Copyright by tettytanoyo. Powered by Blogger.

Pengalaman Merawat Anak Asma dan Alergi


Assalamu'alaikum, apa kabarnya emak semua? semoga sehat dan dalam lindungan-Nya selalu ya, amiin.

Sebenernya, saya ingin sekali menulis tentang pengalaman merawat anak Asma ini sejak lama, tapi terealisasi sekarang. Duh, saking sibuknya dengan urusan domestik dan anak-anak, jadi pending terus, padahal saya fikir sharing ini mudah-mudahan bisa bermanfaat untuk keluarga yang memiliki anak dengan riwayat asma.

Siapa sih yang gak ingin anaknya tumbuh sehat? Semua orang tua pasti menginginkannya bukan? tapi ketika takdir bicara lain, ya mau gimana lagi. Hadapi dan berusahalah mencari solusi. Bukan begitu?

Asma memang sebuah penyakit yang memiliki segudang resiko dan juga menimbulkan kekhawatiran, khususnya bagi orang tua. 

Pasalnya, penyakit ini berhubungan dengan pernafasan,  yang mana pernafasan ini merupakan aktivitas tubuh yang sangat penting. Jika asma sudah menyerang, maka pernafasan akan terganggu karena penderita akan sangat kesulitan bernafas atau sesak.

Asma sendiri adalah jenis penyakit jangka panjang atau kronis pada saluran nafas yang ditandai dengan penyempitan saluran nafas yang menyebabkan sesak atau sulit bernafas.

Selain sulit bernafas, penderita Asma juga mengalami gejala seperti nyeri dada, batuk-batuk, dan mengi. Asma bisa diderita oleh semua golongan usia baik dewasa maupun anak-anak.

Anak saya sendiri, Kifah, divonis menderita Asma oleh dokter saat berusia 4 tahun, dan sekarang usianya sudah menginjak 8 tahun.


sekarang Kifah berusia 8 tahun

Berikut kronologis, apa-apa saja yang terjadi sejak ia bayi, hingga divonis memiliki Asma.

1. Diawali dengan alergi protein sapi.

Ketika saya melahirkan Kifah dulu, saya memiliki masalah ketika hari pertama melahirkan yaitu ASI yang tidak keluar/lancar. Maka dari itu, tenaga kesehatan yang membantu persalinan saya memberikan susu formula untuk menggantikan ASI sementara waktu hingga ASI keluar.



Sungguh, edukasi mengenai ASI harus dilakukan bagi ibu hamil, calon ibu menyusui, karena jika tidak diedukasi, maka sang Ibu akan panik saat ASI tidak keluar di hari pertama.

Yuk, calon Ibu, belajar lagi seputar ASI, apalagi untuk hari pertama kelahiran bayi.

Kembali ke alerginya Kifah. Ternyata saat diberikan susu formula, Kifah ini alergi, super rewel dan keluar bintik merah di pipi, tangan, kaki, hingga kepala. Menurut dokter, Kifah terkena dermatitis atopik karena alergi protein susu sapi.

Sungguh saya kaget, ternyata Kifah tidak bisa mengkonsumsi susu sapi, dan dokter pun memberikan nasehat kalau Kifah juga akan alergi terhadap produk-produk turunan dari susu sapi seperti keju, biskuit, dll.

Dan memang benar saja, saat MPASI dulu, Kifah alergi terhadap bubur bayi yang mengandung susu, biskuit bayi, keju, pokoknya produk-produk olahan susu sapi.

Alergi Kifah ini berlangsung cukup lama, hingga usianya menginjak 3 tahun, alerginya berangsur membaik, walau tetap kadang ada kalanya ketika meminum susu atau produk turunannya, kulit Kifah jadi sensitif dan gatal-gatal.

Sering Demam saat berusia 3 Tahun

Kifah waktu berumur 3 tahun, saat mulai batuk-batuk

Ketika berusia 3 tahun, Kifah sering demam. Karena saat itu saya bulak balik Bandung Bogor karena sedang sekolah Pasca Sarjana, saya mengamati kalau Kifah alergi dingin. Jadi setiap ke Bandung, dia kedinginan dan batuk-batuk, dan anehnya setiap batuk pasti akan dilanjutkan dengan demam.

Ketika ke dokter, tidak ada diagnosa apa-apa tentang Kifah, dokter hanya memberikan obat batuk dan turun panas biasa. Tapi yang membuat saya heran, kenapa ini sangat sering terjadi, dan membuat khawatir.

Menginjak usia 4 tahun, saya tinggal di daerah sekitar Cibinong Bogor. Beberapa kali Kifah sakit batuk-batuk, maka dari itu saya pernah menulis di blog ini tulisan tentang Ketika Batuk Anak Tak Kunjung Sembuh, dan ternyata tulisan ini direspon oleh beberapa  Ibu dengan kasus yang mirip seperti yang Saya alami.

Karena Kifah batuk terus-terusan, teman sekantor Abbiy merekomendasikan seorang Dokter Spesialis Anak di daerah Cibinong. Dan Kami pun mengikuti saran beliau dan membawa Kifah ke Dsa tersebut.

Setelah dilakukan pemeriksaan, dokter mengatakan kalau Kifah ini terkena Asma.

Kifah berusia 4 tahun, saat dinyatakan terkena Asma oleh Dokter

"Di rumah ada yang Asma gak?" Pak Dokter bertanya.

"Ngga dok, Saya dan suami gak punya Asma." Jawab Saya.

"Nah, mungkin kakek atau nenek, atau keluarga di atas lain ada yang punya riwayat Asma. Karena Asma adalah salah satu penyakit yang disebabkan faktor keturunan." Tambah Pak Dokter.

