Copyright by tettytanoyo. Powered by Blogger.
Showing posts with label Pendidikan. Show all posts

Pengalaman Kifah Ikut Kelas Membuat Komik bersama Kreasa

 


Setahun sudah pandemi berlalu, setahun pula lah, genap, Kifah belajar dari rumah secara daring.


Awalnya, kesulitan belajar secara daring ini saya alami bersama putra sulung saya Kifah. Mulai dari gak mood belajar, gak mau mengerjakan tugas, bosan, dan lain sebagainya.


Namun, seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya Kifah (dan saya juga) bisa menyesuaikan diri dengan segala kondisi yang serba terbatas ini.


Selalu ada hal baru yang bisa kita pelajari dari setiap kejadian. Ya, karena sekolah jadi on line, pembelajarannya melalui video call, zoom meeting, google class room, dll. Anak-anak jadi memiliki pengalaman baru untuk belajar secara jarak jauh.  


Pembelajaran Jarak Jauh


Walaupun PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) ini masih sangat sederhana, namun anak-anak lambat laun jadi terbiasa dan berusaha beradaptasi bahwa, belajar tak melulu di ruang kelas secara bersama-sama, belajar tak melulu tatap muka secara langsung, belajar bisa dari mana saja, bahkan kita bisa menciptakan kelas virtual kita sendiri.


Berangkat dari sana lah, anak yang awalnya menolak untuk melakukan kelas online atau PJJ, sekarang justru menyukai kelas dan pembelajaran berbasis internet. Karena mereka merasa memang internet memudahkan mereka untuk mengakses ilmu pengetahuan dari mana dan kapan saja.


Karena itu, selain belajar daring di sekolah, Kifah pun mencari pembelajaran virtual lainnya yang mendukung minat dan hobinya.


Sebenernya, Kifah anak yang sangat aktif bergerak, kinestetiknha mendominasi. Selama ini, dia suka ikut ekskul Karate dan juga senang bermain sepak bola. Namun sayangnya, pandemi membatasi itu semua.


Tetapi, selain aktif bergerak, menurut pengamatan saya sehari-hari, Kifah juga suka menggambar. Ia suka menggambar sendiri, baik itu gambar biasa atau gambar bercerita seperti komik.


Ia sangat suka melihat tutorial cara menggambar manusia, komik, dll dari Youtube. Kemudian mempraktekannya sendiri di rumah.


Sebelumnya, apakah Mama sudah tau ada 8 kecerdasan anak yang harus kita ketahui sebagai orang tua?


Apa saja itu?


1. Kecerdasan Bahasa atau Linguistik.


Biasanya anak hobi membaca, menulis dan bercerita. Kita juga bisa mengetahuinya ketika ia berbicara atau berkata-kata.


2. Kecerdasan Matematis- Logika


Biasanya anak hobi tanya jawab, berhitung, dan bereksperimen. Anak suka menghitung benda disekitarnya, mengembangkan logika-logika berpikir secara matematis.


3. Kecerdasan Visual Spasial


Biasanya anak hobi menggambar, mencorat-coret dan mendesai sebuah gambar atau ruang/rumah/tempat. Mereka sangat senang berimajinasi.


4. Kecerdasan Kinestetis


Biasanya anak cenderung 'tak bisa diam', ia sangat suka bergerak, melompat, berlari, menari, berolah raga, dan lain sebagainya.


5. Kecerdasan Musikal


Biasanya anak senang bernyanyi dan bersenandung dan menyukai atau berminat dalam memainkan alat musik.


6. Kecerdasan Interpersonal


Yakni kecerdasan dalam berinteraksi dengan orang lain. Biasanya anak suka bekerja sama dengan temannya, menjadi pemimpin, dan senang berorganisasi.


7. Kecerdasan Intrapersonal


Yakni kecerdasan memahami dirinya sendiri, biasanya anak suka berpikir sendiri seperti sedang melamun, memiliki pemikiran out of the box.


8. Kecerdasan Naturalistik


Yakni kecerdasan yang mengarah pada kesukaannya kepada dunia hewan dan tumbuhan. Anak biasanya senang memelihara hewan dan menyukai kegiatan seperti berkebun atau bercocok tanam.


Walaupun pandemi ini membatasi ruang gerak kita untuk memberikan pembelajaran kepada anak, namun masih banyak cara untuk mengembangkan minat dan bakat mereka. Salah satunya dengan bergabung dalam pembelajaran jarak jauh yang bisa dilakukan dengan internet.


Karena saya melihat hobi dan minat Kifah pada kecerdasa visual dan spasial, maka saya menawarkan kepadanya, apakah mau kalau mengikuti kelas on line menggambar atau membuat komik?


Kifah langsung menjawab, maaauuu. Dan akhirnya, selama 9 pertemuan, Kifah bergabung di kelas membuat komik bersama Kreasa.


Kelas komik yang diselenggarakan oleh Kreasa ini dimulai untuk anak usia 6 tahun, ya, Ma. Terdiri dari 9 pertemuan melalui zoom meeting.


Kifah mengikuti kelas membuat komik dari Kreasa


Materi dari kelas membuat Komik dari Kreasa ini, mencakup:


1. Pengenalan terhadap gambar. Anak dibebaskan untuk menggambar sesuai dengan imajinasinya.


2. Pengenalan cerita komik


3. Teknik membuat karakter


4. Teknik membuat karakter imajinatif (buah, sayur, benda, hewan, dll)


5. Teknik membuat alur cerita


6. Teknik menggambar benda


7. Membuat cerita komik dengan tema tertentu


8. Membuat cerita komik dengan tema tertentu


9. Final Percentation, di pertemuan terakhir ini, anak diminta mempersentasikan karya yang telah mereka buat.


Beberapa materi di kelas menulis komik Kreasa



Kelebihan Kelas Membuat Komik dari Kreasa


Kifah sedang menyimak materi membuat karakter komik


Menurut saya ada beberapa kelebihan yang saya dan tentunya Kifah rasakan ketika mengikuti kelas membuat komik dari Kreasa.


