dan tentunya kita punya orang yang bisa kita sayang, kita cinta dengan sepenuh hati.

Seneng kan ya bayanginnya.

Apalagi liat para ‘pendahulu’ eeea pendahulu, nikah, punya anak, punya tempat tinggal sendiri, suami kerja, kita ngurus anak dengan sepenuh hati di rumah, suami pulang kerja, masakan udah ready, dinner bareng, weekend jalan bareng, anak sehat ceria, fotonya bisa kita upload di sosmed.

Maka nikmat Tuhan yang manakah yang bisa kita dustakan?

Bagi perempuan, punya suami itu pasti menyenangkan, yang dibayangin tentang pernikahan adalah  keseruan bersama. Karena sudah saling memiliki satu sama lain, gak ada batasan lagi. Kau milikku, kumilikmu.

Gitu kan ya?

Dan lebih seneng lagi kalau moment kayak gitu gak mesti nunggu lama. Usia belasan udah bisa ngerasain, pasti bahagianya juga akan jauh lebih lama.

Tapi faktanya. Kok ada yang baru beberapa bulan malah memutuskan untuk berpisah? 

Banyak orang yang judge pasti nih anak labil deh, pasti belum dewasa deh.

Dan muncul banyak celetukan.

“Tuh kan, apa gue bilang, nikah muda itu buat gaya-gayaan doang, buktinya cerai kan karena mereka belum sama-sama dewasa.”

Emang bener ya kalau nikah muda itu pasti belum dewasa?

Saya dari dulu selalu percaya dengan kalimat bijak:

“Tua itu pasti, dewasa itu pilihan.”

Yaps, dewasa itu pilihan gaes.

Pernah nonton berita anak usia 5 tahun yang bisa ngurus orang tuanya yang sakit-sakitan, bisa mandiri di rumah, bantuin kerjaan rumah yang biasanya dilakuin sama ibunya, kek nyuci piring, cuci baju, dan kerjaan rumah tangga lainnya?

Sementara ada temen kuliah saya yang usianya 18 tahun di DO sama kampus karena bolos kuliah terus dan ternyata dia ketauan kecanduan game online.

Jadi, yang dewasa yang mana ini? Yang tua yang mana?

Hahaha. Dari situ saya yakin betul memang yang namanya usia gak jadi tolak ukur kedewasaan seseorang. Dan sedikit banyak, keadaan dan mental lah yang jadi faktor penentu kedewasaan berfikir seseorang.

Dan di dunia pernikahan pun saya anggap sama.

Kalau ada pemuda atau pemudi yang usianya muda tapi pemikirannya jauh melanglang buana bahkan melampaui pemikiran orang yang usianya jauh diatasnya, why not dia menikah.

Anak muda gak semuaya galauers dan kekanakan, ada juga yang pikirannya dewasa banget, bisa menentukan sikap, dan bisa menentukan pilihan untuk dirinya sendiri.


Masalahnya adalah perbedaan setelah pernikahan

Banyak yang bilang kalau udah nikah itu gak bebas, yaps emang bener banget. Saya akui. Makanya ada orang yang ngomong kalau sebelum nikah itu saatnya kita puas-puasin main dulu, soalnya entar kalau udah nikah udah ga bisa.

Memang betul, yang namanya pernikahan membuat dua insan yang saling diikat oleh janji suci pernikahan udah gak bebas dalam bersikap. Bebas dalam artian, kita harus saling meminta pendapat satu sama lain.

Wabil khusus seorang istri, semua gerak-geriknya harus seizin suami. Kalau suami gak ngizinin, ya mau apa lagi. Istri harus nurut. Selama suami punya argumentasi syar’i untuk gak memberikan restu buat istri.

Dan udah pasti, kalau masih sama-sama muda, ini bisa jadi masalah besar.