Saya dan suami kemudian berpikir siapa yang memiliki dari pihak keluarga yang memiliki riwayat penyakit Asma. Sampai sekarang memang belum pasti siapa yang Asma, bahkan kakek nenek dari kedua belah pihak pun tidak memiliki Asma. Namun, berberapa saudara ada yang bermasalah dengan pernafasan.

Setelah Vonis Asma

Siapa sih orang tua yang ingin anaknya sakit? Saya rasa gak ada. Semua orang tua pasti menginginkan anaknya tumbuh sehat dan kuat.

Belajar Ikhlas

Karena Kifah masih kecil, dan sistem imunitas tubuhnya masih lemah, maka Asmanya seringkali kambuh ketika ia minum Es, jajan sembarangan, kedinginan, kelelahan dll. Dan jujur saja, di bagian kelelahan ini saya suka sedih, karena Kifah jadi sering gak masuk sekolah, karena aktivitas padat ia sering kelelahan dan besoknya gak bisa pergi ke sekolah.


Bersama teman-teman di Sekolah

Ikhlas ini sebenernya mudah sekali diucapkan tapi sulit untuk dilakukan. Ketika Asma Kifah kambuh, saya justru sering kesal dan belum menerima (Kenapa anak saya bisa Asma) dan tentunya lelah karena harus bolak-balik ke IGD atau berobat jalan.

Dan ke IGD itu kan gak kenal waktu, tengah malam, shubuh, pernah dijalani oleh Kifah.

Mencari Banyak Informasi

Selain ikhlas dan berusaha menerima keadaan, hal yang harus dilakukan adalah mencari informasi sebanyak-banyaknya seputar penyakit Asma. Bagaimana penyakit ini bisa terjadi, usia berapa tahun bisa hilang, apakah bisa sembuh, dan bagaimana mencegah Asma kambuh.

Saya sendiri seringkali mencari informasi melalui internet, dan banyak bertanya ketika bertemu dokter. 

Pandangan setiap dokter berbeda-beda juga lho, pengalaman, saran, dan ilmu pengetahuan mereka sangat mempengaruhi terhadap informasi yang mereka berikan ketika berkonsultasi.

Jawaban paling umum memang Asma tidak bisa sembuh, namun Asma bisa dikendalikan. Sebenarnya saya ingin tahu zat apa saja yang bisa memicu Asma Kifah kambuh, namun beberapa dokter tidak menyarankan untuk tes alergi karena Kifah masih sangat kecil, dan prosedur tes alergi cukup rumit untuk anak seusia Kifah.

Diduga TBC

Batuk Kifah yang gak berhenti walau sudah dinebulizer dan diberikan obat di klinik langganan, membuat Kifah terpaksa harus ke Rumah Sakit lagi. Kali ini, dokter anak curiga Kifah terkena TB Paru.

Deg.

Ya Alloh, ujian apa lagi ini?

Karena diduga terkena TB Paru, Kifah melakukan rontgen dan tes mantoux untuk melihat apa benar ada bakteri tuberculosis di dalam paru-paru Kifah.

Setelah melakukan serangkaian tes dan rontgen, akhirnya keluar lah hasilnya.

Hasilnya negatif. Kifah gak kena TB Paru, alhamdulillah. 

Oleh karena itu, dokter hanya memberikan resep obat biasa, vitamin dan zat besi, karena berat badan Kifah masih belum normal sesuai dengan anak seusianya.

Kifah dan Asmanya Hari Ini

Sama seperti anak pada umumnya, Kifah senang mencari tahu tentang sesuatu

Terakhir kali masuk kembali ke IGD karena asmanya kambuh, Kami bertemu dengan dokter yang lain.

Dan sungguh takdir-Nya ini mah, dokternya pun pengidap Asma sejak kecil, bener-bener sama persis kayak Kifah.

Wah langsung deh merasa senasib sepenggungan, siap-siap wawancara dokternya. Hihihi.

Nah, menurut beliau, ia memiliki Asma yang sering kambuh sejak kecil, tapi sekarang sudah merasa lebih baik.

Dulu beliau alergi terhadap cuaca dingin, kalau dingin langsung deh kambuh. 

Ternyata, orang tuanya tidak tinggal diam, katanya ia lebih sering dibawa ke tempat dingin, agar tubuhnya lebih mengenal alergen yang membuat asmanya kambuh. Jadi dia sering diajak menginap ke daerah puncak oleh orang tuanya.

Disclaimer: tolong jangan langsung diikuti ya cara ini, semua harus dikonsultasikan langsung kepada dokter (ahlinya).


Karena Kifah memiliki alergi protein sapi ketika kecil, dan alergi es/jajanan mengandung pangawet, pewarna, pelan-pelan saya dan suami justru mengenalkan makanan tersebut kepada Kifah.

Awalnya takut, pasti yah itu mah, harus bener-bener sedia obat di rumah, jaga-jaga dia bakal kambuh.

Dan memang bener, akhirnya kambuh asmanya. Kalau kambuh ringan, minum obat di rumah, tapi kalau kambuhnya berat mau ga mau harus ke IGD.

Makin lama, pengenalan makanan yang mengandung alergen buat Kifah ini makin intens. Saya tambah beberapa makanan yang memang biasanya membuat dia Asma. Es Krim contohnya.

Reaksinya gimana? 

Kifah tetap batuk, tapiii batuknya ini banyak mengandung dahak dan dahaknya wajib dikeluarkan baik dari hidung maupun mulut.

Dahaknya lumayan banyak, dan si dahak bandel ini suka bikin sesak nafas, makanya Kifah saya minta terus mengeluarkan dahak yang membandel tersebut siang dan malam. Walau dia sedang tidur pun, wajib ke kamar mandi untuk membuang dahak.

Dan ternyata, dengan rutin membuang dahak, sesaknya pun berkurang. Walau batuk tetap ada, hanya batuk biasa, suara mengi dan sesaknya berkurang, gak seperti kambuh biasanya.