1. Pengajar adalah seorang Ilustrator Profesional. Kemarin Kifah belajar bersama Kak Agah.


2. Kelas dibuat secara Fun, nuansa anak-anak sekali begitu, tujuannya mungkin agar anak tidak tegang dan mudah bosan.


3. Anak-anak diberikan kebebasan untuk berkreasi sesuai dengan minat dan kreativitasnya.


4. Pertemuannya cukup lama, yakni 9 pertemuan. Dan dilakukan  2 pertemuan selama seminggu, jadi total sekitar satu bulan ya pembelajarannya.





Testimoni dari Kifah sendiri, pembelajarannya cukup menyenangkan, dia bisa berimajinasi dan bertemu teman yang baru.


Saran untuk Kelas Komik dari Kreasa.


Menurut saya, akan lebih enak lagi kelasnya, jika ada modul/buku materi yang dikirim ke rumah masing-masing peserta/siswa. Agar pembelajarannya lebih efektif dan anak-anak lebih semangat untuk belajar menggambar.


Terima kasih Kreasa, kelas membuat komiknya sangat bermanfaat dan menambah motivasi Kifah untuk lebih berkreasi.


Ada yang sudah pernah bergabung dengan kelas membuat komik dari Kreasa juga?


Sharing yuk di kolom komentar :)

SGM bersama Indomaret Salurkan 1.000 Paket Sarana Pendidikan untuk Dukung Pendidikan Anak Generasi Maju


Assalamu’alaikum Buibu Online, apa kabarnya? Mudah-mudahn tetap sehat dan tetap diberikan kekuatan dan kesabaran dalam menghadapi kondisi Pandemi sekarang ini yaa, amiin.


Ada yang berencana liburan?  Atau mau tetap di rumah aja, karena khawatir akan kasus Covid-19 yang terus meningkat?


Apapun pilihannya, tetap stay safe and healthy ya Bun, jangan lupa menjaga protokol kesehatan demi melindungi keluarga kita yang tercinta. Kalau pun mau di rumah aja yang penting stock makanan, camilan, dan kebutuhan tetep aman sih, oke oke aja, ya? Di rumah pun bisa rebahan sambil nonton drama Korea via aplikasi, eeaaaa.


Ngomongin belanja bulanan, biasanya sering belanja dimana? On line atau offl line? Kalau saya sih di masa pandemi seperti sekarang ini cukup sering berbelanja on line. Tapi untuk kebutuhan yang mendesak atau barang yang gak bisa dibeli secara on line, saya sering belanja ke Indomart, karena lokasinya dekat rumah dan harganya lebih hemat dibanding toko lainnya.


Selain itu, banyak juga promo yang dilakukan oleh Indomart (paling sering ngincernya minyak goreng, susu, atau diapers) Haha ketauan ya, kalau saya ini

Termasuk Emak Modis juga alias modal diskon. Urusan diskon atau belanja hemat, ibu-ibu mah sejiwa deh pokoknya. Ya kan? Ya kan?


Ada kabar baik untuk Bunda yang sering membeli produk susu SGM Ekspor di Indomaret. Apa tuh kabar baiknya?


SGM Eksplor (Danone Specialized Nutrition) dan Indomaret sedang melakukan kerja sama gerakan sosial yakni menyalurkan 1.000 paket sarana pendidikan senilai Rp. 3,63 Miliar. Bantuan berupa sarana pendidikan bagi siswa-siswi kurang mampu di sepuluh kota di Indonesia agar mereka tetap menjadi Generasi Maju walau dalam masa Pandemi Covid-19.


Sales Director Danone Specialized Nutrition Indonesia, Widianto Juwono mengatakan, “SGM Eksplor merupakan salah satu produk susu pertumbuhan yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Slama lebih dari 65 tahun, SGM Eksplor dari generasi ke generasi telah mendukung pemenuhan nutrisi anak Indonesia melalui produk bernutrisi dan berbagai program agar mereka tumbuh menjadi Anak Generasi Maju. Sayangnya masih banyak Indonesia yang terkendala masalah sekolah daring yang diakibatkan Pandemi Covid-19 ini.”


“SGM Eksplor percaya setiap anak adalah individu yang unik dan memiliki kesempatan serta potensi yang sama untuk berkembang. Oleh karena itu, SGM Eksplor bekerja sama dengan Indomaret ingin mengajak para Bunda di Indonesia untuk berdonasi melalui program belanja sambil berdonasi yang dilakukan oleh Indomaret. SGM Eksplor mengajak para Bunda untuk saling mendukung Bunda lainnya yang ada di Indonesia, agar anak Indonesia menjadi Generasi Maju di masa yang akan datang.” Tambah Widianto Juwono.


Kota mana sajakah yang mendapat bantuan?



Ada 10 kota yang mendapat bantuan, yakni: Kota Medan, Palembang, Lampung, Tangerang, Cirebon, Purwakarta, Semarang, Surabaya, Banjarmasin dan Makkasar. Siswa Sekolah Dasar yang tidak mampu di kota yang disebutkan di atas akan mendapatkan bantuan sarana pendidikan dari SGM Eksplor yang bekerja sama dengan Indomaret.


Apa saja paket bantuan yang diberikan?


1.Laptop

2.Modem

3.Paket internet berlangganan selama 6 bulan (Kuota 12,5 GB perbulan dengan total 75 GB)

Paket bantuan sarana pendidikan ini akan disalurkan oleh Dinas Pendidikan setempat.



Bagaimana cara berdonasi?