Istri yang tadinya bebas bergerak kemanapun, saat ini mau main ke rumah teman pun dilarang suami. Begitu juga suami sebenernya, gak boleh membiarkan istri merana karena ulah dirinya. Karena suami pun harus menggauli istri dan keluarganya selembut dan sebaik mungkin.

Memang minusnya nikah muda, menikah dengan seseorang yang sesama muda, adalah penerimaan disisi ini.

MASIH TERIKAT DENGAN GAYA LAMA.

Ya, gaya bebas semau gue, pulang ke rumah seenaknya, bangun siang, makan gak teratur, gaya berpakaian dan semua kebiasaan lama yang mau gak mau harus disesuaikan ketika kita memutuskan hidup bersama orang lain, yang pastinya memiliki banyak perbedaan sama diri kita ini.

Walau terlihat sepele, gaya bawaan ini bisa jadi sumber masalah loh, dan ujungnya berakhir dengan perpisahan kalau masing-masing gak saling menyesuaikan.

Anak muda masih butuh teman sepermainan.

Jujur aja, semenjak nikah, teman sepermainan saya itu makin menipis. Ya paling temen deket kuliah aja, seluruh waktu hampir dihabiskan ya sama pasangan.

Dulu sih ngebayanginnya asik aja 24 jam bareng, tapi ya gitu deh. Kalau kata Tulus, kita ini masih butuh ‘Ruang Sendiri’ untuk hidup.

Tapi ya tetep, semua ada batasannya, dan kita harus menyesuaikan dengan batasan itu. Semua harus sesuai persetujuan pasangan kita. Kalau istilah ibu-ibu sih ‘Me Time’, tapi Me Timenya awas aja jangan sampai kebablasan.

Gak sedikit loh ada yang nikah muda, tapi ternyata lebih sering spent time sama temen se-gengnya. Istri atau suaminya dicuekin di rumah.

***
Kira-kira kalau kamu diminta nikah muda, siap gak? Gak bebas main, gak bebas pergi-pergi, dan harus taat sama aturan suami?

Kalau memang berniat nikah muda, hal yang harus dipikirin adalah kesiapan kita untuk berpindah kebiasaan dan menyesuaikan karakter kita dengan karakter pasangan.

Menikah muda itu sama sekali beda dengan pacaran. Kalau yang berniat melegalisasi pacaran dengan nikah muda kayaknya niatnya harus dilurusin dulu deh. Karena kalau salah niat, bisa berabe dibelakang.

Dan pada akhirnya, karena emosi yang masih belum matang, kesiapan untuk menyesuaikan dengan karakter pasangan, akhirnya melayanglah gugatan untuk bercerai.

Buat yang lagi ngekhayal nikah muda itu asik, ya emang bener sih asik banget. Tapi jangan sampai lupa sama konsekuensi syariat yang harus kita jalankan sebagai istri atau sebagai suami.

Apalagi sebagai muslim, yang namanya kewajiban suami istri itu ya tetap berlaku meski nikah di usia muda. Gak ada pengecualian kecuali alasan yang memang diperbolehkan oleh syariat.

Yah, berarti gak enak dong? Katanya pacaran halal alias nikah itu asik?

Istilah ‘Pacaran Halal’ ini memang harus dikaji ulang deh.

Kalau orang pacaran, mana ada ikatan sah? Mana ada kewajiban sang pacar? Mana ada sifat jelek yang keliatan?

Nikah itu bedaaa woiiii, anduk basah disimpen di atas kasur aja bisa bikin sewot dan manyun 3 hari loh.

Saran saya buat yang mau nikah muda. Ceileh pake ngasih saran segala.

Pelajari baik-baik hak dan kewajiban suami istri dalam Islam. Urusan teknis gaya pacaran halal, dan lainnya sih bisa diatur kemudian. Suami harus romantis, istri harus bisa masak enak bisa dikompromiin selanjutnya. Semua itu bisa dilatih seiring dengan berjalannya waktu, hahaha.