Dan makin lama, sesaknya berkurang dan berkurang, dalam satu bulan terakhir, Kifah belum ke klinik dan ke IGD.

Kuncinya adalah membuang dahak karena alergi tersebut serutin mungkin.

Alhamdulillah, mulai bisa minum minuman yang agak dingin

Sebenernya, untuk saat ini, saya cukup bersyukur, walau batuknya masih ada, tapi Kifah udah gak sampai masuk klinik dan IGD. Ketika pagi-sore makan makanan yang mengandung alergen, malamnya alhamdulillah bisa tidur tanpa sesak, hanya harus rajin membuang dahaknya ketika terasa banyak dan harus dikeluarkan.

Alhamdulillah, sejauh ini Kifah cukup kooperatif, walau kadang memang ia ogah-ogahan dan harus dipaksa ke kamar mandi untuk membuang dahaknya.

Perjalanan Masih Panjang

Mungkin hari ini saya bersyukur Kifah jarang masuk klinik dan IGD, tapi tetap batuknya memang masih ada ketika Kifah terkena pemicu asmanya. Dan itu masih jadi PR untuk diselesaikan.

Pesan untuk Orang Tua

Karena punya anak Asma itu sangat menantang, saya punya beberapa "wejangan" nih buat para orang tua baru.

1. Bagi perempuan yang sedang hamil, atau calon Ibu. Perhatikan lagi, apakah punya riwayat alergi/asma. Tanyakan juga kepada suami, apakah di keluarganya ada yang memiliki riwayat alergi atau Asma.

Hal ini semata untuk "persiapan" kalau-kalau anak yang dilahirkan nanti akan menderita Asma atau alergi, jadi mental kita sebagai orang tua jauh lebih siap.

2. Siapkan ilmu dan keterampilan seputar pemberian ASI ekslusif untuk bayi. Karena bayi ASI lebih minim terkena resiko alergi, ini berdasar pengalaman anak kedua dan ketiga saya yang selama 6 bulan, tidak mengkonsumsi susu sapi sama sekali (kecuali dengan izin dokter atau karena situasi dan keadaan tertentu).

3. Jaga kebersihan lingkungan, kalau bisa tinggal di lingkungan yang masih bersih dan minim polusi. Karena menurut DSA yang saya temui, kualitas udara juga sangat mempengaruhi kesehatan saluran nafas anak.

Jadi inget kasusnya anak artis Zaskia Mecca yang juga terkena Asma, dan sangat khawatir dengan kondisi udara di Jakarta.

4. Ajak anak berolah raga. Sampai sekarang, Kifah masih aktif ikut ekstrakulikuler Karate, dan sesekali Kifah juga berenang. Menurut beberapa artikel yang saya baca, berenang juga merupakan salah satu olah raga yang bisa membantu memperkuat organ pernafasan.

Ikut ekskul Karate di Sekolah
Waktu Kifah ujian kenaikan sabuk Karate
Kifah juga seneng sama olah raga Futsal

5. Menu makanan dengan gizi seimbang. Dulu saya cukup cuek dengan makanan bergizi, sekarang saya mulai aware terhadap sajian menu makanan anak. Karena ketika imunitas anak turun, dan makanannya kurang bergizi, maka anak akan mudah sakit.

Memiliki anak alergi dan Asma membuat saya benar-benar menjadi "orang tua". Saya dituntut bisa mandiri, punya mental yang kuat, dan juga aware terhadap kesehatan anak serta keluarga.

Kifah dan adik-adiknya

Walau memang ada saat dimana saya berada di titik terendah ketika Kifah kambuh terus menerus. Rasanya ingin sekali saling berpelukan dan bergandengan tangan dengan para orang tua yang memiliki anak dengan riwayat alergi serta Asma.

Memang kesannya berlebihan, tapi tahukah Moms sekalian bahwa alergi dan Asma bisa menyebabkan kematian jika tidak ditangani secara serius?

Maka dari itu sekali lagi saya mengingatkan melalui pengalaman yang saya rasakan selama 8 tahun ini, jangan pernah menyepelekan masa kehamilan dan 1000 hari pertama kehidupan bayi. Karena masa itu adalah masa yang akan menentukan hari-hari anak kita selanjutnya.

Perbanyak ilmu mengenai kesehatan dan perawatan bayi dan anak, konsultasi ke dokter jika anak mengalami gejala alergi, dan tangani dengan sebaik mungkin. Karena alergi insya Alloh bisa dikendalikan dan membuat anak tetap berprestasi, amin.

Baca juga: Anak Alergi Tetap Bisa Berprestasi

Begitulah pengalaman Saya selama 8 tahun ini membersamai tumbuh kembang anak yang memiliki asma dan alergi, dengan berbagai tantangan, dan fase "naik turun" Saya sebagai seorang Ibu.

Semoga pengalaman ini bermanfaat ya, dan feel free to share di kolom komentar yaa 😊 

Tahapan Perkembangan Anak Usia 1-6 Tahun: Mengubah Cara Pandang Tentang Anak 'Nakal'


Assalamu'alaikum, temen-temen pembaca blogku yang setia. 

Apa kabarnya hari ini? Apa kabar cucian, setrikaan, cucian piring, masakan, dan sobat dapur lainnya? Hahahaha.

Hayo hayo, udah selesai semua belum pekerjaan rumahnya? Kalau saya alhamdulillah dari semalem udah beres, jadi pagi-pagi gak banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan. Paling tinggal ke tukang sayur, ngejemur pakaian, ngasih makan kelinci, masak makanan (yang sudah food/meal prep).

aldebaran ikut kasih makan kelinci

Jadi, yaaa, alhamdulillah lebih ringan pekerjaan saya di pagi-sore hari, karena sudah dikerjakan tadi malam, sebelum tidur.