Bantuan dikumpulkan dari banyaknya pembelanjaan susu SGM Eksplor di gerai Indomaret maupun Klik Indomaret pada tanggal 1-31 Desember 2020. Setiap transaksi telah berkontribusi untuk bantuan pendidikan Anak Generasi Maju.




“Kami mengajak semua pelanggan Indomaret untuk berpartisipasi dan mendukung pendidikan anak Indonesia, melalui pembelian SGM Eksplor di jaringan gerai Indomaret maupun di aplikasi Klik Indomaret. Komitmen ini dibuat untuk selalu mendukung Anak Indonesia menjadi Generasi Maju yang akan menjadi generasi penerus bangsa di masa depan.” Ujar Marketing Communication Executive Director PT. Indomarco Prismatam, Gondo Sudjoni.



Seperti yang kita ketahui bersama ya, Bund. Indonesia sedang menyongsong dan berencana untuk mencetak generasi emas di tahun 2045 mendatang. Bonus demografi ini tentunya harus direncanakan dengan baik. Namun, apa daya, di tahun 2020 ini, ujian Covid-19 menerpa Indonesia dan dunia. Sektor kesehatan dan pendidikan ini terdampak cukup parah, salah satunya pendidikan dan kesehatan anak-anak.


Sebagai sesama Bunda, tentunya kita selalu berharap anak kita dan anak-anak Indonesia lainnya menjadi generasi maju dan ujung tombak peradaban Indonesia di tahun 2045 nanti. Dan hal tersebut tentunya harus kita persiapkan sejak hari ini melalui nutrisi dan pendidikan yang terbaik untuk anak-anak Indonesia.


Sudah siap berdonasi kan, Bunda? Yuk, sama-sama kita bergandengan tangan untuk mewujudkan Generasi Maju di masa yang anak datang.


***


Portofolio bisnis Danone Specialized Nutrition terdiri dari Nutrisi Awal Kehidupan (Early Nutrtion) dan Nutrisi Medis Khusus (Medical Nutrition) yang bertujuan untuk membawa perubahan positif pada kesehatan dan kesejahteraan manusia pada masa-msa penting kehidupan melalui produk yang inovatif dan berbasis ilmiah.

Di Indonesia, Danone SN terdiri dari PT. Nutricia Indonesia Sejahtera (Nutricia) dan PT. Sarihusada Generasi Mahardhika (Sarihusada). Nutricia berdiri sejak tahun 1987 dan Sarihusada sejak tahun 1954.


Indomaret sendiri adalah perusahaan ritel yang menyediakan kebutuhan pokok dan sehari-hari. Dikelola oleh PT. Indomarco Prismatama, toko pertama dibuka di Ancol, Jakarta Utara tahun 1988. Dan di tahun 1997 perusahaan mengembangkan bisnis gerai waralaba pertama di Indonesia.

Hingga November 2020, 


Indomaret mencapai 18.257 toko, tersebar di Jawa, Bali, Lombok, Ambon, NTB, Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. 


Selain bisa berbelanja Off line, sekarang, kita juga bisa berbelanja secara On Line di Indomaret melalui aplikasi Klik Indomaret, tentunya belanja jadi semakin mudah ya. Selain itu, sekarang Indomaret juga melayani pembelanjaan secara Drive Thru. Pelanggan bisa berbelanja dari kendaraan, tanpa harus masuk ke dalam toko. Hal ini merupakan Layana pertama yang dilakukan oleh toko ritel di Indonesia.

Tahapan Perkembangan Anak Usia 1-6 Tahun: Mengubah Cara Pandang Tentang Anak 'Nakal'


Assalamu'alaikum, temen-temen pembaca blogku yang setia. 

Apa kabarnya hari ini? Apa kabar cucian, setrikaan, cucian piring, masakan, dan sobat dapur lainnya? Hahahaha.

Hayo hayo, udah selesai semua belum pekerjaan rumahnya? Kalau saya alhamdulillah dari semalem udah beres, jadi pagi-pagi gak banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan. Paling tinggal ke tukang sayur, ngejemur pakaian, ngasih makan kelinci, masak makanan (yang sudah food/meal prep).

aldebaran ikut kasih makan kelinci

Jadi, yaaa, alhamdulillah lebih ringan pekerjaan saya di pagi-sore hari, karena sudah dikerjakan tadi malam, sebelum tidur.

Tahukah Emak-emak semua? Salah satu asyiknya pekerjaan yang sudah beres dikerjakan di malam hari, membuat pagi kita lebih good mood. Gak ada tumpukan cucian baju atau pun piring. Rumah bersih gak bikin bete. Aktivitas bisa dimulai lebih ceria kan jadinya.

Nah, karena saya sudah mengerjakan pekerjaan rumah di malam hari. Saya jadi punya waktu lebih banyak bersama anak-anak.

Selain itu, saya juga punya waktu untuk membaca dan menulis blog. Tapi memang tetep ya, ngurus anak jadi yang utama, karena saya masih punya bayi 9 bulan dan balita berusia 3 tahun.

Waini pasti udah ketebak banget, kalau mereka ini sedang dalam periode emas pertumbuhan. Tapiiii, masih banyak orang tua yang salah menyikapi ketika anak-anak sedang bertumbuh dan berkembang.

main bedak sampe cemong 😂

Ada yang bilang anaknya nakal lah, gak bisa diem lah, terlalu aktif lah, dan labeling negatif lainnya. Padahal pada hakikatnya tidak seperti itu lho.

Nah, kali ini saya mau sharing sedikit tentang anak aktif dan proses tumbuh kembang yang sedang ia alami, terutama pada usia Aldebaran (3 tahun) yang memang selalu keliatan gak bisa diam itu.

Anak yang tidak bisa diam itu pada hakikatnya sedang belajar.