Tapi yang paling penting yaitu tadi, mematuhi ‘rules’ menjadi suami istri, melatih mental dan kedewasaan pemikiran, and then siap menerima segala perubahan kehidupan yang terjadi pasca pernikahan.

Gimana? Kamu siap?

Kalau udah, yaudah sana cari calon pasangannya.

*ehhh
*Minta diselepet

***

Bogor, 23 Desember 2017
Dari mantan manten nikah muda, yang masih terus belajar dan remedial.










Kata Suamiku Tentang Poligami



Jadi sebenernya saya minta Abbiy buat nulis tentang poligami di blognya, soalnya topiknya lagi rame lagi kan. Tapi Abbiy gak mau, tulis aja di blog Ummi kek lagi diwawancara.

Oke lah kalau begitu, and then saya namain tulisan ini dengan label #FamilySharing

Ngomongin tentang poligami, topik yang ga ada abisnya buat jadi bahan debat, bahan kritikan, apalagi poligami menyangkut perasaan perempuan yang cencitip. Poligami jadi sesuatu yang menakutkan buat perempuan, apalagi sekarang banyak laki-laki yang tiba-tiba nyodorin madu ke istri pertama. Tanpa basa-basi, ga ada hujan, ga ada angin.

Laaah.

*mungkin karena prinsip, lebih baik minta maaf, dari pada minta izin*

Untuk itu, saya tergelitik buat bahas soal poligami ini, tapi dari sudut pandang suami saya sendiri. Ya laki-laki, yang selalu dituduh sebagai pelaku kejahatan ketika memutuskan untuk beristri lagi.

U for Ummi
A for Abbiy

U: Bi, coba dong, pandangannya tentang poligami? Banyak yang lagi baper nih kayaknya perempuan, liat kasus poligami di medsos.

A:  Hehehe. Sebelumnya disclaimer dulu ah, Abbiy kan bukan ustadz, jadi jawabnya sepemahaman Abbiy aja yaa.

Sebenernya, poligami itu bukan datang dari agama Islam. Jauh sebelum Islam datang, peradaban dahulu kala pun sudah mengenal poligami. Seperti para raja, itu kan selain punya istri, tetep punya selir yang jumlahnya banyak. Dan statusnya lebih rendah dari pada istri pertamanya.

Perlakuan seperti ini kan justru merugikan perempuan, derajatnya jadi rendah. Begitupun laki-laki, bisa sepuasanya menikah dengan beberapa orang perempuan sekaligus.

Islam datang justru untuk menjadi penyelamat “fenomena” tersebut. Kebudayaan yang dulu memperbolehkan laki-laki menikah dengan banyak perempuan oleh Islam dibatasi menjadi 4 orang istri aja, maksimal, tidak boleh lebih dari itu.

Tapi, masalahnya, bolehnya laki-laki punya istri 4 itu jadi salah kaprah. Banyak yang salah memaknai.

Islam itu membatasi, tadinya laki-laki boleh menikah dengan belasan atau puluhan perempuan, sekarang hanya boleh maksimal 4 orang saja. Tapi hari ini, logikanya jadi terbalik, udah punya 1 malah jadi pengen  punya 4. Hehehe.

Jadi, sesungguhnya, Islam memberi solusi untuk membatasi yang berlebihan itu. Bukan bermaksud untuk menambah yang kekurangan. Kan diayat Qur’an pun jelas, sesungguhnya lelaki boleh menikah maksimal dengan 4 orang perempuan dengan catatan harus berlaku adil, seadil-adilnya.

U: Lah tapi banyak yang poligami mengaku untuk “menyelamatkan diri” dari Zina. Itu gimana?

A: Islam itu agama yang paling mengerti fitrah manusia, termasuk fitrahnya laki-laki. Ada laki-laki yang “hasratnya” lebih besar dari laki-laki lain. Jadi, memungkinkan istrinya tidak menyanggupi kebutuhan suaminya itu.