Tahukah Emak-emak semua? Salah satu asyiknya pekerjaan yang sudah beres dikerjakan di malam hari, membuat pagi kita lebih good mood. Gak ada tumpukan cucian baju atau pun piring. Rumah bersih gak bikin bete. Aktivitas bisa dimulai lebih ceria kan jadinya.

Nah, karena saya sudah mengerjakan pekerjaan rumah di malam hari. Saya jadi punya waktu lebih banyak bersama anak-anak.

Selain itu, saya juga punya waktu untuk membaca dan menulis blog. Tapi memang tetep ya, ngurus anak jadi yang utama, karena saya masih punya bayi 9 bulan dan balita berusia 3 tahun.

Waini pasti udah ketebak banget, kalau mereka ini sedang dalam periode emas pertumbuhan. Tapiiii, masih banyak orang tua yang salah menyikapi ketika anak-anak sedang bertumbuh dan berkembang.

main bedak sampe cemong 😂

Ada yang bilang anaknya nakal lah, gak bisa diem lah, terlalu aktif lah, dan labeling negatif lainnya. Padahal pada hakikatnya tidak seperti itu lho.

Nah, kali ini saya mau sharing sedikit tentang anak aktif dan proses tumbuh kembang yang sedang ia alami, terutama pada usia Aldebaran (3 tahun) yang memang selalu keliatan gak bisa diam itu.

Anak yang tidak bisa diam itu pada hakikatnya sedang belajar.

Seperti yang saya sebut di atas, bahwa masih banyak orang tua yang menganggap anak gak bisa diam, atau aktif itu adalah anak yang nakal, negatif, gak nurut, dan lain sebagainya. 

Padahal, itu semua totally wrong. Sesungguhnya, anak sedang belajar sesuai dengan tahapan usianya.

Tahapan Autonomy vs Doubt (Mandiri atau ragu).

Tahapan mandiri atau ragu dalam teori psikologi pendidikan Erikson dimulai saat usia 1-2 tahun. Dimana inilah masa-masa anak sudah tidak bisa diam, dan ingin melakukan atau mencoba banyak hal.

Menurut Erikson, tahapan ini adalah tahapan selanjutnya setelah masa infant/bayi (nanti saya bahas terpisah ya soal tahapan ini).  

Pada tahapan ini, anak mulai untuk melakukan self control dan self confidence. Anak usia 1-2 tahun, akan mulai melakukan hal-hal secara "mandiri" misalkan pengen nyuap makanannya sendiri, minum susunya sendiri, pokoknya melakukan banyak hal tanpa intervensi dari orang tuanya.

Dalam masa ini, apa yang harus orang tua lakukan?

Yang harus dilakukan oleh orang tua adalah protective tapi tidak over protective.

Erikson percaya bahwa ketika anak terlalu banyak ragu karena orang tua terlalu over protective, maka di masa depan dia akan menjadi anak yang kurang memiliki rasa percaya diri.



Masa depan ini gak usah jauh-jauh dia udah kuliah, kerja, atau punya anak ya, hehehe.

Efek dari banyaknya sifat ragu dalam dirinya akan tampak pada tahapan perkembangan yang selanjutnya. Seperti saat nanti belajar makan sendiri, pakai baju sendiri, ke toilet sendiri.

Jika anak kurang percaya diri, maka ia akan kesulitan dalam melakukan hal-hal yang berkaitan dengan self care atau tanggung jawab terhadap diri sendiri.

Bagaimana peranan orang tua di tahap ini?

Dalam tahap ini, peran Ibu dan ayah menjadi penting. Berbeda dengan tahapan usia 0-1 tahun yang didominasi oleh peran ibu. Ditahapan ini peran ayah mulai muncul.

Bagi anak usia 1-2 tahun, anak melihat dua peran, yaitu ayah dan ibu. Ayah biasanya lebih suka mengajak anak untuk bermain secara fisik, sedangkan ibu lebih ke arah permainan tradisional seperti peek-a-boo, dan merawat anak-anak dengan penuh kasih sayang.

Menurut Lamb (1979) perbedaan peran pengasuhan ayah dan ibu ini akan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan identitas gender anak. 

Karena kita semua belajar bagaimana menjadi perempuan atau laki-laki dengan melihat kedua orang tua di hari-hari pertama kehidupan kita.


Tahapan Preschool or Kindergarten: Initiative

inisiatif pengen ngasih makan kelinci, walau setelahnya, ya begitulaahh 😂

Menurut Teori Psikologi Erikson, inisiatif berarti kemauan untuk mengambil alih, merencanakan, dan melakukan tugas tertentu hingga akhirnya menjadi sebuah aktivitas. 

Periode inisiatif ini berlangsung sejak usia 2 tahun hingga 6 tahun, dimana anak-anak mulai merasakan tenaga untuk "bertumbuh".

Pada usia ini, biasanya anak akan banyak melakukan insiatif, misalnya kalau ayah atau ibunya lagi ngerjain sesuatu, tiba-tiba ia ikut "nimbrung".

Pada tahap ini biasanya anak akan mencoba mencari "konfirmasi" kepada orang tuanya, apakah boleh atau tidak melakukan sesuatu. 

Jika inisiatifnya diterima, maka anak akan menemukan rasa penerimaan dan penghargaan dari orang tuanya, dan ia pun akan belajar bertanggung jawab. Namun sebaliknya, jika orang tua lebih sering menolak inisiatif anak, maka anak akan menjadi orang yang merasa "selalu salah" di mata orang lain.

Jujur setelah baca ini saya langsung berkaca-kaca dan beristigfar juga, jangan-jangan saya selama ini salah, melihat mereka bukan sedang berkembang tapi memang "aktif" aja. Tapi ternyata semua ada teorinya.

Maaf ya, Nak. Kalau selama ini Ummi kurang ilmu.