Seperti yang saya sebut di atas, bahwa masih banyak orang tua yang menganggap anak gak bisa diam, atau aktif itu adalah anak yang nakal, negatif, gak nurut, dan lain sebagainya. 

Padahal, itu semua totally wrong. Sesungguhnya, anak sedang belajar sesuai dengan tahapan usianya.

Tahapan Autonomy vs Doubt (Mandiri atau ragu).

Tahapan mandiri atau ragu dalam teori psikologi pendidikan Erikson dimulai saat usia 1-2 tahun. Dimana inilah masa-masa anak sudah tidak bisa diam, dan ingin melakukan atau mencoba banyak hal.

Menurut Erikson, tahapan ini adalah tahapan selanjutnya setelah masa infant/bayi (nanti saya bahas terpisah ya soal tahapan ini).  

Pada tahapan ini, anak mulai untuk melakukan self control dan self confidence. Anak usia 1-2 tahun, akan mulai melakukan hal-hal secara "mandiri" misalkan pengen nyuap makanannya sendiri, minum susunya sendiri, pokoknya melakukan banyak hal tanpa intervensi dari orang tuanya.

Dalam masa ini, apa yang harus orang tua lakukan?

Yang harus dilakukan oleh orang tua adalah protective tapi tidak over protective.

Erikson percaya bahwa ketika anak terlalu banyak ragu karena orang tua terlalu over protective, maka di masa depan dia akan menjadi anak yang kurang memiliki rasa percaya diri.



Masa depan ini gak usah jauh-jauh dia udah kuliah, kerja, atau punya anak ya, hehehe.

Efek dari banyaknya sifat ragu dalam dirinya akan tampak pada tahapan perkembangan yang selanjutnya. Seperti saat nanti belajar makan sendiri, pakai baju sendiri, ke toilet sendiri.

Jika anak kurang percaya diri, maka ia akan kesulitan dalam melakukan hal-hal yang berkaitan dengan self care atau tanggung jawab terhadap diri sendiri.

Bagaimana peranan orang tua di tahap ini?

Dalam tahap ini, peran Ibu dan ayah menjadi penting. Berbeda dengan tahapan usia 0-1 tahun yang didominasi oleh peran ibu. Ditahapan ini peran ayah mulai muncul.

Bagi anak usia 1-2 tahun, anak melihat dua peran, yaitu ayah dan ibu. Ayah biasanya lebih suka mengajak anak untuk bermain secara fisik, sedangkan ibu lebih ke arah permainan tradisional seperti peek-a-boo, dan merawat anak-anak dengan penuh kasih sayang.

Menurut Lamb (1979) perbedaan peran pengasuhan ayah dan ibu ini akan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan identitas gender anak. 

Karena kita semua belajar bagaimana menjadi perempuan atau laki-laki dengan melihat kedua orang tua di hari-hari pertama kehidupan kita.


Tahapan Preschool or Kindergarten: Initiative

inisiatif pengen ngasih makan kelinci, walau setelahnya, ya begitulaahh 😂

Menurut Teori Psikologi Erikson, inisiatif berarti kemauan untuk mengambil alih, merencanakan, dan melakukan tugas tertentu hingga akhirnya menjadi sebuah aktivitas. 

Periode inisiatif ini berlangsung sejak usia 2 tahun hingga 6 tahun, dimana anak-anak mulai merasakan tenaga untuk "bertumbuh".

Pada usia ini, biasanya anak akan banyak melakukan insiatif, misalnya kalau ayah atau ibunya lagi ngerjain sesuatu, tiba-tiba ia ikut "nimbrung".

Pada tahap ini biasanya anak akan mencoba mencari "konfirmasi" kepada orang tuanya, apakah boleh atau tidak melakukan sesuatu. 

Jika inisiatifnya diterima, maka anak akan menemukan rasa penerimaan dan penghargaan dari orang tuanya, dan ia pun akan belajar bertanggung jawab. Namun sebaliknya, jika orang tua lebih sering menolak inisiatif anak, maka anak akan menjadi orang yang merasa "selalu salah" di mata orang lain.

Jujur setelah baca ini saya langsung berkaca-kaca dan beristigfar juga, jangan-jangan saya selama ini salah, melihat mereka bukan sedang berkembang tapi memang "aktif" aja. Tapi ternyata semua ada teorinya.

Maaf ya, Nak. Kalau selama ini Ummi kurang ilmu.

Maka dari itu, semenjak mulai baca buku-buku mengenai psikologi pendidikan, teori belajar lagi, saya pun mulai mengubah mind set saya pelan-pelan.

Ketika Aldebaran main sesuatu yang belum pernah dia mainkan sebelumnya, berarti rasa ingin tahu dan inisiatifnya sedang muncul. Jadi jangan kebawa essmosii dulu, tarik nafas dan biarkan dia belajar.

*Sambil dievaluasi, besok-besok mending dia nyari inisiatif sendiri atau kita fasilitasi inisiatifnya itu.

Menjadi orang tua yang protektif.

Seperti yang dikatakan oleh Erikson, protektif boleh, over protektif jangan.

Aldebaran dan berikutnya Aksara, sedang jadi little explorer di rumah. Setiap sudut rumah mereka amati, setiap kejadian mereka amati, dan rasa ingin tau dan inisiatif mereka pun terus menggebu pastinya. 

Bagi saya, sebagai orang tua yang mudah-mudahan mind setnya udah berubah perlahan ini, hal ini justru positif. 

"Berarti anak saya memang tumbuh sesuai dengan perkembangannya"


Pada akhirnya, saya jadi belajar,

 "Oh jadi begini toh seharusnya"

Sekarang, kalau Aldebaran main dan bereksplorasi akan saya biarkan tapi tetap dalam pengawasan. Kalau tiba-tiba jatoh, atau ada insiden, ya sediakan aja obatnya.