Nah, untuk kasus seperti ini, hukum poligami kan jadi diperbolehkan. Tapi tetep, maksimal ya 4 orang istri itu tadi, gak boleh lebih. Lah masa iya 4 orang masih kurang juga?

Kasus poligami juga bisa dilakukan saat terjadi “Force Major” misalkan pengen punya anak tapi gak mau adopsi. Atau istrinya sakit menahun, gak bisa melayani suami, tapi karena suami masih sangat cinta dengan istrinya, dan gak mau cerai, maka dipilihlah jalan poligami.

U: Tapi kan Bi, istri itu sakit hati kalau di poligami tiba-tiba apalagi diam-diam gak izin istrinya dulu.

A: Ya sebenernya sih, kalau rukun nikahnya terpenuhi mah, gak ada yang salah. Tetep sah status perkawinannya. Tapi yang jadi masalah, lelaki seperti ini sudah pasti menyakiti hati istrinya dan juga keluarganya.

Kalau memang berniat poligami karena ibadah, karena niat yang baik, buat apa ditutup-tutupi? Bukannya hal yang buruk itu adalah sesuatu yang malu ketika diketahui banyak orang. Nah, kalau sampe ada perasaan malu ketahuan orang, berarti ada sesuatu yang buruk telah terjadi.

U: Akhirnya Islam malah dipandang ‘negatif’ karena suami boleh menikahi lebih dari satu perempuan. Dibilang menyakiti hati istri.

A: Ya sebenernya kembali kepada personal masing-masing itu mah. Poligami itu diperbolehkan, tapi praktek oleh individunya yang kurang baik. Dan akhirnya malah menyakiti hati pasangannya sendiri. Berpoligami itu tetep harus dijaga niatnya, bahkan niatnya itu ya dikomunikasikan ke istri dong, bukan malah ditutup-tutupi. Jika ditutup-tutupi seperti itu, berarti ada yang salah dengan pola komunikasi antara pasangan suami istri.

U: Lah kan biasanya suami itu takut Bi kalau minta izin buat poligami ke istri?

A: Nah ini justru salah, harusnya poligami itu bisa dibicarain berdua sama istri. Suami istri dua-duanya pikirannya harus saling terbuka. Jangan tabu, jangan keburu sensi, siapa tau memang ada masalah yang harus diselesaikan. Bisa dengan jalan poligami, atau bisa menemukan solusi lain.

Makanya harus saling terbuka, jangan ada dusta diantara kita.

U: Biasanya, gimana sih benih poligami itu bisa muncul. Hehe, penasaran dong sebagai perempuan. Ihh kenapa sih suami pake pengen poligami segala.

A: Hmmmm. Biasanya karena suami suka liat orang lain.

Nah ini mah buka-bukaan aja yaa.

Suami itu kan bekerja di luar rumah hampir setiap hari, liat perempuan lain yang bersih, rapi, cantik, wangi, cerdas, wah pokoknya oke banget lah. Suami juga makin lama makin sukses, pergaulan udah makin luas, pengen dong punya gandengan yang juga gak kalah kece dari dia.

Dan pas liat ke rumah, ternyata istrinya itu “jauh ketinggalan” saking sibuknya ngurus anak dan rumah, istrinya lupa bahwa dia harus memperindah penampilannya. Gak mesti berlebihan kok.

Intinya, laki-laki itu pengen punya istri kayak Miss Universe, yang Beauty, Brain, Behaviournya OKE.

Kalau komponen ini bisa tercukupi, insya alloh deh, gak kepikiran buat poligami. Hehehe.

U: Ihhh itu mah suaminya aja gak tau diri, udah istrinya capek ngurusin anaknya di rumah, eh malah dibandingin sama perempuan lain! *sewooottt

A: Justru itu, suami istri harus saling terbuka. Kalau udah merasa istrinya “gak sekufu” lagi dengan suami, ya diupgrade dong. Suami juga harus sadar, kalau istri punya hak untuk mendapatkan ilmu, perawatan tubuh dan psikologis, hak untuk mengembangkan dirinya juga.