Maka dari itu, semenjak mulai baca buku-buku mengenai psikologi pendidikan, teori belajar lagi, saya pun mulai mengubah mind set saya pelan-pelan.

Ketika Aldebaran main sesuatu yang belum pernah dia mainkan sebelumnya, berarti rasa ingin tahu dan inisiatifnya sedang muncul. Jadi jangan kebawa essmosii dulu, tarik nafas dan biarkan dia belajar.

*Sambil dievaluasi, besok-besok mending dia nyari inisiatif sendiri atau kita fasilitasi inisiatifnya itu.

Menjadi orang tua yang protektif.

Seperti yang dikatakan oleh Erikson, protektif boleh, over protektif jangan.

Aldebaran dan berikutnya Aksara, sedang jadi little explorer di rumah. Setiap sudut rumah mereka amati, setiap kejadian mereka amati, dan rasa ingin tau dan inisiatif mereka pun terus menggebu pastinya. 

Bagi saya, sebagai orang tua yang mudah-mudahan mind setnya udah berubah perlahan ini, hal ini justru positif. 

"Berarti anak saya memang tumbuh sesuai dengan perkembangannya"


Pada akhirnya, saya jadi belajar,

 "Oh jadi begini toh seharusnya"

Sekarang, kalau Aldebaran main dan bereksplorasi akan saya biarkan tapi tetap dalam pengawasan. Kalau tiba-tiba jatoh, atau ada insiden, ya sediakan aja obatnya.

Biasanya saya menyimpan obat demam, antiseptic, obat diare, jaga-jaga kalau mereka jatuh atau kecelakaan saat main. 


***

Alhamdulillah bisa ketemu buku zaman kuliah lagi, dan ternyata ilmunya relevan banget dengan apa yang hadapi sehari- hari di rumah.

Dan semenjak membaca kembali teori-teori perkembangan anak, saya jadi lebih "kuat mental" dalam menghadapi masa-masa tumbuh kembang anak.

Selain itu,  hal-hal yang bersifat protektif dan preventif buat anak juga udah banyak banget di sekitar kita sebagai orang tua, tinggal banyak baca aja. Seperti obat-obatan yang aman, mainan yang aman, peralatan bayi dan anak lainnya, pokoknya udah maju lah ya zaman sekarang.

Emang kudu ngelmu ya sebagai orang tua, biar ga salah arah dan ga salah konsep pas ngedidik anak. Anak juga berkembang dan bertumbuh dengan baik.


Selamat bereksplorasi sama anak-anak di rumah yaa, Mak.

***

Sumber: Educational Psychology for Teacher, Anita. E. Woolfolk/Lorraine McCune-Nicolich. Second Edition, 1984.

Agar Liburan Bersama Anak Bebas Gadget


Akhirnya tergelitik buat nulis ini, karena sebelumnya saya nulis tentang Tips Menikmati Liburan Bersama Bayi. 

Apakah benar tips yang saya kasih itu? Apakah dalam kondisi sebenernya anak-anak rewel atau tantrum berlebihan? yang ujung-ujungnya dimulailah peran gadget dalam rangka menenangkan anak.

Oke, saya jabarin atu-atu yaa.

Jadi gini, rasanya mustahil kalau ketika liburan sama anak itu bebas gadget. Pasti deh anak rewel dikasih gadget biar tenang, biar diem, ayah ibunya bisa fokeusss.

Tapi jujur aja, Saya dan suami, alhamdulillah bisa liburan bareng anak tanpa bantuan gadget buat ngasuh mereka. Kami liburan beneran liburan, capek, lelah, bahagia ya dijalani bersama. Sama-sama capek, sama-sama lelah, tapi sama-sama bahagia.

Bagaimana caranya?

Pertama, untuk anak yang kecil. Saya punya Aldebaran, 3 tahun dan Aksara, 9 bulan.

Aldebaran adalah anak yang cenderung anteng di dalam mobil. Sebaliknya Aksara, dia anak yang paling rewel di dalem mobil. Mulai dari tutup pintu mobil aja biasanya dia udah nangis.

Solusinya, buat Aksara. Kasih ASI lah supaya dia diam. Atau bawa camilan kue atau biskuit bayi kesukaannya. Kalau perutnya kenyang, insya alloh dia akan tidur.

Gak berhasil juga? Pinter-pinter ngalihin perhatian anak. Kalau sama Aal, saya bisa main tebak-tebakan.

"Makanan kucing apa?" Ikaaannn

"Makanan ayam apa?" Sayuyyyy

"Makanan Ummi apa?" Nassiiii

"Makanan Al apa?" Teloy dadaayy

Buat mereka sibuk ngomong, sibuk jawab, atau apapun yang penting ada pengalihan isu.

Kemarin pun waktu kita jalan ke Pelabuhan Ratu, kejebak macet sama pawai drumband, anak-anak udah rewel banget. Yaudah deh emaknya terpaksa nyanyi lagu-lagunya Nussa dan Rara. Aldebaran yang hafal ikut nyanyi, sedangkan Aksara ikut dengerin dan kepulesan.

Sampe aus beneran nyanyi melulu.

Al apakah pernah ngambeuk minta gadget? Pernah. Kita kasih, tapi beberapa saat kemudian dia pusing dan muntah. Setelah itu, dia agak takut deh megang gadget di mobil.

Untuk anak yang besar, ada Kifah (8 tahun).

Komunikasilah sama anak, kayaknya Kifah bisa diajak bicara bener ketika umur 5 tahun deh.

Bilang sama anak yang udah besar, kasih arahan dan briefing, kalau kita ini mau liburan, jadi yang harus dilakukan adalah 'Menikmati Perjalanan'

Dulu waktu TK Kifah suka nanya kalau di jalan, "Mi, kita sedang menikmati perjalanan, ya?"