Biasanya saya menyimpan obat demam, antiseptic, obat diare, jaga-jaga kalau mereka jatuh atau kecelakaan saat main. 


***

Alhamdulillah bisa ketemu buku zaman kuliah lagi, dan ternyata ilmunya relevan banget dengan apa yang hadapi sehari- hari di rumah.

Dan semenjak membaca kembali teori-teori perkembangan anak, saya jadi lebih "kuat mental" dalam menghadapi masa-masa tumbuh kembang anak.

Selain itu,  hal-hal yang bersifat protektif dan preventif buat anak juga udah banyak banget di sekitar kita sebagai orang tua, tinggal banyak baca aja. Seperti obat-obatan yang aman, mainan yang aman, peralatan bayi dan anak lainnya, pokoknya udah maju lah ya zaman sekarang.

Emang kudu ngelmu ya sebagai orang tua, biar ga salah arah dan ga salah konsep pas ngedidik anak. Anak juga berkembang dan bertumbuh dengan baik.


Selamat bereksplorasi sama anak-anak di rumah yaa, Mak.

***

Sumber: Educational Psychology for Teacher, Anita. E. Woolfolk/Lorraine McCune-Nicolich. Second Edition, 1984.

Beberapa Aktivitas Sederhana yang Bisa Menstimulasi Otak dan Motorik Anak di Rumah



Tahukah Mama, bahwa otak seorang bayi telah membentuk 1000 triliun jaringan aktif di akhir usia 3 tahun? Dua kali lebih aktif dari otak orang dewasa? dan dapat menyerap informasi baru lebih cepat dari otak orang dewasa?

Otak anak berkembang dengan sangat pesat di tahun-tahun pertama dalam kehidupannya. Inilah saatnya, kita sebagai ibu atau orang tuanya, membuka seluas dan selebar-lebarnya jendela pembelajaran yang tak akan pernah terulang di dalam hidupnya, hanya sekali, sekali seumur hidup, Ma.

"Mari kita ubah, Interaksi sehari-hari dengan anak menjadi interaksi yang memiliki kontribusi pada perkembangan anak sepanjang periode golden agenya" Jackie Silberg.

Ungkapan dari Jackie Silberg seorang pembicara populer, pemerhati anak usia dini, dan seorang penulis buku ini menggetarkan hati saya sekaligus membuat saya merenung. 

"Apakah kegiatan atau interaksi yang saya bangun dengan anak-anak selama ini berkontribusi untuk perkembangan otaknya? atau bahkan sebaliknya, tak ada makna apa-apa dibalik interaksi kami selama ini."

Padahal, periode emas tumbuh kembang anak hanya terjadi sebentar, hanya sekitar usia 0-5 tahun. Dan terjadi hanya satu kali, tak bisa terulang kembali.

Pertanyaannya, apakah masa golden age tersebut, sudah dimanfaatkan atau diisi dengan pembelajaran yang baik untuk anak?

Seringkali kita menyaksikan anak dibawah usia 5 tahun yang genius atau luar biasa perkembangannya, seperti hafal 30 juz Al-Qur'an, jago matematika, dance, olah raga, seni, dan lain sebagainya.

Hal ini menjadi bukti, bahwa otak anak memang memiliki sesuatu yang luar biasa jika dioptimalkan semaksimal mungkin. Baik dari segi kognitif maupun motorik.

Saya sendiri memiliki 1 orang anak lelaki berusia 7 tahun, batita berusia 2,5 tahun, dan bayi berusia 2,5 bulan. Dua diantara anak laki-laki saya ini sedang berada di usia golden age mereka, dimana otak mereka sedang bekerja layaknya spons yang menyerap berbagai hal yang ada di sekitar mereka.

Aldebaran dalam periode Golden Age
Aldebaran, anak laki-laki saya nomor dua yang berusia 2,5 tahun tentunya sedang aktif-aktifnya mencerna berbagai informasi lewat interaksi yang ia lakukan bersama saya, abbiy-nya, kakak, adik, teman, tetangga, dan masyarakat di lingkungan sekitar rumah.
Apalagi ia sedang belajar berbicara dan berinteraksi, apa yang ia serap akan terlihat dan terucap dari ucapannya sekarang. Berbeda ketika ia belum bisa bicara, saya belum sepenuhnya paham apakah ia menyerap apa yang ia lihat, dengar, dan rasakan atau tidak.

Sebagai ibu yang tidak bekerja di luar rumah, tentunya interaksi anak-anak terutama Aldebaran, sebagian besar adalah bersama saya ibunya. 

Kakaknya, Kifah sudah sekolah dari pagi hingga sore hari, sedangkan adiknya masih bayi, belum bisa diajak berinteraksi.

Seperti yang dikatakan oleh Jackie Silberg di atas, apakah interaksi yang saya lakukan dengan Aldebaran sudah bermakna? Sudah berkontribusi untuk perkembangan otaknya? Saya merasa masih belum maksimal melakukakannya selama ini. 

Maka dari itu, saya sedang berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan interaksi yang lebih bermakna bagi perkembangan otak dan juga motorik Aldebaran yang sedang dalam periode Golden Age.

Senang sekali rasanya jika saya bisa mengisi ruang belajarnya Aldebaran dengan interaksi yang bermakna dikesehariannya.

Tak perlu dengan hal-hal yang rumit, hal yang sederhana pun bisa menstimulasi otak dan motoriknya. 

Ini dia beberapa interaksi sederhana yang saya lakukan bersama Aldebaran di rumah.


1. Bermain dan Membereskan Mainannya Sendiri

Aldebaran bermain block di rumah

Ada banyak orang tua yang mengetahui dan yakin bahwa bermain adalah salah satu cara anak untuk belajar.
Hasil riset otak:

Anak-anak memang suka bermain. Bermain adalah hal alamiah bagi mereka dan harus didorong. Karena bermain sangat penting bagi perkembangan anak. 