Tapi tetep, jangan lupa sama tugas utama, yaitu jadi Manajer Rumah Tangga dan mendidik anak-anak.

***

Di sini saya mau ngucapin terima kasih dulu ke Abbiy, karena udah ngijinin istrinya ngeblog, ikut kegiatan di luar rumah, dan ngelakuin banyak hobby dan juga me time.

Makaassiiiihh Abbiyyy.


***

U: Misalkan udah terlanjur poligami, gimana?

A: Hmmm, hahaha gak kebayang itu mah. Tapi intinya kalau udah begini, dari awal itu ada yang salah sama komunikasi antara suami istri. Ada masalah yang gak terpecahkan oleh keduabelah pihak.

A: Jadi, Abbiy boleh poligami gak?

U: MENURRUTTT LOOOOOO!!!

Mwahahaha.

U: Ada saran gak buat istri-istri yang takut buat dipoligami?

A: Ya intinya itu, diperbolehkannya poligami awalnya adalah untuk membatasi laki-laki yang memiliki hasrat berlebih, maksimal 4 orang istri. Bukan untuk yang udah punya 1 jadi ada alesan untuk nambah lagi apalagi dengan alasan nyunnah. Jadi perempuan jangan negatif thinking dulu terhadap hukum Islam.

Komunikasi penting sama suami, ya bahas aja tentang poligami bareng-bareng, jangan tabu, jangan sensi, gak usah sewot duluan. Kan bisa ngobrol sambil santai minum kopi atau teh bareng. Kalau ada masalah jangan lupa diutarakan, jangan sampai suami memendam masalah dan akhirnya memilih poligami sebagai solusi atas masalahnya selama ini.

Intinya, gak akan ada asap kalau gak ada api. Tapi yang namanya menyelesaikan masalah, suami istri harus duduk berdua dan ngobrolin win win solution.

***

Oke deh, itu tadi sudut pandang suamiku sendiri tentang poligami. Kalau saya sih, ya gak jauh beda juga pendapatnya, haha. Tapi yang jelas, kalau gak ada masalah keluarga, atau kalaupun ada masalah tapi masih bisa duduk berdua untuk diomongin, ya gak usah lah NAMBAH MASALAH BARU DENGAN PUNYA ISTRI LAGI/BERPOLIGAMI.

Karena ini ibarat kata, poligami tanpa izin istri itu kek semacam mengatasi masalah dengan musibah. Walau Islam memperbolehkan, tapi ya gak serta merta dilaksanakan tanpa ilmu. Bisa hancur justru rumah tangga yang sudah dibangun sekian lama.

Kalau katanya ingin meniru Rasulullah dengan berpoligami, silakan ikuti pula jejaknya dalam mengemban dakwah Islam dalam pernikahan-pernikahan beliau. Dan Rasulullah pun mencontohkan monogami yaitu dengan Khadijah. 

Bahkan Rasulullah masih sering menyebut namanya karena saking cinta kepada Khadijah meski ia telah meninggal dunia.

Duh, jadi merinding sendiri pas nulis bagian ini.


***

Tulisan ini adalah murni opini pribadi dari saya dan suami ya, kalau ada yang berseberangan please berkomentar yang baik di comment section blog ini.


Terima kasihhhhh.



Long Distance Marriage dan Cita-cita yang Tertunda

cerita long distance marriage


Beberapa tahun lalu saya sempat menjalani Long Distance Marriage (LDM) dengan suami.

Saya di Bandung, suami di Bogor. Saya tinggal bareng mertua, dan suami sendirian di rumah yang kami sewa yang jaraknya itu sejam dari kantornya di Cibinong.

Seperti komitmen kami diawal. Kami akan saling mendukung soal cita-cita dan pengembangan diri. Suami berhasil bekerja sesuai dengan bidangnya (baca: sesuai jurusan di kampus dulu) dan saya sendiri senengnya belajar. 