"Iya"

"Jangan lupa liat pemandangan dan ada apa aja sepanjang jalan."

Kalau kamu mau main gadget, ga usah kemana-mana, udah diem aja di rumah. Sayang waktu, tenaga, uang, kalau cuma main HP selama perjalanan.

Alhamdulillah, Kifah ngerti dibilangin kayak gini. Dia gak ngadat gadget atau HP kalau di jalan, karena udah dibriefing untuk menikmati perjalanan.


Ajak anak menikmati liburan.


Selain menikmati perjalanan, ajak anak untuk menikmati liburan. Tentunya dimulai dari orang tuanya ya. Jangan kebanyakan pegang gadget. Kalau lagi di pantai, ya ajak anak main ombak atau pasir. 

Sekalipun ke mall, tetep, anak ga boleh pegang gadget. Kalau mau makan ya makan, kalau mau main ya main.

Jadi inget waktu jalan di sebuah mall, sebut saja Cibinong City Mall. Wkwkwk, mainnya ga pindah-pindah nih. 

Ada anak, didorong pake stroller gitu, dan di depan strollernya dipasangin kayak gorilla pod buat nonton youtube.

Laaahhhh, ini gimana sih. Kalau mau nonton ya di rumah aja. Ngapain sambil didorong-dorong begitu. Kasian juga anaknya kayak yang pusing jadinya, harus melotot ke arah layar, sambil didorong berkelok-kelok.

Komitmen Ayah dan Ibu.

Ini paling penting. Komitmen dan komunikasi dari awal di rumah.

Saya dan Abbiy berbagi tugas ketika kita jalan keluar. Saya pegang Aksa, Abbiy pegang Aldebaran. Dan itu sampai perintilan terkecil sekalipun, kita harus tanggung jawab. Misalkan kayak nyuapin, ganti baju, dll.

Belum bisa bagi-bagi tugas? Yaudah, selesaikan dulu komunikasinya di rumah. Jangan liburan dulu. Sayang udah keluar uang banyak, tenaga, dan waktu kalau harus ribut-ribut sama suami ketika lagi liburan.

Rugiiii.


***

Apakah kami free gadget sama sekali? Ya tentu tidak, saya dan abbiy tetep harus liat HP beberapa jam sekali, takutnya ada informasi urgent atau WA penting yang harus dibalas.

Di tulisan ini pun saya juga udah nulis, bahwasannya kita emang harus menurunkan ekspektasi ketika liburan. Kalau ga sempet foto banyak yaudah, jangan marah-marah. Stok sabar juga dibanyakin, jangan sampai kekurangsabaran kita merugikan diri kita sendiri.


Alhamdulillah, sejauh ini apa yang saya lakukan sama abbiy bekerja dengan baik.

Anak-anak liburan bebas dari gadgetnya. Karena kami selalu menekankan ke mereka, buat apa atuh liburan kalau tetep megang gadget, gogoleran aja di kasur kalau gitu mah.

Dan yang namanya emak, stok sabar ya mau ga mau harus dibanyakin. Rela nyanyi-nyanyi, main tebak-tebakan, nyuapin camilan, intinya sampai bisa ngobrol atau ketawa-ketawa sama anak.

Capek dong? yaiyalah pasti. Kalau ga mau capek, sekali lagi di rumah aja.

Kalau emang mau beneran liburan, yaudah liburan, keluhan kalau bisa disingkirkan dulu. Emang bisa? Bisa kok, asal mindset kitanya aja diubah. Liburan waktunya senang-senang, sayang untuk dinodai.

Kenapa kita harus komit, sabar, dan komunikatif. Supaya liburan kita beneran jadi liburan, bukan sekedar pencitraan.


***
Notes: di rumah kami belum memberlakukan free gadget ke anak-anak, dan kami masih berusaha meminimalisir dan membuat peraturan menggunakan gadget di rumah.

Tapi untuk urusan liburan, teteup yaa. Stop dulu untuk gadget, eman-eman sama uang, tenaga, dan waktunya soale, wkwkwkw.

5 Cara Menikmati Liburan Bersama Bayi


Assalamu'alaikum. Halo pembaca semua, gimana libur lebarannya? Udah liburan jilid ke berapa nih? Anak sekolah masih lama masuknya ya, tanggal 15 Juli 2019, berarti masih ada waktu buat liburan part sekian ya, hehehe.

Ngomongin libur lebaran atau libur sekolah, enaknya emang ya pergi keluar rumah.

Ke rumah saudara sambil silaturahim, main ke alam, staycation di hotel, atau sekedar nge-mall buat nonton bareng sama anak-anak.

Tapi, masalahnya, kalau punya balita apalagi bayi, kira-kira masih nikmat gak sih liburannya?

Ayo jawab jujur, hahaha.

Kalau Saya sih, hmmmm. 

Liburan sama anak (laki-laki semua) yang satu bayi, yang satu balita, dan satu lagi anak-anak, bikin Saya harus ekstra kuat lahir batin, ekstra sabar, dan harus kuat mental juga.

Ini mau liburan apa mau wamil ya baydewey 😂😂😂


liburannya gembollll terussss 😆

Ya pokoknya gitu deh. Jadi kadang tuh saya suka mikir, mending liburan atau di rumah aja ya? Soalnya kalau liburan itu malah lebih capek nyiapin barang, makanan, dan perintilan untuk di jalan.

Belum lagi harus nenangin anak kalau kelelahan dan rewel di mobil, apalagi yang bayi dan balita. Fiuuhh, bikin urat syaraf tegang kalau di jalan. Diperparah dengan macetnya jalanan, anak-anak makin rewel parah.