Motorik kasar, motorik halus, dan kemampuan berpikir, semuanya dipelajari melalui bermain.

Aldebaran sendiri termasuk anak yang senang bermain. Baik itu bermain sendiri atau pun bermain bersama anak yang lainnya.

Jika sedang di dalam rumah, seringnya saya mengajak Aldebaran bermain block/brick, pasir kinetik, dan lainnya.

Aldebaran bermain pasir kinetik

Bermain lompat warna

Selain melatih motoriknya, bermain juga bisa menstimulasi otak anak, yaitu dengan cara meminta anak membereskan mainannya sambil mengelompokkan mainannya berdasarkan warna, bentuk, ukuran, dan lainnya. Disinilah kemampuan berpikir anak akan semakin terasah.

2. Belajar Berpakaian Sendiri

Hal sederhana lainnya untuk menstimulasi kecerdasan otak dan motorik anak adalah dengan mengajaknya berpakaian sendiri. Kumpulkan macam-macam pakaian yang ingin ia kenakan seperti kaos, topi, celana, dan lain sebagainya.

Saat kita membicarakan macam-macam pakaian, secara tidak langsung kita sedang mengasah kecerdasannya dalam berbahasa dengan menambah kosakata baru.

Selain itu, kita juga bisa menstimulasi indera peraba anak juga lho. Misalkan dengan meminta anak memegang kaos, dan berkata "Kaosnya lembut, yaa." 

Hasil riset otak:

Banyaknya kosakata yang dimiliki anak berusia dua tahun sangat berkaitan dengan seberapa sering orang dewasa berbicara padanya. 

Di usia 20 bulan, kosakata anak dari ibu yang suka bicara rata-rata 131 lebih banyak dibandingkan anak dari ibu yang jarang bicara. 

Di usia dua tahun, perbedaannya meningkat 2 kali lipat hingga 295 kata.


Wah, ternyata ibu-ibu yang cerewet bermanfaat nih untuk perkembangan otak anak. Asal cerewetnya yang berfaedah ya buibuuu.

3. Menyiapkan Makanan untuk Snacking Time 

Menyiapkan snacking time dengan buah dan cookies

Selain Bermain dan belajar  memakai pakaian sendiri, aktivitas sederhana lainnya yang bisa menstimulasi otak dan motorik anak adalah mengajaknya menyiapkan makanan untuk snacking time.

Aktivitas menyiapkan makanan dapat mengajarkan banyak hal lho pada anak, yaitu:

Anak-anak belajar tentang rasa, tekstur, bau, makanan, berbicara bentuk dan ukuran, dan mengobrol tentang warna. 

Hasil riset otak: 

Dengan memberikan perhatian yang hangat pada saat anak membantu menyiapkan makanan, kita memperkuat sistem biologis anak yang membantu anak mengendalikan emosinya.

Setelah menyiapkan makanan untuk snacking time, saatnya kita mengajak anak untuk memakan makanan yang telah ia siapkan.

Snacking Time sambil Bermain dengan Tekstur.

Ternyata, sambil snacking time, kita juga bisa bermain dengan anak lho.

Yaitu bermain mengenal tekstur.

Permainan ini meningkatkan kepekaan perabaan dan kemampuan berbahasa anak.


Caranya adalah, letakkan benda dengan berbagai tekstur yang membuat anak tertarik dan ingin merabanya, seperti benda keras dan benda lunak.

Ketika snacking time kita bisa mengajak anak membandingkan tekstur makanan dan benda disekitarnya. 

Seperti, cookies, boneka, dan kardus.


Bermain sambil belajar pada saat snacking time

Letakkan tangan anak pada benda keras seperti "kardus keras", dan letakkan anak pada boneka sambil mengatakan "boneka empuk".

Lakukan beberapa kali, hingga anak-anak mengetahui tekstur suatu benda.

Kemudian ajak anak mengambil makanannya dan bertanya kepadanya, "Cookies ini empuk atau keras?" biarkan ia menjawab dengan proses berpikirnya sendiri.

Hasil Riset Otak:

Anak-anak yang tumbuh di lingkungan yang kaya akan bahasa, biasanya selalu lancar berbahasa pada usia 3 tahun.

Orang yang sewaktu kecil terisolasi darui bahasa, akan sulit menguasai bahasa pada saat dewasa meskipun mereka pintar dan dilatih dengan intensif.




***

Banyak cara dan aktivitas sederhana yang bisa dilakukan di rumah untuk menjadikan interaksi dengan anak menjadi lebih bermakna dan berpengaruh bagi masa depan mereka.

Jangan sampai interkasi dan aktivitas bersama anak tidak memiliki makna dan tidak memiliki kontribusi untuk kecerdasan dan masa depan mereka. Karena pada kenyataannya, masa golden age bagi anak hanya berlangsung sebentar saja dan tidak dapat diulangi kembali.

Selamat beraktivitas bersama si kecil di rumah ya, Ma. Jangan lupa tersenyum dan ceria selalu.

***

Sumber: 125 Brain Games for Toddler, Jackie Silberg

[Opini] Kurangnya Pendidikan Peran Perempuan dalam Kurikulum Sekolah


"Aku pengen resign, tapi masih belum bisa. Orang tua gak kasih izin, keluarga juga masih perlu sokongan ekonomi tambahan. Tapi jujur aja, aku galau banget sama anak."

"Sedih, aku merasa useless banget di rumah. Ibu nyuruh aku kerja, karena udah capek-capek sekolahin aku sampe sarjana, tapi malah di rumah terus, cuman momong anak. Aku merasa sakit hati dan gak berguna jadinya."