Maka dari itu saya memutuskan untuk kuliah lagi di Pasca Sarjana.

Dan suami pun menyetujuinya. Walaupun konsekuensinya kita harus tinggal terpisah alias LDM dengan usia Kifah yang waktu itu masih 3 tahun.

Singkat cerita, saya diterima/lolos ujian masuk pasca sarjana di Universitas Pendidikan Indonesia Program Studi Pengembangan Kurikulum.

Kenapa Pengembangan Kurikulum? 

Karena S1 saya adalah Kurikulum dan Teknologi Pendidikan. 

Kenapa nggak yang deket aja, di Jakarta atau Bogor. Kenapa mesti di UPI? 

Karena yang saya tahu, UPI masih jadi penyedia program studi Pengembangan Kurikulum di jenjang pasca sarjana yang memiliki kualitas baik dan terakreditasi oleh BANPT.

Jadi ya fix lah, tes di UPI. Sesuai jurusan dan minat juga. Gak kepikiran untuk pindah atau lintas jurusan di kampus yang lain.

Baca juga: Mau Kuliah di Bandung? Baca Dulu Ulasan Lengkap Kost-kostan di Sekitar UPI Bandung Di sini. 

Dan semua biaya pendaftaran, biaya kuliah, dan lainnya ditanggung suami sepenuhnya, padahal sehari-hari abbiy sendirian di rumah, gak saya urusin. Huhuhu.

Feel guilty.

Kami berdua sudah mengestimasi waktu dan biaya tentunya, bagaimana nanti teknis bertemu. Apakah tiap akhir pekan? Saya yang ke Bogor atau suami yang ke Bandung? Naik apa kendaraannya? Bis, kereta, atau travel.

Pilihannya jatuh pada seminggu sekali Abbiy yang ke Bandung, tiap Jum'at malam naik travel setelah jam pulang kantor. Dan biasanya Abbiy start naik travel jam 8 atau 9 malam. Hingga bisa dipastikan nyampe ke Bandung itu tengah malam.

Awalnya Asik-asik Aja

Ya, awalnya emang asik-asik aja. Seminggu sekali ketemu, kangen-kangenan gimana gitu yaaaa. Bisa dinikmatin lah, tiap akhir minggu berdua bareng suami, makan malem bareng, jalan bareng, apalagi di Bandung. Banyak tempat nongkrong asik. 

Tapi lama kelamaan, kami berdua eh bertiga deng sama Kifah. TEPAR JUGA.


cerita long distance marriage




Suami Tepar

Abbiy tepar karena harus bulak-balik Bandung Bogor. Pulang kerja, capek, dan nyampe Bandung tengah malem pula. 

Besoknya, saya sama Kifah udah ngerengek aja buat diajak jalan-jalan.

Feel Guilty again, kalau inget. Hikz.

Saya Tepar

TERNYATA KULIAH DI PASCA SARJANA ITU BERAT PEMIRSAAAHHH.

Jam kuliahnya emang sedikit, tapi tugasnya itu astabjim. 

Resume buku, mending bahasa Indonesia. Ini bahasa Inggris zaman Issac Newton bro sist. Setengah budek saya bacanya.

Belum lagi makalah perorangan, makalah kelompok, persentasi, tugas pra UTS, UTS (yang udah kayak bikin makalah lagi), baca artikel di jurnal ilmiah minimal zepuluh zudul, tugas pra UAS, UAS, dan seterusnya dan seterusnya sampe tujuh keliling pala barbie.

Belum lagi tiap hari ke perpustakaan, baca buku, baca tesis orang, print out tugas, fotocopy, browsing artikel ilmiah, dan seterusnya dan seterusnya.

Berasa waktu 24 jam gak cukup buat ngerjain itu semua, dan bikin saya hilang stamina, pikiran juga gak tenang apalagi kalau tugas belum kelar. 

Hikz.

Kifah Ikut Tepar.