Dan emang tiap jalan-jalan keluar rumah, begitulah keadaannya. Sibuk persiapan dan riweuh di jalan. Makanya, jalan-jalan gak yaaa? Lelah hati Ibu soalnya kalau di jalan tuh 😌

Seperti kemarin waktu kita ke Pelabuhan Ratu Sukabumi, jaraknya lumayan jauh dan tiba-tiba kejebak macet di jalan karena ada pawai drumband kenaikan kelas di jalanan. Jalanan jadi macet total, gak gerak hingga berjam-jam. 

Kebayang di mobil udah kayak apa dong, anak temen yang ikut di mobil sampai muntah, mungkin karena kelelahan dan jalan yang berbelok-belok.

Ya begitulah dramanya kalau lagi jalan-jalan, yang selalu membuat galau takut gak tahan di jalan dan di tempat wisata.

Karena mau ga mau yang harus turun tangan mengatasi drama-drama itu adalah emaakknyaaaa.

*Oles Balsem


Oleh karena itu, semenjak mengetahui dan mengalami, bahwa pada akhirnya jalan-jalan atau travelling bersama bayi tak seindah impian yang kita harapkan, Saya mulai "menata hati" eciyeh. Supaya lebih "realistis" kalau lagi liburan bareng anak, apalagi ada bayi yang nemplok 24 jam.

Gimana caranya?

1. Jangan berekspektasi berlebihan.

Misal mau jalan ke pantai, sampai pantai niatnya mau foto ala-ala Selebgram dengan bekgron pasir putih dan birunya laut. Atau mau foto siluet ala-ala pas sunset atau sunrise.

Nope!

Mending jangan.

Gak usah terlalu memaksaan diri untuk foto-foto bagus ala instagram. Bisa selonjoran kaki di atas pasir putih juga udah bagus. Karena pas dateng, bayi pasti saatnya makan (kalau di mobil ga sempet makan) Kakak-kakaknya udah kegirangan liat laut, lari-larian, dan seketika bersimbah pasir.

*Cucian detected

Kalau pun mau foto, cukup satu aja. Ya satu aja yang penting bagus, itu pun biasanya muka udah kucel dan kerudung udah gak on point, hahaha.

Kecuali kita bawa Nanny kali ya, bisa bebas pepotoan dan difotoin sama suami atau temen.

So, low your expectation about the foto, please.

review sleek baby travel kit
gak bisa foto sendirian, ini aja difotoin sama Om Teguh 😂

2. Senyumin aja, alias banyakin stok sabar. 

Sebenernya sabar ini udah dimulai dari rumah. Anak susah bangun, males mandi, gak mau sarapan, dll. Jangan sampai udah Bete dari rumah ya, Mak. Karena kalau Bete dari rumah, di jalan juga bakal gak enak.

Karena Saya Emak yang ngoboi, Saya gak terlalu mau mikirin hal-hal yang bikin repot.

Kalau anak gak mau mandi pagi, yaudah suruh aja cuci muka, gosok gigi, dan ganti baju. Kalau anak gak mau makan, yaudah bawa roti dan susu yang banyak buat di jalan. Praktis aja, yang penting bisa jalan on time tanpa marah-marah.

3. Siapin stok makanan yang banyak.

Biasanya, kalau anak udah rewel di jalan, saya selalu ngeluarin makan atau snack buat "nyumpel" mulut mereka supaya diem, dan kalau udah ngantuk karena kekenyangan, mereka tidur.

Alhamdulillah kalau mereka tidur, berkuranglah beban dipundak Mamak ini.

Tapi memang konsekuensinya adalah bikin Bapak anak-anak cemberut, wkwkwk soalnya dia paling gak suka mobil kotor banyak remah-remah makanan.

Hmmm, PR banget jadinya buat nyiapin banyak kresek plastik buat tempat sampah.

4. Bawa baju yang banyak.

review sleek baby travel kit
Travelling rasa pindahan, banyak banget bawa bajunya 😌

Saya jadi inget kata-kata guru ngaji Saya dulu waktu Kifah masih bayi.

"Kalau pergi sama anak, jangan lupa bawa mainan, makanan, dan baju yang banyak"

Heu beneran deh Saya terapkan selalu, apalagi dengan 3 anak laki-laki begini, mau jalan-jalan aja bawa bajunya satu koper 🤣.

Kayak yang lebay sih ya, tapi alhamdulillah, membawa pakaian yang banyak membuat saya tenang, karena kalau anak muntah di jalan, bajunya kena makanan, atau bajunya kotor, bisa ganti-ganti terus. Karena kalau baju anak kotor atau basah, anak bisa masuk angin.

Tinggal mikirin deh, cucian dan setrikaan bakal numpuk setinggi Gunung Gede Pangrango.

*Tempel Koyo

5. Siapkan Travel Kit khusus untuk bayi ketika Liburan.

review sleek baby travel kit
waktu Aksa mantai di Pelabuhan Ratu 😂


Lho? Kenapa kok khusus untuk bayi?

Karena bayi baru lahir masih memerlukan 1000 hari perlindungan dari kuman, penyakit, dan virus yang berbahaya.

Menurut Prof. Dr. Badriul Hegar, Phd.Sp A (K) Dokter Spesial Pencernaan Anak RSCM, Bayi sangat rentan terkena infeksi karena sistem kekebalannya yang belum sempurna. Bila ada bakteri yang masuk, bayi akan lebih mudah terinfeksi.

Bayi juga sangat mudah terkena gangguan cerna karena fisiologis dan fungsi sistem tubuh yang belum sempurna.

Menurut Prof. Hegar, jumlah kuman di usus 10× lebih banyak dibandingkan jumlah sel tubuh.

(Dikutip dari artikel http://m.tribunnews.com/amp/kesehatan/2017/03/26/pencernaan-bayi-rentan-infeksi-karena-jumlah-kuman-di-usus-10-kali-lebih-banyak)


Selain itu, bayi juga rentan terkena bakteri Streptococcus yang menyebabkan infeksi berbeda-beda.