...

Dialog curhat seperti di atas itu seperti familiar. Yaps, familiar di kalangan perempuan atau ibu yang memutuskan bekerja di kantor atau tinggal di rumah, full ngasuh anak dan beberes setiap harinya. 

Kegalauan seperti ini sering sekali saya dengar dari teman-teman. Walau sekedar update status media sosial, atau curhat langsung ke saya. 

Saya ngerti kenapa mereka galau, toh saya pun pernah berada di posisi mereka. Sama-sama bingung antara anak dan eksistensi diri melalui pekerjaan.


Ujung-ujungnya, para perempuan atau ibu ini melakukan pembelaan diri dan pembenaran, atau kita kenal istilahnya Mom War, antara ibu bekerja dengan ibu rumah tangga.

Mom war yang tak kunjung usai, bahkan sampai muncul kata-kata ataupun gambar yang menyakitkan, baik untuk ibu bekerja maupun ibu rumah tangga.

Sebenernya, kalau saya boleh ngajak temen-temen berpikir sejenak, semua kegamangan dan pertarungan opini antara ibu bekerja vs ibu rumah tangga, gak harus terjadi jika kurikulum pendidikan di Indonesia agak diretouch sedikit mengenai peran gender atau jenis kelamin. Yaitu laki-laki dan perempuan.

Jadi, semata bukan karena pribadi masing-masing yang senengnya war atau gontok-gontokan, tapi lebih jauh lagi, ini semua dikarenakan kurikulum pendidikan Indonesia yang masih sangat kurang dalam memberikan edukasi tentang peran laki-laki dan perempuan di dalam hidup ini, tsahh.

Sex Education emang sering digembar-gemborkan, tapi lebih ke arah edukasi sex secara fisik, seperti pengenalan alat reproduksi, bagaimana menjaga tubuh kita dari orang lain, dll. 

Bagus sih, tapi menurut saya tetep kurang. Karena anak perempuan dan laki-laki juga perlu diberi tau sejak dini, peran perempuan dan laki-laki secara sosial, apa saja tanggung jawabnya, apa saja kewajibannya, dan apa saja tantangannya.

Baca juga: Dari Si Tomboy Jadi Si Feminim

Balik lagi ke peran perempuan dan laki-laki di masyarakat.

Sadar kah kita kalau dari kecil  kita diajarkan hal yang sama dengan laki-laki, ibarat kata, gak ada bedanya dengan teman laki-laki kita.

Secara materi semua plek ketiplek sama. Guru-guru berbasis mata pelajaran tentunya mengajarkan materi pelajaran yang sama seperti Trigonometri, Arus listrik, Penyerbukan, Reaksi Kimia, dan lain sebagainya.

Semuanya sama, tak ada perbedaan bukan? Bahkan kadang yang perempuan lebih jago ngitung jumlah rantai karbon dibanding laki-laki, padahal yang banyak kerja di pertambangan kan Bapak-bapak, yang bersinggungan sama bidang tersebut.

Menurut saya, tetap harus ada pendidikan/pembelajaran yang "membedakan" antara laki-laki dan perempuan. Terutama dalam memahami peran gendernya ketika ia terus beranjak dewasa.

Jangan sampai ketika dewasa anak perempuan itu berpikir "Ya emang dari kecil, gue diajarin ilmu x y z, ya mau gak mau, gue harus pake buat kerja."

Kita, orang dewasa ini macam disuruh mikir "lah kan emang begini seharusnya, lah kan emang sekolah itu buat kerja." Thats it.

Hmmmmm.

Kurikulum Indrustial

Indonesia memang menganut sistem kurikulum Industrial dimana terinspirasi dengan adanya Revolusi Industri.




Makanya, sejak dulu, kalau kita perhatikan semua mata pelajaran yang kita terima adalah berbasis kompetensi alias keahlian melakukan sesuatu yang sudah tersistem. Apalagi kurikulum SMK, mata pelajarannya adalah untuk melakukan hal tertentu yang terstruktur dan terorganisir. 

Kenapa seperti itu? Karena memang, kurikulum Industrial itu menyiapkan lulusannya menjadi seorang pekerja.

Bahkan, waktu kecil, saya kebayangnya kalau udah gede bakal jadi kasir di supermarket loh, suwer

Ya ampun itu kalau inget jadi ngakak sendiri.

Oleh karena itu, dengan adanya kurikulum 2013 berbasis karakter, saya sungguh gembira. Pemikiran akan kognitif yang agung sudah mulai berkurang. Anak-anak lebih dibina karakternya selain kognitifnya. Walau pun tetep sih, di lapangan ada yang tetap mengagung-agungkan  nilai ulangan, nilai ujian, nilai matematik, dsb.

Tetep ya, orang tuanya terbawa nuansa zaman dulu pas sekolah, dimana nilai kognitif dan rangking yang jadi acuan kecerdasan anak.

Galau Akan Masa Depan

Coba deh, siapa yang cita-cita masa kecil, gak sinkron sama kerjaan atau pun kondisi masa kini? Berapa banyak sih orang yang sukses meraih cita-cita masa kecilnya? Dan beneran happy dengan keadaannya sekarang?

Ya mungkin ada, tapi ga banyak. Trus kita termasuk yang mana?

Ada gak sih yang mikir, "kok tiba-tiba gue jadi guru ya? Tiba-tiba gue jadi PNS? Tiba-tiba gue jadi blogger?" Semuanya bak diluar rencana.

Tak Tahu Peran, Tak Punya Pilihan

Karena ketika kita gak tau siapa diri kita, apa peran kita, ujung-ujungnya kita gak punya pilihan, ketetapan hati, dan keputusan di masa depan.