Dengan riwayat asma yang dia punya. Ikutan bulak-balik Bandung Bogor juga jadi dilema. Asmanya sering kambuh, kemudian batuk dan dilanjut demam tinggi.

Daaannn yang paling berat adalah ngurus anak sakit tanpa suami ditambah tugas kuliah yang maha dahsyat.

Aku lelah, benar- benar lelah waktu itu.

Baca juga: Batuk Pada Anak yang Tidak Kunjung Sembuh

Stamina Kurang Dijaga

Udah tahu resiko LDM begini dan begitu. Saya masih gak aware sama badan sendiri. 

Telat sarapan pagi, makan makanan terlalu pedas, dan berlemak pemicu si penyakit, diperparah dengan ritual begadang karena tugas. 

Tobat gusti. Itu fase hidup saya yang rempong serempong-rempongnya.

Padahal kalau stamina saya baik, mungkin saya gak akan se-desperate itu.

Hingga akhirnya saya memilih cuti kuliah dan akhirnya mengundurkan diri karena hamil anak kedua juga. Udah kebayang gak akan sanggup sama sekali buat LDM.

Stamina dan Cita-cita

Menurut saya, dua hal ini berkorelasi sempurna. Tanpa stamina baik, cita-cita juga makin jauh diraih. Apalagi emak-emak multitasking itu gak kebayang gusti. 

Di rumah ngerjain seabrek tugas domestik, digelayutin anak-anak, minta ditemenin, minta di empok-empok kalau mau bobo, stamina wajib banget kuat dan tahan banting buat ngurus itu semua.

Ya kan Mak?

Dan kalau saja ditambah dengan "membangun cita-cita" entah harus di-dopping dengan apa lagi tubuh mamak tercinta.

Perlu Penjaga Sistem Imun

Hal yang penting dijaga oleh para emak rumah tangga yang multitasking, selain tingkat "kewarasan" adalah imunitas tubuh.

Baca Juga: Hai Mom, Waraskan Dirimu Dengan Menulis!

Familiar dong sama quotes "Jadi emak gak boleh sakit

Soalnya kalau atit, sekeluarga bakal terbengkalai semuaaanyaaa. 

*kasih medali emas buat para emak*

Imunitas tubuh emak harus kuat, gak boleh kalah sama penyakit. Dan disini lah emak butuh “tameng” untuk memperkuat sistem imun tubuh.

Stimuno 

Kenal dong kenal sama stimuno. 

Iklannya udah sering wara wiri di tv, tapi mungkin lebih sering lihat iklan stimuno yang untuk anak-anak seperti ini ya.


review stimuno suplemen untuk daya tahan tubuh
Stimuno untuk anak berbentuk sirup rasa anggur

Sebenernya ada juga produk stimuno untuk orang dewasanya loh, namanya Stimuno Forte.

Bentuknya seperti ini:


review stimuno suplemen untuk daya tahan tubuh
Stimuno Forte dalam kemasan botol

review stimuno suplemen untuk daya tahan tubuh
Kapsulnya mungil, tidak pahit dan tidak berbau obat


Waktu kuliah sambil LDM-an kemarin sayang sekali saya belum mengkonsumsi stimuno secara rutin. Padahal manfaatnya banyak, yaitu:

1. Bekerja langsung pada sistem imun.

2. Fitofarmaka, teruji klinis, khasiat dan keamanannya.

3. Herbal, terbuat dari ekstrak tanaman meniran (Phillanthus niruri)

4. Tolerabilitas baik digunakan dalam jangka panjang, jika dikonsumsi sesuai dosis yang dianjurkan.

5. Terbukti secara klinis membantu proses penyembuhan.


Tambahan mungkin ya, Fitofarmaka adalah standar tertinggi yang diberikan oleh BPOM untuk produk herbal yang sudah memenuhi standar proses dan kualitas sesuai dengan syarat dari BPOM.