Pada dasarnya, bakteri ini memang terdapat di dalam tubuh manusia, dan jarang menimbulkan penyakit. Namun, pada keadaan tertentu Bakteri Streptococcus ini bisa menimbulkan gejala dan penyakit, mulai dari infeksi ringan hingga infeksi serius.

Bakteri Streptococcus yang rentan menyerang bayi adalah Bakteri Streptococcus tipe B, berupa meningitis dan pneumonia. Gejalanya seperti muntah, tidak ingin menyusu, hingga hilang kesadaran. Resiko jangka panjangnya meliputi resiko gangguan tumbuh kembang, termasuk gangguan panca indera dan gangguan otak.

(Dikutip dari artikel https://www.halodoc.com/bayi-rentan-terkena-infeksi-streptococcus-cegah-dengan-cara-ini).

Wah serem ya, kalau kita tahu ternyata bakteri itu bisa mendatangkan penyakit ringan hingga penyakit serius. Tapi yang namanya seorang Ibu, mau penyakit ringan sekalipun, kita tak akan pernah rela ya, melihat anak apalagi bayi kita menangis kesakitan karena infeksi atau penyakit tertentu.


Review Sleek Baby Travel Kit

review sleek baby travel kit


Salah satu Travel Kit untuk Bayi yang bisa dibawa untuk liburan atau mudik lebaran, adalah Sleek Baby Travel Kit.

Isinya terdiri dari:

1. Sleek Baby Bottle Nipple & Accessories Cleanser

review sleek baby travel kit


Yaitu pembersih botol bayi dan peralatan bayi lainnya, seperti botol susu dan peralatan MPASI. Mengandung Stain Removal Formula yang bisa membersihkan lemak susu dan sisa makanan yang menempel pada peralatan MPASI. Selain itu, dengan Formula yang sudah Food Grade. Sehingga aman digunakan untuk membersikan berbagai peralatan ASI dan MPASI bayi.

Ingat ya, pencernaan bayi masih sangat rentan terkena bakteri yang menyebabkan infeksi, sehingga semua peralatan bayi harus bersih dari sisa kotoran ASI/Susu Formula atau pun makanan.

2. Sleek Baby Travel Wash

review sleek baby travel kit


Yaitu konsentrat pembersih pakaian bayi dengan ekstrak jeruk nipis untuk menghilangkan noda yang membandel. Diformulasikan dengan Natural Plant Extract sehingga tidak menyebabkan iritasi pada kulit bayi.

Di jalan, biasanya bayi muntah, terkena kotoran, atau mengompol dan buang air besar. 

Nah, kalau saya pribadi, gak pengen bawa baju kotor atau terkena noda kotoran/ompol, muntah, dll. Selama bisa istirahat di rest area atau pun mesjid, biasanya noda yang ada di baju bayi saya kucek sebentar di kamar mandi.

Tujuannya supaya bakteri di pakaian bayi langsung pergi, baju jadi tidak bau. Apalagi ketika di cuci di rumah, duh baunya udah gak enak banget. Kalau dikucek sebentar di jalan, pas nyampe rumah, bajunya gak akan bau ketika akan dicuci ulang.

3. Sleek Antibacterial Diaper Cream

review sleek baby travel kit


Yaitu Cream yang digunakan pada saat mengganti popok atau diapers.

Dengan formula Hypoallergenic dan Natural Antibacterial yang sudah diuji secara dermatologis, terbukti efektif untuk mencegah terjadinya ruam popok.

Biasanya, ketika di jalan, kita paling males ganti popok bayi. Ketika saatnya ganti, sebagai pencegahan, lebih baik dioleskan Antibacterial Diapers Cream pada nappy area bayi. Agar kulitnya terjaga dari iritasi sepanjang perjalanan.


4. Sleek Baby Antibacterial 2 in1 Hair and Body Liquid Wash

review sleek baby travel kit


Yaitu 2 in1 shampoo sekaligus sabun cair yang berfungsi untuk membersihkan tubuh bayi.

Andalan banget juga ini, kalau kemana-mana selalu sedia di mobil. Karena bayi itu gampang keringetan, jadi suka numpang mandi deh di rumah nenek atau saudara kalau lagi berkunjung.

Harga Sleek Baby Travel Kit ini bisa dilihat di official storenya Kino di LAZADA.

Atau mau lihat seputar produknya dan komentar/testimoni Mama-mama lainnya. Bisa dilihat juga di Facebook Sleek Baby dan Instagram Sleek Baby.

***
Jadi, gimana dong cara menikmati liburan sambil bawa bayi?

Seperti yang saya sebutkan di atas aja. Low your expectation, sabar, dan jangan lupa persiapan yang matang.

Seperti kata orang bijak bilang. Ketika anak terlahir ke dunia, hidup kita sudah tak sepenuhnya lagi milik kita. Hidup kita akan didedikasikan untuk anak-anak.

Bukan berarti kehadiran anak akan merenggut kebahagian kita sebagai orang tua. Tapi, kita akan bahagia dan menikmati liburan "Dengan cara yang berbeda" 



Apalagi kalau pas udah nyampe rumah mereka bilang,

"Makasih ya Ummi, aku seneng lihat laut, ombaknya besar, aku bisa main pasir, nanti kita ke laut lagi ya, Ummi, sama Abang, sama adek bayi." Celoteh si tiga tahun.

review sleek baby travel kit
Aldebaran (3 tahun)  ketagihan mantai lagi 
Kifah (8 tahun) apalagi, pengen balik lagi ke pantai 

Huwaaa, hati mana yang gak berbunga-bunga, kenangan liburan bareng sekeluarga pasti bakal mereka ingat sampai dewasa.

Yuk ah Kiddos, kita Lets Go lagiiiiii liburannnn.