Dosen saya dulu pernah nyeletuk, "Udah gak zaman tuh sekarang Ibu memasak di dapur, ayah berangkat ke kantor. Karena sekarang, ibu juga bisa berangkat ke Kantor dan Ayah bisa masak di dapur."

Iya sih, tapi kok saya dengernya gak enak ya waktu itu. Seakan-akan gak ada batasan lagi antara tanggung jawab laki-laki dan perempuan.

Baca Juga: Susahnya Menikah

Karena pesan pendidikan yang blur tentang peran perempuan dan laki-laki ini, jujur aja, saya pun merasa jadi korban dan menjadi generasi yang kebingungan.

Gak punya pandangan, pemahaman, dan keputusan sejak kecil. Kehidupan dijalani dengan let it flow tanpa gambaran yang jelas tentang masa depan akan seperti apa, pekerjaan apa yang bisa dilakukan, peran apa yang harus saya "mainkan" semuanya tak terencana sejak di bangku sekolah dasar.

Padahal kita sekolah lama loh, TK 1 tahun, SD 6 tahun, SMP 3 tahun, SMA 3 tahun, Kuliah 4 tahun. 17 tahun yang sia-sia kalau sampai gak tau tujuan hidup sendiri *so sad

Peran Guru

Di sekolah, memang pelaksana kurikulum yang paling utama adalah guru. Tapi, dengan beban mata pelajaran yang begitu berat, apa masih bisa mengakomodir hal lainnya dengan segala keterbatasannya?

Guru Bimbingan Konseling

Memang sih, guru BK paling pas untuk jadi konselor atau orang tua yang mengarahkan anak didik diluar mata pelajaran, tapi kadang guru BK lebih identik dengan kasus anak, kedisiplinan, dll. Dan guru BK juga hanya ada di tingkatan sekolah menengah saja, padahal di tingkat sekolah dasar pun, fungsi dan peran perempuan dan laki-laki itu penting disampaikan.

Ini bisa jadi salah satu solusi, peran guru BK ini harusnya lebih diarahkan untuk memberikan gambaran peran dan tanggung jawab anak-anak di masa depan nanti, termasuk peran gendernya sebagai perempuan dan laki-laki. Perannya dalam membangun keluarga, masyarakat, membangun bangsa dan lainnya.

Bukan hanya soal profesi atau cita-cita sebagai seorang xxxxx, tapi berbagai peran yang akan disandang oleh manusia dewasa harus bisa dijelaskan oleh seorang guru BK di sekolah. 


Jangan Meremehkan Anak Usia Sekolah Dasar

Karena di usia ini lah anak-anak akan sering bertanya "eksistensinya" di dunia ini. Mulai dari "asalnya dari mana" "terbuat dari apa" "kenapa kita ada"  dan bahkan anak-anak suka berimajinasi ingin jadi apa kelak dia ketika dewasa dengan cara belajar dari lingkungan sosial.

Mengenal Peran Gender Sejak Kecil, Meminimalisir Kegalauan di Masa Depan


Seperti yang sudah saya katakan di atas, kita menjadi generasi yang kebingungan karena kita kurang atau bahkan tidak paham tugas dan fungsi kita masing-masing.

Sebagai perempuan, sejak kecil kita tidak menerima pendidikan yang lengkap mengenai tugas dan peran perempuan dalam keluarga dan masyarakat.  Tidak semua keluarga mengerti bagaimana mengedukasi anak-anaknya akan perannya sebagai perempuan dan laki-laki.

Bersyukurlah kalau kamu dilahirkan dari keluarga yang memang mengerti dan paham cara mengarahkan anak. Sehingga, ketika dewasa, anak sudah tidak kebingungan dan mantap mengambil peran di masyarakat.

Lah kalau ngga?

Agar Perempuan Tidak Berujung Pada Kegalauan

Andai peran dan fungsi perempuan di keluarga dan masyarakat diajarkan sejak dini, mungkin Mom war tentang ibu bekerja dan ibu rumah tangga akan bisa diminimalisir.




Pertama, mental perempuan akan lebih siap. Karena sudah ada gambaran akan masa depan. Jika bekerja akan lebih siap mempersiapkan mental, diri, kompetensi, dan pengetahuan tentang seluk beluk ibu bekerja.

Kedua, begitupun dengan Ibu rumah tangga. Memilih jadi ibu rumah tangga karena pilihan dan kesiapan mental, bukan hanya nasib semata. Dan sudah tau, apa yang akan dilakukan jika saya tidak bekerja di kantor. Menjadi seorang wirausahawan kah, menjadi seorang relawan di dunia pilantropi kah, atau menjadi pelayan masyarakat dengan aktif di komunitas.

Baca juga: 5 Inspirasi Wirausaha Bagi Muslimah dari Brand Tas Heejou

Coba deh bayangin, jika pendidikan kita sudah berpikir sejauh ini. Khususnya bagi perempuan, maka hidupnya akan lebih bahagia dan jauh dari kegalauan, antara bekerja atau tidak.

Karena semuanya sudah dipersiapkan sejak kecil, mentalnya disiapkan, diberikan informasi yang lengkap tentang kemungkinan atau resiko dari pilihan yang akan diputuskan. Perempuan pun gak akan saling "serang", saling menjatuhkan karena alasan pilihan hidup.

Ibu bekerja bahagia dan mantap dengan keputusannya, ibu di rumah pun bergembira karena ini merupakan gambaran kehidupan idealnya sejak kecil.

Gak galau dan gak merasa salah dalam ambil keputusan.

"Karena ibu yang bahagia itu adalah koentji untuk melahirkan generasi yang bahagia, dan semuanya sudah dipersiapkan dengan baik bahkan semenjak sang ibu masih belajar mengeja namanya sendiri."


Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi berdasarkan pengalaman dan pengamatan, dan tidak menerima perdebatan dalam bentuk apapun. Terima kasih :D