Sertifikat fitofarmaka merupakan sertifikasi yang membuktikan bahwa stimuno telah teruji klinis pada manusia sehingga manfaatnya jelas dan dapat dibuktikan.


review stimuno suplemen untuk daya tahan tubuh
Stimuno dalam kemasan strip

review stimuno suplemen untuk daya tahan tubuh


Stimuno adalah imunomodulator yang berfungsi untuk memperbaiki sistem imun sehingga dapat mencegah sakit dan mempercepat proses penyembuhan. Terbuat dari ekstrak meniran yang telah teruji klini dan aman digunakan secara rutin dalam jangka panjang jika dikonsumsi sesuai dosis yang dianjurkan.

Jadi, stimuno ini bisa digunakan dalam kondisi sehat satu kali setelah makan atau dalam kondisi sakit untuk mempercepat proses penyembuhan dengan dosis 3 kali sehari.


Tambah Stamina Demi Cita-cita

Keputusan saya untuk tidak melanjutkan kuliah di pasca sarjana sudah melewati tahap pertimbangan antara saya dan abbiy. 

Agak kecewa memang, tapi tentunya ini demi kebaikan kami sekeluaga baik secara fisik maupun psikologis.

Tapi saya gak berhenti sampai disitu kok.

Namanya cita-cita harus tetap dibangun dari jalan manapun. Baik secara akademik atau non akademik.

Hingga akhirnya lahirlah blog ini. 

Hahahaha, pelampiasan nih ye.

Ah gak juga, ternyata saya makin sadar tentang passion saya dan bagaimana bisa mengembangkan diri sendiri.

Aktivitas blogging membuat saya merasa berkembang walau tidak berada di dalam sebuah proses perkuliahan. Bahkan sekarang saya mulai rutin beraktivitas keluar rumah demi menekuni hobi blogging yang saya cintai.

Baca Juga: 5 Penyakit yang Sering Menjangkiti Blogger

Seperti mengikuti sebuah event, mengikuti seminar, menambah pengetahuan dan skill dengan mengikuti pelatihan, dan lain sebagainya. Kesemuanya itu otomatis menguras banyak tenaga dan membuat saya harus pintar menjaga kesehatan.

Dan yang paling penting sekarang adalah gak perlu lah tepar-tepar lagi kayak dulu. 

Tepar gegara stamina ngedrop sekarang bisa diatasi dengan mengkonsumsi stimuno. Apalagi anggota keluarga yang bertambah otomatis menambah "pekerjaan" emak di rumah. Apalagi cita-citanya masih bertengger 5 cm didepan dahi, gak boleh dong sering-sering tumbang.


review stimuno suplemen untuk daya tahan tubuh
Saya sering berpergian mengikuti event blogging menggunakan Commuter Line Jabodetabek


***

Terakhir, mwaa jadi panjang begini.

Cita-cita tinggi, ingin mengembangkan diri, ingin kuliah lagi, semua pasti bisa diraih asal ada kemauan keras. 

Prinsip saya sih "No Pain, No Gain"

Jadi capek itu adalah sebuah kepastian dalam rutinitas sehari-hari. 

Jangan sampai kelelahan dan keluhan kesehatan jadi hambatan untuk mengembangkan diri emak semaksimal mungkin.

Pilih dan pelihara tubuh dengan gizi dan suplemen yang tepat ya mak. Khususnya buat emak, si wanita otot kawat, tulang besi kebanggaan keluarga yes!

Emak harus cari bermacam cara menjaga kesehatan tubuh, bisa dengan mengkonsumsi makanan yang lebih sehat dan bergizi, meminum multivitamin, atau minum stimuno setiap hari agar daya tahan tubuh tetap dalam taraf maksimal.

Lebih lengkap tentang stimuno bisa dilihat di web Stimuno atau Stimuno Forte.

***
Nah, bagaimana pengalaman emak semua untuk menjaga daya tahan tubuh setiap hari?

Sharing yuk!